Surabaya (MT) – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jatim dinilai masih terkendali, bahkan cenderung turun. ungkap Benny Sampir Wanto, Kepala Biro Humas Pemprov Jatim, Kamis (9/2)
Namun kewaspadaan masyarakat terhadap DBD perlu ditingkatkan karena keterlambatan penanganan penyakit ini bisa berakibat fatal.
“Data bulan Januari selama lima tahun terakhir, trend kasu DBD cenderung turun. Selain itu, bulan Januari 2017, tidak ada laporan terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa),” ujarnya menjawab KoranTranasparansi di ruang kerjanya Kantor Gubernur Jatim, Jalan Pahlawan 110 Surabaya.
Pada Januari 2013 jumlah penderita DBD di Jatim yang tercatat di Dinkes Jatim sebanyak 17.230 orang, Januari 2014 sebanyak 9.445 orang. Sementara itu, Januari 2015 terjadi kenaikan cukup tinggi pada jumlah penderita DBD di Jatim sebanyak 21.266 orang, sehingga ditetapkan sebagai KLB.
Pada Januari 2016 lalu, lanjutnya, jumlah penderita kembali turun menjadi 3.590 orang. Sementara itu, pada bulan Januari 2017, kasus DBD di Jatim sebanyak 410 penderita. Dari jumlah tsb jumlah penderita meninggal sebanyak lima orang.
Dijelaskan, data ini sendiri baru berasal dari 19 kab/kota. “Kab/kota lain belum melaporkan karena sampai saat ini masih dilakukan verifikasi data,” kata Benny.
Dari kab/kota yang sudah melaporkan tersebut, tiga daerah dengan jumlah penderita DBD terbanyak adalah Kab. Bondowoso sebanyak 69 kasus, Kab. Probolinggo sebanyak 66 kasus, serta Kota Probolinggo sebanyak 36 kasus.
“Sedangkan lima penderita yang meninggal itu berasal dari Batu, Bondowoso, Jember, dan Malang,” katanya.
Tahun 2016 lalu, lanjutnya, total jumlah penderita DBD di Jatim sebanyak 24.098 orang, dengan rata-rata 61,9/100.000 penduduk (peringkat ke-16 di Indonesia). Jumlah kematian akibat DBD ini sebanyak 339 orang, atau persentasenya 1,4% dari total penderita.
Daerah dengan kasus DBD tertinggi tahun 2016 adalah Sidoarjo, Pacitan, dan Kab. Malang. Sedangkan daerah dengan jumlah kematian tertinggi karena DBD adalah Sidoarjo, Kab. Pasuruan, dan Kab. Tulungagung.
Benny menambahkan, Dinas Kesehatan Provinsi Jatim terus berupaya melakukan sosialisasi pencegahan DBD. Pertama dengan mengoptimalisasi gerakan “Satu Rumah Satu Jumantik (Juru Pemantau Jentik)” yang dideklarasikan oleh Gubernur Jatim pada peringatan HKN tingkat Provinsi Tahun 2015 lalu.
Kedua, melakukan pendampingan kepada kab/kota yang mengalami peningkatan kasus DBD, meliputi mentoring klinik dan penyelenggaraan Bimtek Penyelidikan Epidemiologi.
Ketiga, dengan mendistribusikan dan menyiapkan stok logistik (insektisida, larvasida), serta peralatan berupa alat fogging serta Alat Pelindung Diri bagi fogger. Juga, melakukan monitoring ketat terhadap jumlah kasus DBD.
Program lain yang cukup berhasil mengurangi adalah kerjasama dengan PKK yang dikomandani Dra. Hj. Nina Soekarwo, M.Si dengan gerakan ‘3M Plus’, yakni menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air dan mengubur barang-barang bekas.
Sementara ‘Plus’ disini berupa langkah pencegahan, seperti menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan, menggunakan obat nyamuk dan menggunakan kelambu saat tidur. Gerakan ini sendiri disosialisasikan sampai dengan dasa wisma. (min/hms)