JAKARTA (WartaTransparansi.com) – Dalam refleksi sastra jelang tutup akhir tahun 2024 ini Penyair Pulo Lasman Simanjuntak (63) tetap ‘produktif’ dalam menulis karya puisi atau sajak.
Sepanjang tahun ini (Januari s/d Desember 2024) sebanyak 20 puisi (sajak) telah ditulisnya dengan berbagai tematik yang sangat puitik.
Berikut 13 sajak ditulis Penyair Pulo Lasman Simanjuntak yang merekam berbagai ‘potret’ kehidupan pergumulan sang penyair.
Selain itu sorotan tentang pergulatan- yang juga dialami sebagian masyarakat Indonesia -baik di bidang ekonomi makro dan mikro, sosial, politik, budaya, teologia, dan masih banyak lagi.
Selamat membaca dan Salam Sastra Indonesia..
RUMAH PERSUNGUTAN
-episode kedua-
rumah batu di tubuh kota
di dalamnya telah tumbuh sebilah pisau
untuk memutilasi kesunyian
keluh kesah
dari tingkap-tingkap langit
semoga turun hujan berkat
kini cuaca semakin
berwajah garang
turunkan api belerang
tiap hari hanya ada
satu suara putus asa :
bunuh diri !
rumah batu di kulit-kulit kota
selalu saja menjelma
jadi ratusan persungutan kekal
dilontarkan dari atas ranjang
tanpa ada lagi persetubuhan
lantaran janinnya selalu kelaparan
dahaga di padang kering kerontang
rumah batu tanpa jendela hati
pintunya selalu menuju kematian abadi
karena di sana telah dihuni
perempuan molek
dari tanah het, sidon, dan moab
selalu tawarkan kemurtadan
jadilah sajakku terjebak
tanpa mata dan telinga
hanya terhibur
pada tiga belas penderitaan
para rasul
pasrah ataukah-
berserah
pesan pandita
yang hilang entah kemana
menunggu setia
paket malaikat
dari sorga
Jakarta, Rabu, 13 Maret 2024
KORUPTOR MATA IBLIS
koruptor mata iblis
menatap dan memangsa
setiap tubuh pemangku jabatan pertanian
paling memalukan
bahkan dengan rakus dan buas-
tanpa ampun dan belas kasihan
dipalak semua pintu
tak ada daun jendela
keberingasan luar biasa
karena wajahnya
makin garang
disebar mata uang
sampai ke meja pengadilan
tanpa takut sedikit pun
sampai turun ke tali temali
sumur kematian
malah bau nafasnya
sampai juga ke dalam larik dan bait sajak
mengerikan ini
jenggotnya liar merambat
minta parfum, handphone, tablet, ipad, kacamata, mobil alphard, pin emas, mikrofon, buah durian, gaji buta, rumah dengan beton berlian hingga goyangan penyanyi dangdut tiap malam pentas musik di atas ranjang orang kelaparan
duh,
nama siapa mau menyusul
jadi koruptor mata iblis
kejahatan di ujung
akhir zaman
sudah digenapi kepastian
Jakarta, Senin, 17 Juni 2024
HARI INI
hari ini
menatap matahari pagi
hatiku semakin perih
tercambuk sapu lidi
bergerigi
tajam
menusuk bertubi-tubi
sulit tumbuh
ketika kusebar
benih berduri
yang berbuah
dari kitab suci
hari ini
nafas tanpa roh kasih
diuji batu rohani
berulangkali
digali sampai mati
musibah sampai terkapar
jari-jariku cemas
disiram air keras
padahal hari ini
sudah tertulis
dalam lembaran kertas
hikmat bersama akal budi
yang rajin kubaca
dengan kacamata
kadang tanpa permata
kebenaran selalu terbang
mengguncangkan iman
kesendirian
Jakarta, Kamis 1 Agustus 2024
PEDANG ROH
aku mau datang kepada-Mu
Tuhan semesta alam
membawa sebilah pedang roh
di tangan kanan yang terpenggal
kadang makin sulit penuh pergumulan
menebang pepohonan
di gurun kelaparan
bisakah batu penjuru itu
menolongku jadi roti sajian
untuk ribuan orang
nyaris mati kejang
agar mulutku
yang makin
rajin menyantap firman Tuhan
serta nubuatan akhir zaman
tak lagi terkapar
dalam meditasi kesendirian
Jakarta, Selasa 13 Agustus 2024
RUMAH TANPA AIR MENGALIR
rumah tanpa air mengalir
belum juga berakhir
bahkan kecemasannya
menjelma jadi sebuah sungai
yang meluap air kecemasan
sangat membosankan
dari mana sumber mata airnya, tanyamu
yang sekian abad sebelum masehi
tak pernah menyentuh tubuh musim hujan
kini terkunci sangkar besi
dipecahkan suara anak dinihari
rumah tanpa air mengalir
telah disuguhi darah dan senjata
antara perang timur tengah
tak berkesudahan
sakit nyeri di telapak kaki kiri
menunggu jawaban pandita apakah bermata tiga ?
