Wawancara khusus
Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957 sebagai organisasi independen yang afiliasinya adalah kader Kosgoro, aspirasinya ke Partai Golkar yang kini telah berusia se abad lebih, 54 tahun.
Menarik, dalam Pemilu 2019 mendatang, Pilpres dan Pileg dilakukan secara bersamaan. Akankah sikap politik itu sama, jika pemilihan Pilpres dan Pileg berlangsung bersamaan di tanggal, bulan dan tahun yang sama pula?
Berikut bincang-bincang ringan Drs Yusuf Husni Apt, Ketua PDK Kosgoro 1957 Jatim yang juga Wakil Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Timur dengan wartawan Koran Transparansi-wartatransparansi.com.
Independensi Kosgoro, tak bisa lepas dari Partai Golkar. Ini konsekuensi, karena Kosgoro adalah salah satu pendiri Golkar. Bagaimana kebijakan DPP Golkar untuk memenangkan Pilpres 2019?
Setiap kebijakan partai (DPP), demi kemenangan parpol, itu hukumnya wajib. Semua kader satu semangat, karena system pemilu luber, sama Pilpres dan Pileg. Persoalannnya, Pemilu 2019 dilakukan secara bersamaan, Pilpres dan Pileg. Sehingga secara logika, tidak bisa dilakukan dalam sikap politik yang sama. Kosgoro adalah organisasi independen yang aviliasinya adalah kader Kosgoro, aspirasinya Golkar.
Mengapa tak bisa dilakukan dalam sikap politik yang sama?
Pilpres dan Pileg itu sistemnya luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Golkar sendiri dalam hubungan pilpres, karena kebijakan partai dukung Jokowi-Ma’ruf. Biasanya, terkait dengan kader. Ini bukan kader Golkar. Karena yang di usung bukan kader, saya melihat belum ada jaminan untuk solid memberikan dukungan. Contoh, di sana voting terbuka DPR, itu jelas. Kalau voting tertutup, gak ada jaminan. Ini lembaga politik yang pelaku-pelakunya merupakan representasi kader terbaik parpol. Jadi tak ada jaminan terkait proses dukungan. Itulah realita politik dengan system luber ini. Sehingga Kosgoro harus bisa menangkap aspirasi politik yang berkembang di anggotanya.
Artinya, Kosgoro Jatim lebih fokus pada Pileg?
Sikapnya jelas. Kebijakan untuk Pileg, wajib memenangkan Golkar di Pemilu 2019. Sedangkan pilpres, dari realita politik yang ada di tubuh kader Kosgoro, hukumnya adalah sunah. Pastinya peran politik Kosgoro di Pemilu 2019 adalah memenangkan kader Golkar yang ada di Jatim. Pilpres, secara rasional sangat sulit untuk dijangkau. Karena ini menyangkut beberapa koalisi partai. Kalau kemudian Kosgoro fokus pada Pileg dan bukan Pilpres, karena Pemilu 2019 dilakukan secara bersamaan. Sehingga secara logika tidak bisa dilakukan dalam sikap politik yang sama.
Karena itu, Kosgoro Jatim punya peran sendiri dalam konstelasi politik di tahun Pemilu ini. Tidak mungkin kita bicara Pilpres menang, tapi ternyata mesin partai tidak bisa berjalan. Karena itu, Kosgoro meminta dispensasi pada Golkar untuk bermain dengan cara Kosgoro sendiri. Pileg menang, Pilpres menang, tentu dengan cara Kosgoro. Kosgoro Jatim punya peran strategis dalam Pemilu 2019. Kami punya komitmen melakukan konsolidasi dengan seluruh jajaran di Jatim, baik dalam Pilpres serta membesarkan dan memenangkan Partai Golkar di Pemilu 2019.
Bagaimana dengan perjuangan kader?
Kami punya bidang garapan spesifik, yakni bidang perekonomian dan peningkatan kualitas SDM yang implementasinya dalam bentuk pendidikan. Perekonomian digarap, dunia usaha dari berbagai bidang usaha dan koperasi. Misalnya, Kosgoro sedang menggarap perkebunan tebu seluas 3.000 hektar yang tersebar di Bojonegoto, Tuban, Lamongan, Jombang, Nganjuk, dan Madiun. Dengan sentuhan bidang garapan ini, akan menimbulkan dampak politik yang positif bagi masyarakat sekitar lahan perkebunan tersebut. Ini salah satu contoh peran Kosgoro untuk meningkatkan elektabilitas partai Golkar.
Pun dalam konsolidasi, sudah berjalan di 38 kabupaten/kota, dan punya badan dan lembaga. Yakni, Gerakan Perempuan Kosgoro, Himpunan Mahasiswa Kosgoro, Barisan Muda Kosgoro, Himpunan Pengusaha Kosgoro, LBH Kosgoro. Semua bergerak sesuai bidangnya, dan bukan ke politik. Namun, semua pada akhirnya berdampak politik.
Tentang kader Kosgoro yang nyaleg?
Kosgoro punya kepentingan besar untuk bisa mewarnai. Dalam praktik politik praktis, sudah menyiapkan kader dengan jumlah besar. Yakni, untuk Caleg Provinsi 33 orang, dan caleg di kabupaten/kota sebanyak 205 orang. Dengan harapan, Kosgoro mampu mewarnai perilaku politik partai Golkar. Mewarnai, menjaga marwah partai Golkar. Ini bentuk konsekuensi politik sebagai salah satu pendiri Golkar.
Bagaimana kualitas demokrasi saat ini?
Saya melihat, tingkat partisipasi politik semakin rendah. Kenapa? Karena rakyat belum bahkan tidak memahami bahwa dia pemilik kekuasaan dan kekayaan. Rakyat itu pemilik kekuasaan dan kekayaanj di alam Negara demokrasi. Dan dalam pemilu, itu penawaran parpol kepada rakyat untuk memilih calon yang bakal mengelola pemerintahaan dan kekayaan alamnya. Persoalan muncul, kualitas demokrasi Indonesia dan pemilu sebelum-sebelumnya bukannya meningkat, tapi malah menurun. Padahal, dalam Pemilu rakyat akan mengerahkan tiga kekayaannya di APBD dari kabupaten/kota, provinsi, dan pusat.
Dengan alasan inilah, Kosgoro akan mempertahankan eksistensi untuk Partai Golkar di hadapan rakyat. Tentunya dengan mengerahkan segala potensi yang ada. Kembali, bahwa Kosgoro sebagai salah satu pendiri Partai Golkar, Kosgoro juga punya tugas untuk menjaga eksistensi partai Golkar, sekaligus memenangkan Golkar di Pileg dan Pilpres 2019. (wetly ha aljufri)