Digitalisasi Keikhlasan

Digitalisasi Keikhlasan
Hamdan Juhannis

Oleh Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin Makassar)

Berbagi di era digital juga mengalami adaptasi yang sangat dramatis. Kita bisa melihat dan merasakan pola, persepsi dan cara memaknai kebaikan berbagi yang ikut berubah. Mari kita menelusuri bagaimana perubahan pola berbagi kita. Sebelum era digital, berbagi kepada yang tidak mampu dilakukan dengan cara tatap muka. Mereka menerima langsung bantuan berupa uang tunai.

Sistem perbankan berkembang, bantuan ditransfer kepada rekening penerima bantuan. Lalu diumumkan secara terbuka, misalnya sumbangan untuk masjid. Lebih canggih lagi, bantuan diberikan dengan mobile banking atau lebih canggih dengan cara Qris. Sampai disini, cara berbagi sudah berubah dari pertemuan fisik menjadi non-fisik. Yang menerima sumbangan tidak perlu bertemu secara tatap muka dengan penyumbang. Bahkan penyumbang tidak perlu tahu wajah dari penerima sumbangan.

Seiring berkembangnya tuntutan transparansi dan akuntalibiltas penerimaan sumbangan, banyak penderma juga lebih memilih berbagi langsung dengan apa yang menjadi kebutuhan penerima bantuan, motifnya supaya tepat sasaran. Misalnya, untuk tujuan pembangunan masjid, mereka menyumbang semen atau pasir. Untuk keperluan buka puasa, mereka langsung menyumbang sejumlah dos makanan yang dibutuhkan, menyumbang logistik makanan ke panti asuhan.

Yang menarik, digitalisasi berhasil memperkuat ikhitar meraih kemuliaan berbagi. Digitalisasi menuntun sikap ikhlas. Kita tidak perlu lagi menyembunyikan uang dalam kelopak tangan saat dimasukkan ke celengan karena kita bisa mengirimkan lewat Qris. Ajaran tangan kiri tidak perlu tahu saat tangan kanan berbagi bisa dipraktekkan secara sempurna, karena ketika mentransfer uang kepada penerima, nyaris tidak ada yang tahu berapa yang disumbangkan.