SURABAYA (WartaTransparansi.com) – Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur pada Februari 2025 mengalami penurunan sebesar 2,08 persen dibanding bulan sebelumnya daei 113,26 menjadi 110,90.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (BPS Jatim) Zulkipli melalui Berita Resmi Statistik (BRS) pada Senin (10/3/2025).
“Penurunan NTP tersebut, terjadi akibat harga produk pertanian yang turun lebih dalam dibandingkan harga barang dan jasa yang harus dibeli petani. Kondisi itu menunjukkan melemahnya daya beli petani di pedesaan,” jelas Zulkipli.
Lebih lanjut, Ia menerangkan, subsektor hortikultura mengalami penurunan NTP hingga 14,36 persen, terutama akibat anjloknya harga cabai rawit (-24,38 persen) dan bawang merah (-15,28 persen). Selain itu, subsektor peternakan juga mengalami penurunan sebesar 1,03 persen.
“Petani semakin tertekan karena harga jual hasil pertanian mereka turun cukup tajam, sementara biaya produksi dan kebutuhan sehari-hari tetap tinggi,” terangnya.
Faktor Utama Turunnya NTP
Penurunan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) sebesar 2,47 persen, diungkapkan Zulkipli, menjadi faktor utama turunnya NTP. Ia menjelaskan, petani menerima harga lebih rendah untuk hasil panennya, terutama di sektor hortikultura dan peternakan.
Beberapa komoditas utama yang mengalami penurunan harga terbesar antara lain, cabai rawit (turun 24,38 persen), bawang merah (turun 5,28 persen) sapi potong (turun 1,53 persen), sapi perah (turun 7,33 persen), dan tomat (turun 24,29 persen).
Sebaliknya, Ia menyebutkan, hanya sedikit komoditas yang mengalami kenaikan harga, seperti kentang (naik 7,51 persen), wortel (naik 15,53 persen), dan kopi (naik 2,38 persen). Namun, kenaikan ini tidak cukup untuk menahan penurunan daya beli secara keseluruhan.
“Hortikultura menjadi sektor yang paling terpukul bulan ini. Harga cabai rawit dan bawang merah turun drastis,” tutur Zulkipli.
Indeks Harga yang Dibayar Petani (lb)
Meski harga jual hasil pertanian turun, harga barang dan jasa yang harus dibeli petani relatif lebih stabil. Zulkipli menyampaikan, Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) hanya turun 0,40 persen, dari 123,65 menjadi 123,16.
Ia mengatakan, adapun beberapa kebutuhan petani yang mengalami penurunan harga antara lain, tarif listrik (turun 25,30 persen), bawang merah ( turun 19,10 persen), cabai rawit (turun 31,40 persen), tomat (turun 22,45 persen) dan telur ayam ras (turun 2,71 persen).
Selain itu pula, Zulkipli menyampaikan, di tengah penurunan NTP ini Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) justru naik 0,42 persen, sehingga beban petani tetap tinggi. Harga bahan bakar seperti bensin naik 1,08 persen, gas LPG naik 3,12 persen, serta upah tenaga kerja panen naik 1,08 persen.
“Meskipun ada penurunan harga beberapa kebutuhan pokok, biaya produksi tetap naik. Hal ini menyebabkan petani semakin sulit untuk mendapatkan keuntungan yang layak,” ujar Zulkipli.
Jatim Jadi Provinsi Penurunan NTP Paling Tajam se-Pulau Jawa
Dengan ditemukannya hasil pengukuran NTP Jawa Timur selama Februari 2025 ini, menunjukkan pula bahwa dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa, Jawa Timur mengalami penurunan NTP paling tajam, yang sebesar 2,08 persen. Meski, Jawa Barat dan Jawa Tengah juga mengalami penurunan, masing-masing 0,56 persn dan 0,55 persen.
“Sebaliknya, dua provinsi lain mencatat kenaikan NTP, yakni Derah Istimewa Yogyakarta naik 1,65 persen, dan Banten naik 1,63 persen,” ungkap Zulkipli.
Penurunan NTP ini menunjukkan bahwa petani di Jawa Timur menghadapi tantangan lebih berat dibandingkan daerah lain. “Jika situasi ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi dari pemerintah, kesejahteraan petani di Jawa Timur bisa semakin terpuruk,” kata Zulkipli.
NTUP Jawa Timur Februari 2025
Tak hanya NTP, Zulkipli membeberkan, BPS Jatim juga mengukur Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yang pada Februari 2025 juga mengalami penurunan sebesar 2,88 persen.
Penurunan ini, menurut Zulkipli, menunjukkan bahwa usaha pertanian semakin tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh turunnya harga jual hasil pertanian yang lebih cepat dibanding kenaikan biaya produksi.
“Subsektor yang mengalami penurunan NTUP terdalam, Hortikultura (turun 14,84 persen), peternakan (turun 1,30 persen), dan tanaman pangan (turun 0,81 persen),” ujar Zulkipli.
“Namun, hanya subsektor perikanan yang mengalami kenaikan yakni sebesar (+0,88 persen) dan tanaman perkebunan rakyat (+0,09 persen) yang mengalami kenaikan NTUP tipis,” sambung Zulkipli.
Agar kondisi tidak semakin memburuk, Zulkipli menekankan, petani membutuhkan dukungan nyata dari pemerintah, seperti, stabilisasi harga komoditas pertanian, terutama cabai dan bawang merah, pemberian subsidi pupuk dan bahan bakar untuk menekan biaya produksi, dan enyediaan akses pasar yang lebih luas agar petani mendapatkan harga jual yang lebih baik.
“Peran pemerintah sangat diperlukan untuk membantu petani menghadapi situasi sulit ini. Intervensi harga dan subsidi dapat menjadi solusi agar sektor pertanian tetap bertahan,” pungkasnya. (guh)