Oleh : Djoko Tetuko – Pemimpin Redaksi WartaTransparansi.com
Situasi dan kondisi masa pandemi Covid-19, dengan beberapa program pemerintah pusat kepada masyarakat desa, baik melalui bantuan sosial (berupa beras maupun uang), juga ada Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Program prioritas bagian dari dari upaya Pemulihan Ekonomi Nasional, ternyata banyak dimanfaatkan petugas di desa melakukan penyelewengan, dengan mendata warga tidak sesuai dengan persyaratan.
Salah satu kasus penyelewengan beras bantuan sosial (bansos) oleh kepala kampung di Kabupaten Way Kanan, Lampung, menjadi perhatian Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, agar seluruh petugas desa dan perangkat desa tidak berniat menyelewengkan bansos maupun BLT dalam berbagai modus.
Pemerintah menetapkan sejumlah syarat bagi masyarakat untuk mendapatkan bantuan sosial tersebut. Di antaranya adalah:
(1). Calon penerima merupakan masyarakat yang masuk dalam pendataan RT/RW dan berada di desa.
(2). Calon penerima adalah mereka yang kehilangan mata pencarian di tengah pandemi corona.
(3). Calon penerima tidak terdaftar sebagai penerima bantuan sosial (bansos) lain dari pemerintah pusat. Artinya, calon penerima BLT dari Dana Desa tidak menerima Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Paket Sembako, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) hingga Kartu Prakerja.
(4). Jika calon penerima tidak mendapatkan bansos dari program lain, tetapi belum terdaftar oleh RT/RW, maka bisa mengomunikasikannya ke aparat desa.
Diketahui, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/PMK.07/2020 tentang Perubahan Kedua atas 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa.
Melalui PMK mengubah besaran anggaran dan waktu penerimaan. Jadi total BLT yang sebelumnya sebesar Rp 1,8 juta per keluarga penerima manfaat (KPM), mengalami peningkatan menjadi Rp 2,7 juta/KPM. Sedangkan masa waktunya dari 3 bulan menjadi 6 bulan.