sampai juga kubaca tadi pagi
minumlah air kekal, pesan rabi
di sumur tua samaria
yang mengalir abadi
sampai tanah surga
Jakarta, Minggu 28 Oktober 2024
KOTA TANJUNG PANDAN SUATU PAGI
kota tanjung pandan suatu pagi
masih kukejar sisa kantuk kelaparan akut dinihari
ketika sudah turun dari pesawat terbang
hanya kengerian membaca kisah anak negeri
terperosok nyanyian nada minor
di semak belukar kota zaman batu
tercium aroma kopi hitam tanpa matahari
bersiap menulis air rawa permukiman kumuh
menyantap sampah dan rebusan eceng gondok
lalu kutemukan sungai-sungai purba di bawah tanah
yang bermandikan air nuklir
alangkah kaya alam dan hutan di kabupaten belitung
para nelayan bersuka ria
mengirim hasil tambang pasir
ke pelabuhan yang nyaris merapat dengan lautan emas
milik singapura
Belitung, Kamis, 26 September 2024
MELEPAS LAUT TANJUNG KELAYANG
mengauli kepenatan
pergumulan hidup
pohon liar rasa pahit
itu nyanyian tangisanku
delapan bulan
ziarah kubur di rumah ibadah
kota-kota sudah terbakar
tinggal dalam kegelisahan
dilepas jangkar berkarat
di pantai tanjung kelayang
aku langsung menyatu
dengan seribu akar matahari
seperti ikan terasing
lalu tenggelam dalam lautan bebatuan
percakapan terbentur di batu iman tegar
tak sempat disantap burung elang hitam
pada pagihari
masih diselimuti ketegangan
Belitung, Babel, Minggu 29 September 2024
BERGUMUL DENGAN MATAHARI PAGI
bergumul dengan matahari pagi-
hari ini
seperti aku tak lagi mendengar
penjual lapak menawarkan
daun-daun hijau
nyaris rontok
menimpa pohon-pohon terlantar
kekeringan
lalu sajakku bersetubuh
dengan aspal jalan hitam
yang masuk kompleks permukiman
diam
batu-batu bisu
berterbangan
orang-orang gerak badan
dalam gua kelahiran
nyaris berkelahi
dalam keterasingan
Jakarta, Oktober 2024
MATA PUISI
(1)
menghitung hari-hari
nyaris buta (cemas !)
seperti puisiku yang menua
diselimuti asap kabut
dari pinggiran kota berawan
terus kususuri menuju
rumah ibadah
untuk mukjizat kesembuhan
di atas mimbar kesucian
membawa juga tubuhmu
digerogoti ulat-ulat beracun
dari dalam tanah basah
airmata terus berdarah
(2)
sebelum aku merangkul
pekabaran tiap dinihari
rajin gerak badan di tikungan jalan
mulutku yang membusuk
telah menelan rakus
ribuan potong daging haram
ratusan ikan dari selokan
bahkan sering disuguhkan minuman biang gula
dari perkebunan teh yang tumbuh liar
di sekujur tubuhku
(3)
maka kuputuskan( tiba-tiba !)
mata puisi ini
harus berlari ke rumah duka
disuntik obat mata dosis tinggi
lalu jadilah aku menjelma
jadi seorang tukang sihir
yang tak mampu melihat sinar matahari berdiri
tegak tiap pagi
(4)
pada malam ini
sesudah hujan dan petir bertandang di pekarangan rumah
gelap gulita
harus kuselesaikan
membaca kitab suci
dengan mata kiri
menari-nari sendiri
aku harus kuat, pesanmu
sampai nanti kita bisa bertemu lagi
di hamparan langit baru
tanpa ada lagi
tangisan membuta
atau penyakit menular
sudah dimatikan seekor ular
damailah hati ini
Jakarta, Januari 2024
MENULIS SYAIR UNTUK PRESIDEN
-episode pertama-
menulis syair untuk presiden
aku melihat tingkap-tingkap langit
terbuka lebar
seperti percakapan tadi pagi
di meja kaca
tanpa daging
kehilangan pasangan
tak punya kenangan
kenapa harga pangan
terus melambung tinggi, tanyamu
setinggi burung gagak
terbang ke lumbung kematian
sangat gersang
kering kerontang
kenapa nilai mata uang
tak bisa lagi menari-nari
bersama matahari pagihari
menyambut kekusaman hati
memasuki negeri
di bawah telapak kaki
menulis syair untuk presidenku
menatap jutaan manusia langka
tak punya otak kiri
minta sedekah
tangannya berapi
untuk publikasi sejati
tanah tumpah darah
di seberang pulau berair
masihkah ada investor
menebar benih-benih palsu
yang tak bisa dihitung
dengan sempoa atau kucing liar
dalam karung
Jakarta, Kamis 1 Februari 2024
MENULIS SYAIR UNTUK PRESIDEN
-episode dua-
jika aku jadi presiden
aku akan melanjutkan
menulis syair ini
sambil menghitung jumlah utang negara
di bawah awan garang
