Oleh : Muries Subiyantoro
Penggagas Logo pori
(Local Government and Political Research Institute) Magetan
Publik Magetan esok hari 24 Februari 2025 akan segera mengetahui hasil sidang Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilkada Magetan yang akan dibacakan oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Apakah hasil sidang besok tidak akan ada Pemungutan Suara Ulang (PSU) atau akan ada Pemungutan Suara Ulang sesuai yang diperintahkan oleh Majelis Hakim MK atau malah ada putusan yang sifatnya Ultra Petita, publik segera menanti hasilnya dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Terlepas apapun hasil Putusan Majelis Hakim MK pada PHP Pilkada Magetan 2024 nanti, satu hal yang pasti bahwa Bupati dan Wakil Bupati terpilih adalah pemimpin yang memiliki kekuatan politik “minoritas”. Hal ini bisa terjadi karena kemenangan yang diperolehnya di bawah angka 40%, dan fenomena politik ini menjadi catatan sejarah yang baru terjadi, dimana pada hasil-hasil Pilkada Magetan sebelumnya sejak 2008, 2013, dan 2018 pemenangnya selalu diatas angka 40%.
Di satu sisi, fenomena Bupati terpilih dengan kekuatan politik “minoritas” ini sangat unik karena sebenarnya kekuatan politik ketiga kandidat Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah hampir berimbang, sama dan merata. Namun, di sisi lain fakta politik yang terjadi kali ini menjadi menarik untuk di kaji dan di analisis dari berbagai sudut pandang, sekaligus sebagai diskursus kepada publik akan hal-hal yang perlu menjadi perhatian dari “minoritas”nya kekuatan politik Bupati baru terpilih.
Kemenangan Bupati terpilih kali ini mencerminkan ketatnya persaingan, sekaligus kemenangan tipisnya akan menghadirkan tantangan besar terkait legitimasi politik. Bupati terpilih nanti harus benar-benar bisa mempunyai kemampuan dan kepiawaian dalam membangun legitimasi politik. Hal ini penting menjadi perhatian, karena legitimasi merupakan dukungan masyarakat terhadap sistem politik, atau dalam arti sempitnya, pemerintah yang berwenang. Dan legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral pemimpin untuk memerintah, membuat dan melaksanakan keputusan politik. Lantas, bagaimana legitimasi politik itu bisa dibangun dengan baik apabila legitimasi yang didapatnya adalah legitimasi yang “minoritas”?
Hal utama dan pertama yang harus menjadi perhatian dan fokus serius Bupati terpilih nanti adalah memiliki pemahaman dan kesadaran akan pentingnya legitimasi politik pada pemerintahan daerah yang dipimpinnya. Mengapa legitimasi politik ini penting menjadi kesadaran dari pemerintahan daerah yang baru? Karena dengan adanya legitimasi politik akan bisa mendatangkan kestabilan politik dan membuka kesempatan bagi pemerintahan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan.
Legitimasi politik tidak hanya bersandar pada sejauhmana kekuatan politik di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mampu mendukung kepemimpinan Bupati terpilih, tetapi yang lebih substansial adalah legitimasi dari masyarakat. Pengakuan dan dukungan masyarakat akan menciptakan pemerintahan yang stabil sehingga pemerintah daerah dapat membuat dan melaksanakan keputusan yang menguntungkan masyarakat.
Dan yang pasti jika Bupati terpilih nanti menyadari akan pentingnya membangun legitimasi politik yang kuat di masyarakat, maka pemerintahan daerah yang dipimpinnya akan lebih mudah mengatasi permasalahan dibanding yang kurang mendapatkan legitimasi masyarakat.
Selain itu, Bupati terpilih yang “minoritas” ini jika mampu menyadari akan pengelolaan legitimasi politik masyarakat dengan baik, maka akan bisa membuka kesempatan yang semakin luas kepada pemerintahan daerah yang dipimpinnya untuk memperluas bidang-bidang kesejahteraan yang hendak diatasi, tapi juga meningkatkan kualitas kesejahteraan itu.
Agar Bupati terpilih yang memiliki kekuatan politik “minoritas” ini mampu mendapatkan legitimasi politik masyarakat yang kuat, maka hal yang paling urgen segera dilakukan adalah bagaimana mewujudkan visi, misi, dan janji-janji politik yang telah disampaikan kepada publik untuk segera diwujudkan. Persoalan kebutuhan dasar masyarakat, fasilitas dan mutu bidang kesehatan dan bidang pendidikan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, sarana produksi pertanian dan sebagainya harus segera direalisasikan.
Tantangan ini memang tidak mudah di tengah persoalan munculnya efisiensi anggaran dan modal atau biaya politik hasil Pilkada Serentak yang sangat mahal. Seharusnya Bupati terpilih nanti setidaknya tidak akan bisa tidur nyenyak dalam kurun waktu lima tahun mendatang, karena harus memikirkan kesejahteraan masyarakat Magetan. Karena jika Bupati terpilih nanti abai terhadap pentingnya legitimasi politik rakyat, maka esensinya Suara Rakyat adalah Suara Tuhan. Dan semesta jika sudah bergerak sesuai hukum alamnya, tinggal menunggu waktunya. Selamat bekerja, semoga amanah dan berkah! (*)