Delapan Buruh Sawit Mengadu ke DPRD Sulteng, Terkait Tudingan PT. ANA

Delapan Buruh Sawit Mengadu ke DPRD Sulteng, Terkait Tudingan PT. ANA

“Saya meminta kepada pihak terkait, khususnya Polda Sulteng dan Polres Morowali untuk mengkaji ulang laporan PT ANA. Jika benar isyarat bahwa PT ANA tidak memiliki izin yang sah berupa IUP dan HGU, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai praktik kejahatan perkebunan yang sudah berlangsung bertahun-tahun, karena selain merugikan petani dan masyarakat sekitar dalam konflik lahan, juga berpotensi merugikan daerah karena tidak membayar kewajibannya,” terang Wakil Ketua DPRD Sulteng tersebut.

Aristan menegaskan, terkait dugaan potensi kerugian daerah oleh PT ANA, tentu saja hal tersebut harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah. Oleh karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Komisi 1 dan Komisi 2 untuk segera menanggapi pengaduan masyarakat dengan memanggil pihak terkait.

Selain itu, Arista mengatakan juga akan berkoordinasi dengan Polda Sulteng untuk menanggapi secara proporsional dan jernih melihat permasalahan ini. Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah dalam hal ini Gubernur Sulteng segera mengevakuasi kembali PT ANA.

“Sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, memberikan ruang pembiayaan bagi usaha perkebunan sebagaimana tercantum dalam Pasal 93 melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan hasil penghimpunan dana dari pelaku usaha perkebunan.

Pemerintah mengatur kegiatan perkebunan kelapa sawit untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan melalui skema penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Jenis pajak yang wajib dibayarkan oleh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit antara lain Pajak Penghasilan (PPh) Pribadi, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) Badan, dan Pajak Ekspor.” ungkapnya. (rahmad nur)