bahkan angan-angannya
telah dikorupsikan mencapai delapan puluh triliun rupiah
setelah itu kutelan rakus
ribuan kilometer
jaringan jalan tol, kereta api cepat, bendungan tak bisa dijebol, dan mobil listrik yang sering meledak di pinggir jalan protokol
sekarang lihatlah,
aku sudah jadi presiden
tak punya janji
hanya kusodorkan
perawan berpendidikan
anak-anak mampu berlarian
mengejar sejumlah harapan
tanpa harus jadi pesakitan
karena masa depan
bukan lagi milik pesyair
yang rajin menulis syair
untuk disodorkan
di pintu gerbang negarawan
acapkali kebakaran
uraikan kemacetan di seputar
bunderan kematian
Jakarta, Kamis 1 Februari 2024
PENYAIR BERJALAN TANPA KAKI KIRI
penyair berjalan tanpa kaki kiri
menuju poli
dindingnya saraf-saraf hati
atapnya terkelupas
jadi gunung kapur
usia yang sering kabur
cahaya makin gelap
sejak pagi tadi
di lantai pesakitan
kita mau berdansa
sejak matahari terbit
sudah ditebar
satu setengah abad
siapa mencari luka
jatidiri disikat
penyair berjalan tanpa kaki kiri
sia-sia baca puisi
saat terapi
akan berakhir di ranjang operasi
lalu dengan nyanyian amarah
dibakarnya ruang radiasi
rumah sakit dengan diagnosa mengerikan
pedih
perih
kita harus melarikan diri, pesanmu
meninggalkan semua catatan medis ini
antara kecerdasan dan kedegilan
penyair harus terus berjalan
tanpa kaki kiri
Jakarta, Selasa 5 November 2024
SAJAKKU TERKAPAR DI TELAPAK KAKI KIRI
(1)
sajakku terkapar di telapak kaki kiri
sejak kudaki tubuh laut
kian tua
tanpa ombak
tanpa ikan
saling terbang
di dermaga sudut kotamu
lalu mendarat dengan duka cita
di seberang pulau kecil
diasingkan
di atas mercusuar
tegak berdiri
dengan kidung batu hitam
ditulis ribuan tahun
jadi keterasingan diri
menyatu dengan syair-syair
milik pujangga tua
muncul dari bawah
semenanjung tanah adat
bangsa melayu
(2)
sajakku terkapar di telapak kaki kiri
di atas bebukitan dingin membeku
nyaris ditiup angin
musim cuaca terbakar
digelar kemah
pembantaian darah domba
tanpa suara
usai ibadah
dengan doa syafaat
yang bercampur dengan asap dapur
kenikmatan hari perhentian
gempa bumi di negeri sendiri
diselesaikan terburu-buru
dengan baca sepenggal
kitab suci
nyanyian harmonika tua
dari sepasang lelaki
yang lahir dari rahim permukiman hewan-hewan liar
mabuk tiap dinihari
(3)
sajakku terkapar di telapak kaki kiri
membawa satu tekad
kesembuhan abadi
dengan terapi
tulang-tulang ultrason
tanpa bersalin
napsu birahi liar
hanya jari-jari tangan
menari-nari di tubuh sajakku
aku berteriak kesakitan
sebab masa mendatang
tanpa pengharapan
hanya iman makin melelahkan
berakar dan berbuah
di rumah ibadah
selalu tersembunyi
dalam roh
hati ini
(4)
sajakku terkapar di telapak kaki kiri
ingin menjemput maut bersinar
tanpa airmata
atau suara persungutan
di padang pasir bangsa kafir
lalu segera berenang
dengan nyanyian ramah
di sebuah kolam kekeringan
kedua kaki memanjang
dihitung delapan kali pertemuan
entah sampai kapan
Jakarta, Minggu 10 Nov 2024
BIODATA :
Pulo Lasman Simanjuntak, dilahirkan di Surabaya 20 Juni 1961. Menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Publisistik (STP/IISIP-Jakarta). Ratusan karya puisinya telah diterbitkan dalam 7 buku antologi puisi tunggal, dan 35 buku antologi puisi bersama para penyair di seluruh Indonesia.Karya puisinya sejak tahun 1980- 2024 telah dimuat di 23 media cetak (koran, suratkabar mingguan, dan majalah) serta dipublish (tayang) pada 223 media online (website) dan majalah digital.
Puisinya juga telah dipublikasikan sampai ke negara mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Republik Demokratik Timor Leste, Bangladesh, dan India.Sering diundang membaca puisi di Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, dan sejumlah tempat komunitas sastra lainnya.
Bekerja sebagai wartawan dan bermukim di Pamulang, Kota Tangerang Selatan.
Kontak : 08561827332 (WA)
Medsos :
Facebook : Bro
Instagram : Lasman Simanjuntak
Tik Tok : Lasman Simanjuntak
Youtube : Lasman TV