Hukrim  

Sidang Ivan Sugiamto: Klaim Perdamaian vs Dakwaan yang Tetap Berjalan

Sidang Ivan Sugiamto: Klaim Perdamaian vs Dakwaan yang Tetap Berjalan

SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Sidang kasus perundungan yang menyeret nama Ivan Sugiamto, seorang tukang servis handphone, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Sidang kali ini mengagendakan pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa, yang mempertanyakan keabsahan dakwaan jaksa.

Ivan didakwa atas dugaan perundungan terhadap siswa dan guru SMA Kristen Gloria 2 Surabaya. Namun, pengacaranya, Billy Handiwiyanto, menegaskan bahwa kasus ini seharusnya tidak berlanjut karena sudah ada perdamaian antara Ivan dan keluarga korban.

“Setahu saya, surat perdamaian tersebut belum dicabut,” kata Billy dalam sidang.

Namun, jaksa penuntut umum (JPU) tetap melanjutkan perkara ini dengan dakwaan bahwa Ivan tidak hanya merundung siswa berinisial EN, tetapi juga menghina seorang guru, Lasarus Setyo Pamungkas, dengan sebutan yang tidak pantas.

Kronologi Kasus: Dari Konflik di Sekolah Hingga Meja Hijau

Kasus ini bermula dari perselisihan antara anak Ivan, EX, dengan seorang siswa bernama EN. Ivan merasa tidak terima setelah EN diduga menyebut anaknya sebagai “anjing pudel”.

Pada 21 Oktober 2024, Ivan bersama rekannya Dave mendatangi SMA Kristen Gloria 2 Surabaya untuk mencari EN. Sesampainya di sekolah, ia meminta EN meminta maaf, bersujud, dan menggonggong sebanyak tiga kali di hadapan kedua orangtuanya serta beberapa saksi lainnya.

Saat ayah EN, Wardanto, mencoba menghentikan tindakan tersebut, Ivan diduga melakukan intimidasi dengan mendekatkan tubuhnya ke arah Wardanto. Kejadian itu membuat situasi semakin memanas hingga pihak sekolah dan petugas keamanan melerai mereka.

Menurut JPU, kepala sekolah sudah mencoba memediasi, tetapi Ivan tetap bersikeras agar EN meminta maaf dengan cara yang ia tentukan. Kondisi ini membuat orangtua EN merasa terpaksa menyuruh anaknya menuruti perintah Ivan.

Dampak Psikologis Korban: Trauma yang Berkelanjutan

Peristiwa ini tidak hanya berhenti di situ. Menurut hasil pemeriksaan psikologis forensik di RS Bhayangkara Surabaya, EN mengalami trauma berat akibat kejadian tersebut.

“Pada diri anak (EN) saat ini tampak adanya manifestasi klinis secara psikologis, yakni munculnya symptom anxiety atau kecemasan, depresi, dan post-traumatic stress disorder (PTSD),” ungkap jaksa Widnyana dalam sidang.

Kondisi ini membuat EN mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari, termasuk dalam proses belajar di sekolah.

Eksepsi Pihak Terdakwa: Menyoal Dakwaan Jaksa

Dalam eksepsinya, pengacara Ivan, Billy Handiwiyanto, menilai bahwa dakwaan jaksa memiliki kelemahan formil.

Billy mempertanyakan dakwaan yang menyebut Ivan melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, padahal dalam surat dakwaan tidak dijelaskan bentuk ancaman yang dimaksud.

“Di dalam dakwaan, hanya disebutkan bahwa Ivan menyuruh bersujud dan menggonggong, tetapi tidak dijelaskan apa yang akan dilakukan jika perintah tersebut tidak dipatuhi,” jelasnya.

Dengan argumen ini, pihak terdakwa meminta Majelis Hakim untuk menyatakan bahwa dakwaan JPU tidak dapat diterima.

Jaksa: Profesi Ivan Bukan Faktor dalam Kasus Ini

Menariknya, dalam persidangan, muncul pernyataan dari JPU Galih Riana Putra Intaran yang menegaskan bahwa profesi Ivan sebagai tukang servis HP tidak ada kaitannya dengan kasus ini.

“Iya, benar. Saat diperiksa, dia memang mengaku sebagai tukang servis handphone,” kata Galih seusai sidang.

Pernyataan ini menjawab berbagai spekulasi yang sempat muncul di media sosial, di mana beberapa pihak mempertanyakan latar belakang Ivan dalam kaitannya dengan kasus ini.

Ivan Sugiamto dan Tantangan Hukum yang Dihadapinya

Ivan didakwa dengan Pasal 80 ayat 1 jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 335 ayat 1 ke-1 KUHP karena dugaan penghinaan terhadap guru Lasarus Setyo Pamungkas.

Kasus ini masih akan berlanjut di pengadilan, dengan Majelis Hakim yang akan menentukan apakah eksepsi dari pihak Ivan bisa diterima atau tidak.

Kesimpulan: Perdamaian vs Proses Hukum

Kasus Ivan Sugiamto menarik perhatian publik karena melibatkan aspek perundungan, tekanan sosial, dan dampak psikologis terhadap anak-anak di lingkungan sekolah.

Meskipun pihak terdakwa mengklaim sudah ada perdamaian, proses hukum tetap berjalan karena ada unsur lain yang turut dipertimbangkan, termasuk dampak psikologis yang dialami korban.

Dengan perkembangan terbaru di pengadilan, publik kini menunggu bagaimana Majelis Hakim akan menanggapi eksepsi dari pihak terdakwa. Apakah dakwaan akan tetap berjalan atau justru dibatalkan?

Jawabannya akan terungkap dalam sidang berikutnya. (u’ud)