Takbir Keliling Malam Idul Fitri Dilarang

Takbir Keliling Malam Idul Fitri Dilarang
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, takbir keliling dilarang karena berpotensi menimbulkan kerumunan.

JAKARTA (WartaTransparansi.com) – Bayang-bayang pandemi Covid-19 di tanah air,  menjadi alasan pemerintah untuk kembali memberlakukan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala Mikro. Imbasnya, takbir keliling di malam Idul Fitri 1442 H pun dilarang.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, keputusan ini diambil karena takbir keliling yang berpotensi menimbulkan kerumunan.

“Malam takbir Idul Fitri nanti kita tahu bahwa takbiran ini jika dilakukan secara yang sudah dari beberapa daerah, dengan cara berkeliling ini akan berpotensi menimbulkan kerumunan-kerumunan, dan ini artinya membuka peluang untuk penularan Covid-19,” kata Menteri Agama Yaqut, Senin (19/4/2021).

“Oleh karena itu, kami juga memberikan pembatasan terhadap kegiatan takbir ini, takbir keliling kita tidak perkenankan,” tambahnya.

Yaqut juga menekankan, pelarangan takbir keliling bukan berarti melarang masyarakat untuk bertakbir di malam tersebut.

Menurutnya, malam takbiran dapat diisi dengan bertakbir dari dalam masjid, mushola dengan kapasitas 50 persen, atau dari kediaman masing-masing.

“Silakan takbir dilakukan di dalam masjid, atau mushola, supaya sekali lagi menjaga kita semua. Kesehatan kita semua dari penularan Covid-19. Itupun tetap dengan pembatasan 50 persen dari kapasitas masjid atau mushoola,” jelasnya.

Yaqut pun memberi penjelasan lebih lanjut perihal larangan mudik Lebaran tahun ini. Menurut Yaqut, mudik adalah sunnah hukumnya, sementara itu, menjaga kesehatan wajib hukumnya.

“Karena kita memiliki dasar mudik itu paling banter hukumnya adalah sunnah. Sementara, menjaga kesehatan diri kita, menjaga kesehatan keluarga, menjaga kesehatan lingkungan kita itu adalah wajib. Jadi, jangan sampai apa yang wajib itu digugurkan oleh yang sunnah atau mengejar sunnah tapi meninggalkan wajib. Itu tidak ada dalam tuntutan agama,” paparnya.

Yaqut menerangkan bahwa larangan mudik diberlakukan untuk semua, demi menjaga keselamatan dan kesehatan warga.

“Jadi, larangan mudik ini lebih ditekankan karena kita semua, pemerintah terutama ini ingin melindungi diri kita dan seluruh warga negara ini agar terjaga dari penularan Covid-19,” terangnya.

Adapun untuk ibadah salat tarawih dan itikaf selama bulan suci Ramadhan diperbolehkan. Namun, Yaqut mengatakan, ibadah sunnah di masjid diizinkan dengan sejumlah syarat.

“Ibadah-ibadah sunnah di bulan Ramadhan, seperti salat tarawih, itikaf diperbolehkan. Tapi dengan pembatasan 50% dari kapasitas masjid atau musala, itupun hanya bisa dilakukan di zona hijau dan zona kuning. Untuk merah dan orange, tetap kita tidak memberikan kelonggaran untuk zona merah dan orange,” ungkapnya.

“Artinya sekali lagi bahwa dalil mendahulukan keselamatan itu adalah wajib harus lebih diutamakan daripada mengejar ke sunnahan yang lain,” tuturnya.

Menurut Yaqut, dengan berikhtiar bersama, maka pandemi Covid-19 dapat diatasi. Yaqut pun menegaskan, mendahulukan ibadah yang bersifat wajib tidak akan mengurangi pahala umat muslim di bulan Ramadhan.

“Saya kira dengan kita bersabar ini Allah akan memberi jalan atau hasil yang terbaik untuk kita semua dan bangsa dan negara,” jelasnya.

“Dan insyaAllah ikhtiar bersama pemerintah dan masyarakat, bersama-sama kita melakukan aksi kolaboratif untuk menangani pandemi covid ini saya kira pandemi Covid-19 akan segera berlalu dan insyaAllah kita juga tidak akan kehilangan pahala apapun tidak akan kehilangan pahala sedikitpun jika kita mendahulukan yang wajib daripada mendahulukan yang sunnah,” tukasnya. (wt)