Ekbis  

Bahlil Jelaskan Asal Usul Lahir Kebijakan Pengecer LPG 3 Kg Dihapus

Bahlil Jelaskan Asal Usul Lahir Kebijakan Pengecer LPG 3 Kg Dihapus

JAKARTA (Wartatransparansi.com) – Pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan yang penuh kontroversi di publik, yakni terkait dilarangnya penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) bersubsidi tabung 3 kilo gram (kg) melalui pengecer per 1 Februari 2025.

Kurangnya sosialisasi atas kebijakan ini alhasil menimbulkan kekhawatiran warga atas ketersediaan LPG bersubsidi tersebut. Imbasnya, antrean panjang di agen maupun pangkalan resmi LPG Pertamina mulai terlihat sejak Sabtu, 1 Februari 2025 lalu. Antrean panjang juga masih terlihat hingga Selasa pagi (04/02/2025).

Kondisi ini pun terpantau sampai Istana Negara. Presiden Prabowo Subianto akhirnya memerintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk mengaktifkan kembali pengecer-pengecer LPG 3 kg.

“Atas arahan Bapak Presiden, yang pertama adalah semua supplier yang ada, kita fungsikan mereka per hari ini. Mulai menjadi sub-pangkalan. Tujuannya apa? Mereka ini akan kita fasilitasi dengan IT. Supaya siapa yang beli, berapa jumlahnya, berapa harganya itu betul-betul terkontrol. Supaya niat-niat dari oknum-oknum yang tidak sesuai dengan arah tujuan dari para subsidi ini tidak lagi terjadi,” ungkap Bahlil saat meninjau pangkalan LPG 3 kg di Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (4/2/2025).

“Jadi mulai hari ini, sebagaimana diberitakan CNBCIndonesia. pengecer-pengecer seluruh Indonesia kembali aktif dengan nama sub-pangkalan. Nanti Pertamina dengan ESDM akan membekali mereka sistem aplikasi dan proses mereka menjadi sub-pangkalan tidak dikenakan biaya apapun,” ujarnya.

Meski akhirnya pengecer sudah diaktifkan lagi dan diganti nama menjadi sub pangkalan, Bahlil pun menjelaskan asal mula mengapa pihaknya sempat mengeluarkan kebijakan larangan distribusi LPG 3 kg melalui pengecer.

“Pertama tujuannya ini adalah untuk melakukan penataan terhadap proses penjualan LPG,” ungkap Bahlil.

“Kenapa? Saya jujur mengatakan subsidi LPG kita ini satu tahun Rp 87 triliun. Harga di tingkat masyarakat harusnya per kilogram tidak lebih dari Rp. 5.000, Artinya satu tabung itu harusnya cuma Rp 15.000 karena subsidi negara per tabung itu Rp. 36.000,” paparnya.

Namun demikian, dirinya menerima laporan bahwa LPG 3 kg yang dijual di tingkat masyarakat sudah mencapai Rp 25.000 per tabung.

“Artinya, kalau Rp 25.000 kan berarti subsidi kita berpotensi besar untuk tidak tepat sasaran. Maka kemudian kita tata agar belinya itu di pangkalan,” ujarnya.

“Kenapa di pangkalan? Pertamina itu menyuplai itu dari Pertamina langsung ke agen. Agen-pangkalan. Ini masih bisa kita kontrol siapa yang beli, harganya berapa masih bisa. Tadi di sini kan Rp. 16.000, berarti kan naik Rp. 1.000,” ucapnya.

Kalau dari pangkalan ke pengecer, lanjutnya, pengecer ini yang tidak bisa Pertamina kontrol berapa harga jual LPG-nya dan siapa saja pembelinya.

“Bahkan, ada sebagian yang dioplos untuk dijual ke industri. Masa barang subsidi dijual ke industri. Itu lah lahirlah aturan ini,” tandasnya. (ais)