Surabaya – Pemerintah Kota Surabaya melakukan sosialisasi dan edukasi terkait dampak pemotongan unggas yang selama ini dilakukan di pasar tradisional Kota Surabaya. Langkah itu untuk mencegah penularan penyakit unggas kepada manusia dan pencemaran lingkungan.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya Joestamadji menuturkan, pemkot memiliki dua opsi untuk mencegah pemotongan unggas di pasar tradisional yang kemudian menimbulkan penyakit bagi manusia dan lingkungan.
Pertama, memusatkan pemotongan unggas di satu lokasi dengan membangun Rumah Pemotongan Unggas (RHU). Kedua, pemkot menyediakan daging unggas dalam bentuk karkas, sehingga siap diperjualbelikan di pasar.
“Dua opsi ini masih kita kaji, nanti tergantung opsi mana yang cocok untuk diterapkan,” ujarnya, Rabu (12/12/2018).
Menurut Joes, sapaan akrabnya, penting melakukan pemusatan pemotongan unggas. Sebab, katanya, sudah tertuang dalam Perda Kota Surabaya No 8 tahun 1995 tentang penampungan dan pemotongan unggas pasal 10.
“Setiap pemotongan usaha pemotongan unggas harus dilakukan di dalam rumah pemotongan unggas yang memiliki izin dari kepala daerah,” terangnya.
Selama ini, pihaknya juga melakukan berbagai upaya pencegahan penyakit menular yang disebabkan dari unggas melalui vaknisasi terhadap unggas di beberapa sektor. Sektor 1 dan 2, lanjutnya, masuk dalam skala besar yakni perusahaan ayam kemudian sektor 3 dan 4 meliputi skala menengah dan kecil.
“Khusus di sektor empat, kami sudah melakukan vaknisasi 50 ribu ayam dan burung di bulan April dan oktober 2018,” katanya.
Tidak hanya vaknisasi, Joes mengungkapkan bahwa pihaknya melakukan penyemprotan di kandang ayam serta unggas yang berada di pasar dan kampung-kampung.