Opini  

Menyerahkan Diri kepada Ilahi

Menyerahkan Diri kepada Ilahi
Kontemplasi Ramadan Djoko Tetuko

’’Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa (pahala atau lainnya) dari puasanya, kecuali hanya lapar dan dahaga saja’’. Hadits ini memberikan peringatan bahwa banyak orang-orang mukmin seakan-akan menjalankan ibadah puasa dengan sungguh-sungguh, tetapi tidak mampu menjaga atau menahan seluruh anggota tubuh beserta aktivitas rutinitas kepada perbuatan yang baik dan mulia, sehingga upaya maksimal dengan berpuasa, berlapar-lapar sepanjang hari (14 jam, kurang atau lebih) hanya mendapatkan lapar saja.

Padahal, Rasulullah SAW bersabda bahwa pada bulan ramadan dibagi menjadi 3 bagian ; (1). Pada 10 hari pertama di bulan ramadan adalah rahmat. (2) Kemudian 10 hari kedua di bulan ramadan adalah maghfirah (pengampunan). Dan (3), sepuluh hari ketiga (terakhir) di bulan ramadan adalah terhindar diri dari siksa api neraka. Dalam pandangan orang awam, maka kalau Allah SWT menurunkan rahmat, berarti 10 hari yang sudah lewat jutaan, miliaran bahkan triliyunan rahmat Allah SWT diturunkan, baik pada saat hambanya menjalankan ibadah puasa maupun pada saat mengisi ibadah lain, sebagai penguatan.

Apakah di antara kita merasa mendapatkan rahmat itu, 10 hari pertama bulan ramadan, masing-masing bisa merasakan sesuai dengan amal dan perbuatan, selama menjalankan ibadah puasa wajib ini. Sebab, mukminin satu dengan mukminin yang lain, berbeda kadar dalam menjalankan ibadah puasa, termasuk usaha memperbanyak sadaqoh jariyah, serta ibadah lain seperti membaca Al-Qur’an, menghadiri majelis ilmu, dan lain sebagainya sebagai penguatan ibadah puasa serta memburu pengampunan.

Oleh karena itu, di antara pembaca apakah ada yang mendapat rahmat dalam jumlah trilyunan, miliran, juataan, atau hanya hitungan jari, tentu saja semua menjadi hak preogratif Allah SWT. Sebab, andaikata mendapat jumlah miliran, tetapi hanya diberikan di dunia dalam jumlah terbatas, sekedar mencukupi kebutuhan kehidupan sehari-hari, maka jumlah yang cukup banyak itu akan diberikan di akherat kelak. Juga tidak diberikan dalam bentuk nyata pemberian rahmat, tetapi dibarterkan dengan kemungkinan menggantikan musibah, adab, balak, atau marah bahaya yang lain. Misalnya, sakit atau mengurangi rasa sakit, atau mengurangi derajat sakit.

Ada dua fase di depan mata, maghfiroh (pengamunan) dan idqun minannar (dibebaskan dari siksa api neraka). Ada dua peristiwa sangat ghoib. Pertama, peringatan turunnya Al-Qur’an (Nuzulul Qur’an) dan menunggu malam seribu bulan (Lailatul Qadar). Ada dua perilaku wajib harus dilakukan mukminin yang berpuasa, yaitu; membayar zakat fitrah (sampai sebelum sholat sunnah Idul Fitri), dan membayar zakat mal (jika kebiasaan membayar sebagian di bulan ramadan).

Sebagai sebuah perenungan atau kontemplasi di bulan suci ramadan yang penuh barokah ini, semua mukminin pasti menyatakan sudah berusaha maksimal menjalankan perintah untuk melaksanakan puasa wajib ini, bahkan juga mengklaim melakukan tambahan ibadah lain, juga sadaqoh jariyah, atau lainnya, tetapi tentu saja semua sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bahkan niat masing-masing. Apakah niat murni ibadah untuk Allah SWT, atau sekedar niat untuk mendapat pujian dari si Fulan atau di Falon.

Menjemput momen sisa dua fase di bulan ramadan, sayang seribu sayang, jika terlewatkan begitu saja tanpa catatan sejarah ibadah dengan tawadu’ dan ikhlas terlaksana dengan baik. Demikian juga menghiasi peringatan turunnya Al-Qur’an dan Lailatul Qadar, sangat disayangkan jika tanpa melakukan sentuhan apa-apa untuk mendapatkan bagian dari dua peristiwa sangat langka itu, walaupun hanya sebagian kecil.