Maka, pihaknya terus mendorong Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur untuk terus melakukan pencarian, pengumpulan, restorasi atau preservasi dalam rangka menjaga dan memelihara otentitas naskah kuno tersebut.
“Saya minta khusus agar mendokumentasikan, merawat, dan mengenalkan kembali karya-karya langka para ulama kepada publik. Manuskrip tersebut dipamerkan dengan dilengkapi narasi kuratorial dan dilindungi dalam vitrin kaca untuk menjaga kondisinya,” katanya.
Khofifah menyebut, dalam pameran dalam acara haul akbar Syaikhona Kholil tersebut, ada 14 karya utama yang sebagian besar ditulis tangan dalam aksara Arab-Pegon.
Di antaranya Risalah Fi Fiqh al Ibadat (1308 H), Risalah Isti’dadul Maut (1309 H), Taqrirat Alfiyah Ibnu Malik (1311 H), Taqrirat Nuzhatut Thullab fi Qawaidil I’rab (1315 H), Nadzam Jauharatul Iyan li Ahlil Irfan (1315 H) dan Nadzam Maqsud fi As-shof (1316 H).
Lalu juga Risalah Khutbah (1323 H), Matn Al Ajurumiyah (makna dan taqrir), Al-Bina’ (makna), Tasrif Al-Izzi (makna dan taqrir), Maulid Hubbi Lis Sayyidina Muhammad (makna), Maulid Barzanji (makna), Al-Awamil (nahwu/makna) serta Terjemah Al-Qur’an (makna Jawa).
Pihaknya meyakini, melalui pameran ini akan mendekatkan generasi muda pada naskah-naskah klasik ditengah gempuran arus teknologi informasi dan modernisasi.
“Kiprah Syaikhona Kholil ini sebagai uswah atau panutan. Uswatun hasanah, teladan yang baik, figur intelektual pembaharu yang berpengaruh, tentu tidak hanya di bidang agama tapi juga dunia pendidikan dan sosial budaya masyarakat Indonesia,” imbuhnya.
“Maka saya mengajak kepada generasi muda untuk belajar meneladani, memetik nilai keteladanan ulama besar Syaikhona Kholil sebagai tokoh poros penting jaringan keilmuan di Nusantara,” tambahnya.
Diketahui, Syaikhona Kholil lahir di Bangkalan pada 1835, dan dikenal luas sebagai ulama kharismatik, mursyid tarekat, sekaligus mahaguru bagi ulama-ulama besar Indonesia, termasuk pendiri Nahdlatul Ulama, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari.
Kiprah keilmuannya bermula dari lingkungan keluarga pesantren, dilanjutkan dengan pengembaraan ke Mekah selama belasan tahun, yang memperkaya wawasan dan kedalaman spiritualitasnya.
Tidak hanya menguatkan tradisi Ahlussunnah wal Jamaah, tetapi juga merintis model pendidikan dan dakwah berbasis spiritualitas dan rasionalitas. Beliau adalah pengamal tasawuf yang berpijak kuat pada syariat, serta pembaharu yang tetap berpijak pada akar tradisi.
Syaikhona Kholil juga dikenal menguasai berbagai disiplin ilmu—fiqih, ushul fiqih, tasawuf, nahwu, sharaf, hingga ilmu falak. Karisma keilmuannya menjadikan para santri dari berbagai penjuru datang berguru, yang kelak menjadi tokoh besar seperti KH. Hasyim Asy’ari (Tebuireng), KH. Wahab Chasbullah (Tambakberas), KH. Bisri Syansuri, dan lainnya. (guh/eko)