SURABAYA – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyoroti maraknya rumah kos yang tidak terdata dan berpotensi menimbulkan permasalahan sosial. Meminta camat bekerja sama dengan RT dan RW untuk mendata seluruh penghuni kos-kosan di wilayah masing-masing.
“Makanya tugas camat sekarang ini mengajak RT/RW mendorong warga pemilik kos untuk mendaftarkan kos-kosan, nama orang yang indekos harus terdaftar. Karena kita melindungi warga Surabaya, bukan untuk kepentingan kita,” terangnya.
Menurutnya, langkah penertiban usaha rumah kos ini untuk melindungi warga Surabaya sekaligus mencegah kejadian yang tidak diinginkan. Misalnya, ketika ada pelaku kejahatan yang tinggal di rumah kos dan pindah, maka data orang tersebut bisa dilakukan pencarian.
“Kalau ada kejadian yang tidak diinginkan, dan ternyata orang yang kos pindah, kita masih bisa mencari datanya. Tapi kalau pemilik kos tidak melaporkan penghuninya, lalu ada kejadian yang tidak diinginkan, maka kita mau gimana?,” tegas dia.
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa izin kos-kosan harus sesuai aturan. Kost harian, misalnya, memiliki izin yang berbeda dengan kos bulanan. Jika ada rumah yang disekat-sekat dan dijadikan kost harian tanpa izin, camat dan lurah harus bertindak tegas.
“Saya tekankan, kalau kos itu bulanan, bukan harian. Kalau kos harian itu izinnya beda, apa homestay atau losmen, tidak boleh di lingkungan masyarakat. Saya masih melihat ada rumah-rumah yang dipetak-petak dibuat kost harian, tapi sampean (camat) diam saja,” katanya
Selain itu, Eri kembali mengingatkan kepada semua terkait inovasi dan komitmen dalam menangani berbagai permasalahan warga.
Camat, kata Eri, harus mampu memanfaatkan data yang telah disediakan oleh Pemkot Surabaya. Data tersebut mencakup informasi mengenai warga miskin, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), balita stunting hingga usia produktif masyarakat yang belum bekerja.
“Dari situ bisa terlihat data warga miskin, tingkat kemiskinan terbuka, hingga umur ekonomis warga yang belum bekerja. Tugas camat adalah memastikan langkah-langkah konkrit untuk menangani permasalahan tersebut,” katanya.
Eri juga menekankan pentingnya sinergi program yang padat karya dengan aset yang ada di setiap wilayah kecamatan. Misalnya, camat dapat memanfaatkan aset atau lahan pemkot untuk program pemberdayaan ekonomi warga.
“Sehingga jika ada orang-orang yang membutuhkan, bisa memanfaatkan aset di sekitar sampean (anda). Atau seperti di Asemrowo, berkolaborasi dengan perusahaan yang ada di sekitar sana,” jelasnya.
Ditegaskan pula bahwa setiap camat harus menyelesaikan permasalahan di wilayahnya secara mandiri. Jika permasalahan sampai diselesaikan oleh wali kota atau wakil wali kota, maka hal itu dianggap sebagai kegagalan camat dalam menjalankannya.
“Kalau ada masalah di wilayah, dan yang turun langsung saya atau wakil wali kota, berarti itu kegagalan seorang camat. Jika ada warga yang lebih memilih melapor ke saya atau wakil wali kota, itu tandanya mereka tidak percaya pada camatnya,” tegasnya.
Untuk itu, Eri mendorong setiap camat harus bisa mencari solusi jika ada masalah di wilayah. Nah, jika camat tidak mampu menyelesaikannya, ia meminta agar segera melaporkan ke wali kota atau wakil wali kota.
Untuk memastikan efektivitas koordinasi, Eri meminta setiap kecamatan dan kelurahan memiliki sistem pengaduan yang dapat menampung keluhan warga. Namun, ia juga menggarisbawahi pentingnya memilah setiap laporan yang masuk. (*)