Penasehat Khusus Presiden Dikukuhkan Sebagai Guru Besar UM

Penasehat Khusus Presiden Dikukuhkan Sebagai Guru Besar UM

MALANG (Wartatransparansi.com) – Prof Dr Muhadjir Effendy M.AP, penasehat Khusus Presiden untuk Urusan Haji dikukuhkan sebagai guru besar ilmu sosiologi pendidikan luar sekolah Universitas Negeri Malang (UM) dalam Sidang Senat Terbuka UM di Graha Cakrawala, Kamis (13/2/2024).

Sidang pengukuhan dipimpin Rektor UM Prof Dr Haryono. Hadir dalam acara itu antara lain Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Dr Abdul Mu’thi, Menteri Agama Prof Dr Nazaruddin Umar, Menteri Desa Yandri Susanto, Wakil Menteri Dikti Sains dan Ristek Prof Dr Fauzan, Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haerdar Nashir, mantan Mendikbudristek Prof Dr Moh. Nuh.

Anak nomor enam dari sembilan bersaudara putra pasangan Guru Soeroya dengan Hj. Sri Subitah yang lahir di Madiun, 29 Juli 1956 ini sebenarnya diangkat menjadi guru besar (profesor) pada tahun 2014. Tapi karena kesiibukannya sebagai menteri, baru hari ini digelar pengukuhannya. Dia satu-satunya menteri dalam sejarah UM.

Muhadjir yang juga mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) empat periode ini, menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2016 – 2019. Kemudian menjadi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) pada Kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin 2019-2024.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini menyampaikan pidato pengukuhan berjudul, “Pendidikan sebagai Pilar Pembangunan Manusia Menuju Indonesia Emas 2045 Dari Refleksi Empiris ke Konseptualisasi Teortis”.

Pidatonya tidak berpretensi ilmiah-teoritis, tetapi lebih banyak berkaitan dengan aspek implementatif kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan Pendidikan dan pembangunan sumberdaya manusia.
“Karena itu pengalaman sebagai pengambil kebijakan negara dalam bidang Pendidikan banyak mewarnai pidato saya,” katanya.

Ayah tiga anak buah pernikahannya dengan Dr Suryan Widati ini mengatakan bahwa pembangunan sumberdaya manusia unggul merupakan sebuah proses yang komprehensif dan banyak faktor dan stakeholder yang terlibat, sehingga tidak mungkin dijalankan secara sendiri-sendiri, parsial. “Lebih-lebih dengan pola kotradiktif dan antagonistik. (ANO)