Oleh : Dr.H.M.Luthfi Husni, S.H,M.Hum
Asy-Shiyam merupakan jurus jitu untuk mengasah jiwa dan mengendalikan hawa nafsu. Manusia tidak akan mampu mengemban tugasnya sebagai hamba Allah sebelum ia berhasil mengendalikan nafsu. Seseorang akan mudah melakukan pelanggaran terhadap larangan Allah ketika ia diperbudak hawa nafsunya.
Rasululllah Saw bersabda bahwa asy-shiyam adalah junnah-perisai. Bagi pasukan di medan tempur perisai ini berfungsi melindungi bagi yang empunya dan menahan serangan senjata lawan. Ada dua macam lawan atau musuh yang menyerang. Eksternal, musuh dari luar berupa godaan-godaan yang mendorong orang berperilaku negatif. satu lagi, internal– musuh dari dalam- adalah hawa nafsu yang harus di taklukan. Keduanya musuh dari dalam maupun dari luar dapat ditanggulangi dengan perisai puasa ini.
Setelah menjalani pelatihan dalam madrasah Ramadhan, seseorang mukmin akan meningkat keimanannya dan diterima taubatannya. Keyakinan bahwa dosa dosanya telah terampuni membuat seseorang makin percaya diri dalam menapak tangga-tangga pendakian menuju kehidupan yang lebih baik atas ridho Allah.
Kembali ke fitrah menjadi tonggak baru bagi seseorang untuk bangkit. Pengalaman lama yang buruk telah dihapus. Kini lembaran baru siap diukir dengan tinta emas. Hatinya gembira karena taubatnya diterima. Mereka merasakan kebahagiaan di hari fitri. Sebagaimana janji Allah bahwa orang yang berpuasa akan memetik kegembiraannya pertama ketika berbuka dan kedua ketika bertemu dengan Allah SWT kelak di akhirat.
Idul fitri, kembali kepada fitrah. Fitrah yang bermakna asal kejadian juga mempunyai arti potensi diri yang dibawa sejak lahir. Potensi dasar ini meliputi keimanan atau fitrah beragama. Pada dasarnya semua orang mempunyai kecenderungan mempercayai adanya sang pencipta. Bila orang menyatakan tidak percaya pada tuhan atau atheis sebenarnya orang tersebut mengingkari fitrahnya sendiri.
Potensi lainnya adalah akal potensi yang menjadi akar kecerdasan ini membedakan antara makhluk yang bernama manusia dengan lainnya. Secara fisik manusia serupa dengan binatang. Yang membedakannya adalah akalnya. Sehingga ada yang mengatakan AL-Insanu hayawanunnathiq- manusia adalah binatang yang berakal.
Maka agamapun diperuntukkan bagi orang-orang yang berakal secara sempurna. Bagi orang yang tidak sempurna akalnya, misalnya gangguan jiwa atau orang yang sedang tidur, maka ia bebas dari tuntutan hukum (syariat). Termasuk dalam ruang lingkup potensi ini adalah talenta lainnya atau yang lazim disebut dengan multiple intelligences.
Lebih lanjut, termasuk kedalam fitrah pula adalah dorongan ingin tahu sesuatu (curiosity), kesukaan terhadap hal-hal yang indah, keinginan memiliki harta, meraih kedudukan yang tinggi dan mencintai lawan jenis.
Islam adalah agama yang datang untuk melindungi fitrah manusia. Dalam konsep Maqashidusy-syari’ah terhadap lima hal (fitrah manusia). Kelima hal itu adalah agama, akal, jiwa, harta, dan keturunan. Dalam istilah agama kelima tersebut meliputi hifdzu al-din, hifdzu al-aql, hifdzu al-nafs, hifdzu al maql dan hifdzu al-nasl. Konsep ini kita jadikan acuan dalam HAM versi islam.
Dengan demikian kembali kefitrah, berarti menjadikan potensi dasar ini sebagai modal untuk pengembangan diri menjadi insan berkualitas baik secara fisik, pisikhis, maupun spiritual. Mereka inilah yang berhasil memperoleh derajat taqwa. (*)