Jakarta (MT) – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Andrianus Garu mengatakan, upaya Fraksi Partai Demokrat di DPR RI menggalang hak angket untuk menyelidiki dugaan penyadapan terhadap Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terlalu jauh dan mengada-ada.
“Ini terlalu jauh dan sangat mengada-ada. Persoalan kan ada di persidangan, bagaimana kuasa hukum terdakwa menggali kebenaran untuk membuktikan apakah saksi jujur atau berbohong,” kata Senator asal NTT itu di Jakarta, Jumat (3/2).
Selain belum ada bukti penyadapan, tambah Andre dalam sidang pengadilan terkait dugaan penistaan agama oleh Gubenur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), tidak pernah digunakan kata penyadapan.
Lebih Lanjut Andre mengatakan, dalam persidangan, menggali informasi dari saksi itu hal biasa. Tetapi yang menjadi luar biasa, ketika tim kuasa hukum Ahok menggali keterangan dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma`ruf Amin terkait pembicaraan telepon dengan Presiden Ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, timbul kegaduhan luar biasa di luar sidang pengadilan.
“Yang gaduh justru di luar persidangan. Di dalam sidang sendiri tidak terjadi apa-apa. Hakim pun tidak menegur tim hukum Ahok dan itu artinya tak ada yang salah,” kata dia.
Andre menjelaskan bahwa adalah hal biasa dalam persidangan penasihat hukum mencecar pertanyaan kepada saksi yang dihadirkan.
“Itu salah satu cara penasihat hukum untuk mencari kebenaran, apakah saksi berkata jujur atau tidak. Jadi itu untuk menguji tingkat kejujuran saksi,” kata dia.
Soal penyadapan, Andre mengatakan, itu tidak bisa dilakukan sembarangan karena ada prosedur yang harus dipatuhi dalam pengawasan ketat. Ada beberapa lembaga yang boleh melakukan penyadapan yakni Polri dan Kejaksaan untuk masalah kriminal, KPK khusus korupsi, BIN untuk kemanan, dan BNPT untuk terorisme.