BLITAR, (Wartatransparansi.com) – Paska penggeledahan DPUPR dan rekanan Mantan Wakil Bupati Blitar, Rahmat Santoso angkat bicara terkat permasalahan tersebut. Ia membatah tudingan dari beberapa pihak, yang meyebut jika Kepala Dinas (Kadis) PUPR, Dicky Cubandono merupakan ‘orangnya’ dan tidak akan tersentuh hukum.
Tudingan itu muncul setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Blitar menggeledah Kantor Dinas PUPR, Rabu(5/2/2025) kemarin. Penggeledahan di lakukan terkait dugaan korupsi proyek DAM Kali Bentak senilai Rp 4,9 miliar tahun 2023.
“Semua kepala dinas di Pemkab Blitar waktu saya menjabat, semuanya baik dan tidak ada masalah. Termasuk dengan Pak Dicky dan saya tidak pernah menerima atau meminta apapun, kepada seluruh kepala dinas,” ujar Rahmat melalui sambungan telepon beberapa waktu yang lalu.
Lebih lanjut, Rahmat Santoso yang menjabat Wabup pada periode tersebut atau 2021-2023, kemudian mengundurkan diri pada Februari 2024, menjelaskan kalau dirinya memang pernah membantu menguruskan surat, terkait dengan pemilihan Sekda Kabupaten Blitar.
“Pada awal menjabat tahun 2021 itu, jabatan Sekada kosong. Waktu itu, sesuai petunjuk arahan Provinsi Jatim dan Kemendagri, disarankan Pak Dicky tapi Bupati Blitar Mbak Rini mintanya Pak Izul Marom,” jelasnya.
Karena menghormati pilihan Bupati Blitar, Rahmat pun menyampaikan bagaimana kalau Dicky diberikan jabatan menjadi Kadis PUPR.
“Jadi itu ceritanya, setelah itu tidak ada pemberian apapun dari Pak Dicky kepada saya. Hanya pernah ditraktir makan sate Mbah Lurah, itupun bersama Kapolres Kota, Kapolsek dan beberapa orang lainnya,” bebernya.
Kalau memang itu nanti diperiksa Kejari Blitar dan diminta mengembalikan, Rahmat mengaku siap dan akan patungan dengan yang ditraktir saat itu.
“Saya siap diperiksa dan mengembalikan, sebagai Ketua Umum DPP Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) harus patuh hukum,” tandas Rahmat.
Justru Rahmat meyakini kalau Dicky tidak akan dijadikan tersangka, karena dibackup Bupati Blitar dan orang-orang kuat disekitarnya serta Pondok Peta Tulungagung.
“Seperti Paduka Sigit, yang dikenal dekat dengan para pejabat dan multitalenta, merangkap beberapa jabatan (Dewan Pengawas RS dan Anggota TP2ID) bahkan infonya juga menjadi kontraktor proyek-proyek. Kemudian gus-gus yang katanya wali, apakah wali kelas atau wali murid,” bebernya.
Termasuk soal pegawai Tenaga Harian Lepas (THL) yang juga dikondisikan, agar bisa diangkat dan dititipkan di beberapa dinas.
“Jadi jual beli jabatan itu juga ada dan terbukti, salah satunya Pak Iwan yang sekarang jadi Kadis Perkim,” sebut Rahmat.
Selain itu, menurut Rahmat, penggeledahan dan pengusutan dugaan korupsi di Kabupaten Blitar hanya gertakan saja. Karena dari pengalaman yang dialami selama memimpin Kabupaten Blitar, tidak ada yang dijadikan tersangka. Sambil memberikan contoh, kasus sewa rumah dinas (rumdin) Wabup Blitar.
“Kalau Kejari Blitar yang sekarang berani menjadikan Dicky tersangka, berarti kejaksaan sudah berubah seperti apa yang diinginkan masyarakat,” imbuh pria yang juga Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.(*)