Surabaya – Pengamat Politik yang juga dosen FISIP Universitas Brawijaya (UB) Malang Dr Wawan Sobari, MA, PhD mengatakan head to head dua pasangan Calon Gubernur (Cagub) Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak dan pasangan Saifullah Yusuf-Puti Guruh Soekarno akan tetap menjadi perhatian masyarakat meskipun kedua pasangan itu berbabis nahdliyin.
Hanya saja, kedua Cagub tersebut belum membuka secara lebar apa sebenarnya yang menjadi visi misi dalam membangun Jawa Timur untuk lima tahun akan datang mengingat tantangan periode 2019/2023 akan sangat berbeda ketika awal Pakde Karwo-Gus Ipul menjadi Gubernur, sepuluh tahun lalu.
Harusnya program Khofifah maupun Gus Ipul sudah sampai masyarakat. Karena visi misi ini penting bagi pemilih untuk menentukan pilihannya. Dengan begitu maka warga tidak memilih kucing dalam karung.
“Ini juga sekaligus akan mengurangi wabah golput,”. tegas Wawan Sobari usai seminar mencari sosok pemimpin di Hotel Utami Sidoarjo, pekan lalu. Seminar tersebut di prakarsai para Alumni UB dan IKA UB Cabang Jawa Timur.
Pilgub Jawa Timur dinilai Wawan merupakan Pilkada paling kompetitif dalam pengertian head to head. Tidak ada pasangan lebih dari dua. Dan ini menjadi sangat ketat karena kedua calon memilki popularitas dan elektabilitas yang cukup. Selain itu kedua pasangan didukung partai partai yang cukup militan.
Menurut Wawan Sobari, Pilgub kali ini jelas berbeda dengan pilgub Jawa Timur sebelumnya. Kalau sebelumnya melawan imcumbent yang gubernur, sekarang ini melawan incumbent yang posisinya wakil gubernur.
Dari empat figur yang terlibat dalam Pilgub Jawa Timur semuanya punya keterkaitan dengan masyarakat kecuali Puti Guruh Soekarno.
Saifullah Yusuf adalah Wagub Jawa Timur, Khofifah posisinya Mensos, namun hampir tiap saat ada di Jawa Timur, juga Emil Dardak yang Bupati Trenggalek. Hanya Puti Guruh Soekarno yang anggota DPR RI dan berangkat dari Dapil Jabar.
Pilgub Jawa Timur cukup unik dan spesifik. Pertama, tiga kali pilgub orangnya sama, kedua, ini pilgub terbesar setelah Jawa Barat. Dan ketiga menyangkut soal tantangan kedepan.
Wawan menilai Pilgub Jatim sekarang tantangannya sangat berat. Didepan kita banyak agenda politik besar seperti pileg dan pilpres 2019. Kedua, kita semua tahu bahwa dari sisi kepemimpinan Pakde Karwo sangat istimewa.
Gubernur Pakde Karwo dari sisi kememimpinan memiliki prestasi yang sangat menonjol. Padahal Jawa Timur memiliki 38 Kabupaten/Kota plus jumlah penduduk mencapai 37 juta jiwa lebih.
Maka, visi itu diperlukan dalam rangka mempertahankan pestasi yang sudah ada. Kalau Cagub belum menjelaskan visi misinya akan memiliki kerawanan prestasi. Padahal kita butuh sosok yang punya prpogram lebih dari Pakde Karwo.
Sayangnya, sampai hari ini kedua pasangan belum mempertaruhkan visinya. Keduanya baru mempertaruhkan dalam sisi branding, tegas Wawan Sobari.
Milsanya Khofifah membranding kerja, Lalu Gus Ipul soal apa lagi. Dengan demikian sebenarnya dua Cagub itu belum menawarkan gagasan dan program yang kongkrit.
Wawan Sobari menginginkan Cagub lebih dulu menawarkan programnya. Sehingga warga sudah bisa menentukan pilihanya. Biasanya Program disampaikan dihadpan sidang paripurna DPRD Jawa Timur . Harusnya , sudah bisa disampaikan kepada masyarakat mulai awal.
Lalu bisa kah dua Cagub ini mempetahankan icon Jawa Timur, atau bahkan memiliki icon baru lagi. Jangan lupa , Jawa Timur gudangya prestasi, gudang inovasi. Sebab itu Jatim membutuhkan pemimpin yang tidak sekedar cerdas melainkan juga kritis.
Selama ini warga hanya disuguhi dengan program program turunan. Misalnya Rp 50 juta untuk satu desa. Tapi sebenarnya yang diperlukan itu adalah dengan Rp 50 juta itu hasilnya apa. Sampai hari ini warga juga tidak mengerti progresnya.
Menjawab pertayaan soal pragmatisme pemilih dalam Pilgub, Wawan Sobari meyatakan bahwa pragmatisme dalam pengertian materi sih tidak. Tapi pragmatisme mencari aman, ya. Milsanya, ah visi misi ya hanya begitu begitu saja, lalu, ya sudah apa kata hati dibilik.
Ini berbeda dengan calon pemimpin kepala daerah yaitu Bupati/Walikta karena langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Padahal pemimpin Jawa Timur itu mengelola APBD Rp 30 triliun. Bahkanb, untuk lima tahun akan datang bisa Rp 40 triliun. Kita butuh pemimpin untuk bisa mengelola Rp 40 trilun itu,bukan menghabiskan. Nah kalau pemimpinnya tidak cerdas,apalagi tidak kritis akan sangat berbahaya bagi Jawa Timur.
Untuk Pilgub Jawa Timur kali ini, menurut Wawan yang perlu di waspadai adalah bukan soal elektabilitas calon melainkan cara cara Black Campaign (kampanye hitam) terhadap Calon/Wakil Gubernur. Kita baru saja melihat ganasnya black campaign diawal pencalonan.
“Mundurnya Anas karena black campaign. Jadi memilih pemimpin itu juga tidak bisa lepas dari rekam jejak calon pemimpin itu sendiri. Black campagin akan muncul mendekati hari H-nya. Kalau hanya sekedar negative campagign itu hal yang wajar saja. (min)