Tidak mudah memang mempersiapkan peperangan bergengsi, dalam menjaga semangat dan memberikan dukungan secara konsisten kepada anak bangsa untuk menunai prestasi di bidang olahraga.
Pekan Olahraha Nasional (PON) sudah menjadi kesepakatan bersama bangsa dan negara, menjadi titik kulminasi pembinaan olahraga nasional. Sebagai puncak menilai, menganalisis dan mengevaluasi pembinaan, sehingga muktievent itu sangat strategis.
Apalagi, hasil akhir pada perhelatan PON akan menjadi catatan tersendiri perkembangan pembinaan atlet secara nasional. Berapa atlet senior masih mampu bertahan pada nomor tertentu, berapa atlet usia emas memberikan kontribusi untuk prestasi internasional, berapa atlet muda menjadi calon atlet berprestasi internasional dengan berbagai kemungkinan penanganan.
Apalagi, pada tanggal 9 September 2021, pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga, menteri Zainuddin Amali, akan memproklamirkan Grand Besar (pembinaan) Olahraha Nasional. Dengan prioritas kemungkinan berprestasi di Asian Games dan Olimpiade, juga menjadi raja di Asia Tenggara. Semua akan menunggu hasil pembinaan daerah terutama pada PON.
Kontingen PON XX Jatim sebelum menuju Papua, memang sudah melakukan persiapan sangat panjang dengan melakukan training centre (TC) ke luar negeri di antaranya ke Australia, China (Tiongkok), Korea Selatan, Jepang, Ubekhistan, Thailand, Rumania.
Mensiati masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), karena dengan latihan di rumah walaupun sudah diberikan panduan latihan, ternyata perkembangan prestasi atlet mengalami penurunan. Salah satu analisa paling tepat karena tidak ada kompetisi atau tidak ada pertandingan dan perlombaan, sehingga tidak dapat mengukur atau mengevaluasi.
Bahkan Kontingen PON XX Jatim juga melakukan Pustlatda New Normal (PNN) guna menjaga kestabilan kondisi fisik dan mental atlet. Juga merencanakan memberikan tambahan asupan gizi, memberikan kejutan-kejutan dalam proses persiapan menuju prestasi spektakuler pada PON Papua. Dan semua ternyata ambyar alias buyar menjelang puncak perhelatan.
Sekali lagi karena tidak memahami bagaimana menjaga irama dan konsistensi atlet, bagaimana memulai menjaga prestasi anak bangsa terpilih dari sekian juta hanya diwakili paling banyak rata-rata seribu (1000) atlet terpilih. Bahkan banyak provinsi di bawah kuota provinsi di Jawa.
Ketua Umum KONI Jatim Erlangga Satriagung, harus memutar otak untuk penyesuaian anggaran. Sebab akibat dana dibiarkan begitu kecil dengan tantangan begitu besar, maka dengan dana merana tentu saja tidak bisa apa-apa. Dan tahapan persiapan menuju prestasi membanggakan dan mengejutkan sekaligus obat bagi warga Jawa Timur sebagai kebangkitan setelah terpapar Covid-19, ambyar.
Sekedar mengingatkan bahwa Kontingen PON Jatim baru dua kali merebut posisi terhormat sebagai juara umum. Pertama pada PON XV tahun 2000 sebagai tuan rumah pertama pula era Reformasi, dan kedua PON XVII tahun 2008 di Samarinda Kalimantan Timur.
Gubernur Jawa Timur H. Imam Utomo menorehkan sejarah, tinta emas, ketika tahun pertama menjabat Gubernur memberikan hadiah juara umum PON XV, dan menjelang mengakhiri jabatan kedua memberikan hadiah juara umum di luar kandang pada PON XVII.
Gubernur Imam Utomo bersama seluruh Kontingen PON Jatim, dan cabang olahraga menjaga prestasi dan sangat prestisius terus menerus dikawal dengan berbagai taktik dan strategi. Tentu saja semua didukung anggaran memadai. Ketika itu, Kontingen Jatim juara umum dan rakyat pun bergembira (djoko tetuko/bersambung)