Hukrim  

Ancaman Putusan Kontroversial Kembali Bayangi PN Surabaya

Ancaman Putusan Kontroversial Kembali Bayangi PN Surabaya

SURABAYA (WartaTransparansi.com) — Setelah sempat memulihkan citra lewat koreksi Mahkamah Agung terhadap perkara Ronald Tannur, Pengadilan Negeri Surabaya kembali terjebak dalam sorotan tajam. Kali ini, perkara perdata Nomor 710/Pdt.G/2024/PN Sby menimbulkan kekhawatiran akan potensi terulangnya putusan janggal yang bisa mencederai keadilan substantif.

Tan Lidyawati Gunawan, seorang ibu dan nenek, menggugat menantu serta cucunya sendiri. Ia mengklaim telah menitipkan barang-barang berharga seperti uang, sertifikat, dan mobil, kepada mereka. Namun, gugatan ini bukan hanya menyinggung persoalan keluarga. Lebih dari itu, ia menyoroti masalah mendasar dalam hukum perdata: pembuktian.

Tim kuasa hukum Para Tergugat menyebut tidak ada bukti otentik yang menunjukkan bahwa barang-barang itu benar-benar diserahkan. Padahal, menurut Pasal 1697 KUHPerdata, sebuah perjanjian penitipan hanya sah jika ada penyerahan fisik objek yang dititipkan.

“Ini bukan soal emosional, ini soal hukum. Dalam hukum perdata, tak cukup hanya klaim. Harus dibuktikan secara konkret bahwa objek telah diserahkan, karena perjanjian penitipan adalah perjanjian riil, bukan konsensuil,” tegas Xavier Nugraha, S.H., pengacara Para Tergugat. Ia juga mengutip pendapat ahli hukum Dr. Dr. Lintang Yudhantaka, S.H., M.H. yang telah memberikan kesaksian dalam persidangan.

Pernyataan mengejutkan datang dari salah satu tergugat, Ng. Winaju. Ia menduga ada pihak luar yang memengaruhi ibunya menggugat. “Saya percaya mama mertua saya tidak sepenuhnya memahami gugatan ini. Bahkan saat saya tanyakan langsung, seingat saya beliau sempat bilang akan meminta anak-anaknya mencabut gugatan,” ungkapnya.

Kesaksian ini menambah dimensi baru dalam perkara. Bukan hanya soal hukum, tapi juga potensi manipulasi dan konflik internal yang bisa merusak substansi gugatan.