PALU (WartaTransparansi.com) –Sebanyak delapan buruh panen sawit didampingi konsultan hukum dan direktur WALHI Sulawesi Tengah mendatangi kantor DPRD Sulteng untuk melaporkan PT Agro Nusa Abadi (PT. ANA) yang diduga telah melakukan tudingan kriminalisasi terhadap buruh tani. Jumat, (28/2/2025)
Massa yang ditemui langsung oleh Pimpinan DPRD Sulteng, Aristan dari partai Nasdem menegaskan keseriusannya dalam menindaklanjuti aduan para buruh panen sawit tersebut.
“Ya, saya menerima pengaduan dari Serikat Petani Petasia Timur didampingi Noval A. Saputra selaku Konsultan Hukum dan direktur WALHI Sulawesi Sunardi Katili. beserta delapan buruh panen sawit tersebut. Mereka di tuduh telah melakukan tindak pidana perampasan dan/atau pencurian buah sawit.” kata Wakil Ketua DPRD Sulteng Aristan saat dihubungi melalui WhatsApp. Sabtu, (1/3/2025)
Menurut Arsitan, tuntutan buruh perkebunan kelapa sawit tersebut antara lain menghentikan proses pemanggilan, karena tidak berdasar. ” PT. ANA tidak memiliki kedudukan hukum untuk melaporkan delapan buruh perkebunan kelapa sawit tersebut, karena tidak memiliki legalitas perizinan berupa IUP dan HGU sebagai syarat utama dalam menjalankan usaha. itu yang disampaikan para pengadu.” kata politikus Partai Nasdem itu
Oleh karena itu, kata mantan aktivis era 90-an itu, dirinya atas nama unsur pimpinan DPRD Sulteng menanggapi aduan buruh perkebunan kelapa sawit tersebut sebagai bentuk penyaluran aspirasi masyarakat.
“Saya meminta kepada pihak terkait, khususnya Polda Sulteng dan Polres Morowali untuk mengkaji ulang laporan PT ANA. Jika benar isyarat bahwa PT ANA tidak memiliki izin yang sah berupa IUP dan HGU, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai praktik kejahatan perkebunan yang sudah berlangsung bertahun-tahun, karena selain merugikan petani dan masyarakat sekitar dalam konflik lahan, juga berpotensi merugikan daerah karena tidak membayar kewajibannya,” terang Wakil Ketua DPRD Sulteng tersebut.
Aristan menegaskan, terkait dugaan potensi kerugian daerah oleh PT ANA, tentu saja hal tersebut harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah. Oleh karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Komisi 1 dan Komisi 2 untuk segera menanggapi pengaduan masyarakat dengan memanggil pihak terkait.
Selain itu, Arista mengatakan juga akan berkoordinasi dengan Polda Sulteng untuk menanggapi secara proporsional dan jernih melihat permasalahan ini. Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah dalam hal ini Gubernur Sulteng segera mengevakuasi kembali PT ANA.
“Sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, memberikan ruang pembiayaan bagi usaha perkebunan sebagaimana tercantum dalam Pasal 93 melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan hasil penghimpunan dana dari pelaku usaha perkebunan.
Pemerintah mengatur kegiatan perkebunan kelapa sawit untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan melalui skema penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Jenis pajak yang wajib dibayarkan oleh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit antara lain Pajak Penghasilan (PPh) Pribadi, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) Badan, dan Pajak Ekspor.” ungkapnya. (rahmad nur)