Ibu Kota untuk Kemanfaatan dan Mengembalikan Kejayaan Surabaya

Oleh : Djoko Tetuko, Pemimpin Redaksi Wartatransparansi

Ibu Kota untuk Kemanfaatan dan Mengembalikan Kejayaan Surabaya

Refleksi HJKS ke 728 (4)

Perubahan Surabaya juga sscara profssional berdasarkan faktor perubahan peta karena pengaruh kekuasaan sesuai kebijakan penguasa. Dan inilah peta agak modern di zaman penjajahan.

Surabaya ketika itu masih menjadi ibu kota Karesidenan, kemudian perkembangan waktu dan menjadi pusat keramaian berubah menjadi ibu kota provinsi.

Peta Surabaya dari buku panduan perjalanan dari Inggris tahun 1897. Kemudian Kawasan Jembatan Merah sekitar tahun 1920-an.

Rumah warga Belanda di sepanjang sungai Surabaya.
Pada masa Hindia Belanda, Surabaya berstatus sebagai ibu kota Karesidenan Surabaya, yang wilayahnya juga mencakup daerah yang kini wilayah Kabupaten Gresik; Sidoarjo; Mojokerto; dan Jombang.

Pada tahun 1905, Surabaya mendapat status kotamadya (gemeente). Pada tahun 1926, Surabaya ditetapkan sebagai ibu kota provinsi Jawa Timur. Sejak saat itu Surabaya berkembang menjadi kota modern terbesar kedua di Hindia Belanda setelah Batavia.

Sebelum tahun 1900, pusat kota Surabaya hanya berkisar di sekitar Jembatan Merah saja. Pada tahun 1910, fasilitas pelabuhan modern dibangun di Surabaya, yang kini dikenal dengan nama Pelabuhan Tanjung Perak. Sampai tahun 1920-an, tumbuh permukiman baru seperti daerah Darmo; Gubeng; Sawahan; dan Ketabang.