Opini  

HPN dan Kemerdekaan Pers Jaman Now

HPN dan Kemerdekaan Pers Jaman Now

Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (Jasmerah) adalah semboyan yang terkenal yang diucapkan oleh Soekarno, dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966. Menurut A. H. Nasution, Jasmerah adalah judul yang diberikan oleh Kesatuan Aksi terhadap pidato Presiden, bukan judul yang diberikan Bung Karno. Presiden memberi judul pidato itu dengan Karno mempertahankan garis politiknya yang berlaku “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”.

Dalam pidato itu Presiden menyebutkan antara lain bahwa kita menghadapi tahun yang gawat, perang saudara, dan seterusnya. Disebutkan pula bahwa MPRS belumlah berposisi sebagai MPR menurut UUD 1945. Posisi MPRS sebenarnya nanti setelah MPR hasil pemilu terbentuk.

Tanggal 9 Februari didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985. Keputusan Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985 itu, menyebutkan bahwa pers nasional Indonesia mempunyai sejarah perjuangan dan peranan penting dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila, sehingga pemerintah memberikan hadiah kepada kalangan pers sebagai bagian dari proses pembangunan berbangsa dan bernegara, proses pembangunan demokrasi menuju demokrasi sejati, Pancasila sejati.

Tanggal 9 Februari 2018 adalah 40 tahun silam, ketika wacana Hari Pers Nasional digodok, waktu itu pada Kongres ke-28 Persatuan Wartawan (PWI) di Padang, Sumatera Barat, pada 1978. Kesepakatan tersebut, tak terlepas dari kehendak masyarakat pers untuk menetapkan satu hari bersejarah untuk memperingati peran dan keberadaan pers secara nasional.

Pada sidang ke-21 Dewan Pers di Bandung tanggal 19 Februari 1981, kehendak tersebut disetujui oleh Dewan Pers untuk kemudian disampaikan kepada pemerintah sekaligus menetapkan penyelenggaraan Hari Pers Nasional. Sejarah panjang HPN memang bukan sekedar menetapkan begitu saja, tetapi menelusuri tonggak sejarah perjuangan pers, sehingga kalau jaman now ini, di Negara Kesatuan Republik Indonesia masih ada kalangan pers, menyebut sebagai pro kontra, maka harus menengok ke belakang sebuah perjalanan sejarah pers. Ingat ’’Jasmerah’’

Memahami pers tentu saja tidak boleh hanya sepotong-potong, membutuhkan pemahaman komprehenship dengan meletakkan semua kepentingan dan ego sebagai pribadi maupun sebagai akivitis di golongan tertentu atau partai tertentu. Mengapa? Bahwa pers nasional Indonesia memang mempunyai jati diri tersendiri, jati diri sejati pers Pancasila, sehingga perjalanan panjang sampai terbentuknya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada tanggal 9 Feberuari 1946, adalah sebuah kesepakatan dan musyawarah dari berbagai aspirasi perjuangan wartawan dan pers Indonesia. Demikian juga ketika mengusulkan dan menetapkan Hari Pers Nasional.

Sekedar kontemplasi pemikiran tentang perjuangan wartawan dan pers, bahwa sejarah sebelum kemerdekaan RI, hampir seluruh wartawan dan pers di Nusantara, terutama di kota-kota besar di Jawa, Surabaya, Semarang, Bandung, Medan, Padang, dan Jakarta, menyuarakan kemerdekaan dengan berbagai tulisan, juga menyuarakan perjuangan dengan suara dan pidato seperti Bung Tomo ketika mengajak para perjuang melawan sekutu di Surabayam bersamaan Resolusi Jihad NU, dan akhirnya Surabaya ditetapkan sebagai kota pahlawan dengan memperingati secara nasional setiap tanggal 10 November karena perjuangan sangat herois arek-arek Suroboyo yang berhasil mengusir penjajah Sekutu dan mempertahankan kemerdekaan RI.

Media
Menurut Arsyad, 2002; Sadiman, dkk., 1990, mengatakan bahwa media (bentuk jamak dari kata medium), merupakan kata yang berasal dari bahasa latin medius, yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’.Oleh karena itu, media dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media dapat berupa sesuatu bahan (software) dan/atau alat (hardware).

Menurut Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2002), mengatakan bahwa media jika dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi, yang menyebabkan siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi menurut pengertian ini, guru, teman sebaya, buku teks, lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi seorang siswa merupakan media.

Dalam Buku Pengantar Ilmu Komunikasi (Cangara, 2006 : 119), media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa dalam komunikasi antarmanusia, maka media yang paling dominasi dalam berkomunikasi adalah pancaindera manusia seperti mata dan telinga. Pesan – pesan yang diterima selanjutnya oleh pancaindera selanjutnya diproses oleh pikiran manusia untuk mengontrol dan menentukan sikapnya terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan.

Association of Education and Communication Technology (AECT), mengatakan bahwa media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi.

Dari beberapa pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa media adalah alat, sarana, perantara, dan penghubung untuk menyebar, membawa atau menyampaikan sesuatu pesan (message) dan gagasan kepada penerima.
Sedangkan media pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perbuatan, minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar terjadi pada diri siswa.

Fungsi Pers
Pengertian pers secara umum dan menurut para ahli yang saya ambil dari Wikipedia UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, ’’Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia’’.

Menurut R Eep Saefulloh Fatah. ’’Pers merupakan pilar keempat bagi demokrasi (the fourth estate of democracy) dan mempunyai peranan yang penting dalam membangun kepercayaan, kredibilitas, bahkan legitimasi pemerintah’’.. Menurut Oemar Seno Adji, ’’Pers dalam arti sempit, yaitu penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan kata tertulis’’, dan ’’Pers dalam arti luas, yaitu memasukkan di dalamnya semua media mass communications yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis maupun dengan lisan’’..

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Pers berarti: (1) surat kabar dan majalah yang berisi berita; (2) alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar; (3) alat untuk menjepit atau memadatkan; (4) orang yang bekerja di bidang persurat kabaran. Menurut
Wilbur Schramm dslam bukunya Four Theories of the Press yang ditulis oleh Wilbur Schramm dkk mengemukakan 4 teori terbesar pers, yaitu the authotarian, the libertarian, the social responsibility dan the soviet communist theory. Keempat teori tersebut mengacu pada satu pengertian pers sebagai pengamat, guru, dan forum yang menyampaikan pandangannya tentang banyak hal yang mengemuka ditengah tengah mesyarakat. Sedangkan McLuhan Pers sebagai the extended man, yaitu yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lain dan peristiwa satu dengan peristiwa lain pada moment yang bersamaan.
Dalam pasal pasal 3 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungsi pers yaitu sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol sosial. Sedangkan Pasal 6 UU Pers Nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:(1)