JAKARTA (WartaTransparansi.com) – Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan adanya kebutuhan akan sistem pertanian berkelanjutan, Pemerintah Indonesia terus berinovasi melalui berbagai upaya strategis.
Salah satu inisiatif terbaru yang diluncurkan yakni Forest, Agriculture, and Sustainable Trade (FAST) Programme, sebuah kolaborasi antara Indonesia dan Inggris yang bertujuan untuk meningkatkan keberlanjutan sektor pertanian, serta memperkuat daya saing komoditas Indonesia di pasar global.
“Dalam beberapa tahun terakhir, Inggris telah menjadi mitra utama Indonesia dalam upaya mempromosikan pertanian berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan pangan. Kemitraan bilateral ini diwujudkan melalui inisiatif bersama dalam memerangi perubahan iklim, meningkatkan standar keamanan pangan, dan mendukung petani kecil,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang hadir secara daring pada peluncuran FAST Programme di Jakarta, Kamis (20/02).
Pada Kesempatan yang sama, Staf Ahli Bidang Konektifitas dan Pengembangan Jasa Dida Gardera mewakili Menko Airlangga untuk secara resmi melakukan prosesi peluncuran FAST Programme. Program ini dirancang untuk mendukung petani kecil dalam menghadapi tantangan agribisnis modern dengan akses pembiayaan dan teknologi yang lebih baik.
Sejalan dengan visi Indonesia Maju dan agenda nasional Asta Cita, Pemerintah Indonesia telah menetapkan prioritas dalam mencapai ketahanan pangan dan energi, serta memperkuat industri hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri.
Salah satu langkah strategis yang diambil yakni dengan memperluas akses pembiayaan dan fasilitas produksi bagi petani melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), yang kini tidak hanya mengelola dana kelapa sawit, tetapi juga kelapa dan kakao.
Selain itu, dalam upaya mewujudkan kemandirian energi, Pemerintah akan menerapkan mandatory B40 pada tahun 2025, serta mengembangkan Sustainable Aviation Fuel (SAF) yang sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mengedepankan solusi energi terbarukan.
Minyak jelantah Indonesia yang mencapai 3,9 juta ton pada tahun 2023 akan dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku produksi SAF. Pemerintah juga sedang mengeksplorasi potensi pengajuan Palm Kernel Expeller (PKE) sebagai bahan baku baru untuk masuk ke dalam daftar positif Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) Eligible SAF.
Lebih lanjut, Pemerintah telah merumuskan rancangan Peraturan Presiden mengenai sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Regulasi ini bertujuan untuk memperluas cakupan sertifikasi ISPO ke industri hulu dan hilir kelapa sawit, termasuk industri biofuel, serta memberikan dukungan finansial bagi petani kecil melalui BPDP. Pemerintah juga sedang mempersiapkan Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan untuk tahun 2025-2029 yang akan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah.
Melalui kesempatan tersebut, Menko Airlangga juga menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Inggris atas dukungan mereka dalam meningkatkan tata kelola kelapa sawit dan komoditas strategis lainnya di Indonesia. Program FAST yang akan berlangsung selama 3,5 tahun dari Agustus 2024 hingga Maret 2028 dengan fasilitasi dari UNDP diharapkan dapat meningkatkan penerimaan global terhadap komoditas Indonesia.
Program ini sejalan dengan upaya Pemerintah dalam merespons kebijakan hijau global dan memperkuat sistem penelusuran ISPO agar produk kelapa sawit Indonesia berasal dari wilayah yang bersih dan bebas dari kawasan hutan.
“Ke depannya, kami melihat peluang besar untuk memperdalam kolaborasi dengan Inggris. Potensi pertanian Indonesia yang sangat besar, dipadukan dengan keahlian Inggris dalam teknologi pertanian, inovasi, dan praktik-praktik berkelanjutan, menciptakan platform yang kuat untuk mengatasi tantangan global dalam hal ketahanan pangan, kelestarian lingkungan, dan perubahan iklim. Bersama-sama, kita dapat memastikan bahwa generasi masa depan kita akan mewarisi dunia yang lebih baik,” pungkas Menko Airlangga. (ais/din)