Akreditasi UDD PMI dan Tingginya Kesadaran Masyarakat Menjadi Pendonor

Akreditasi UDD PMI dan Tingginya Kesadaran Masyarakat Menjadi Pendonor
dr. Betty Agustina Tambunan, Sp.PK, Ketua Bidang Pelayanan Darah/UDD PMI Provinsi Jatim

Sertifikasi akreditasi Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah Indonesia (PMI) memiliki peran sangat penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Sebagai standar pelayanan transfusi darah, Akreditasi UDD PMI berpedoman pada Permenkes Nomor HK.01.07/Meenkes/1313/2023 tentang Standar Akreditasi Unit Transfusi Darah.

Akreditasi ini menjamin bahwa UDD PMI memenuhi standar kualitas dan keselamatan yang tinggi dalam proses pengumpulan, penyimpanan, dan distribusi darah kepada masyarakat yang membutuhkan. Sebab, darah yang ditransfusikan ke pasien yang membutuhkan harus betul-betul berkualitas dan aman bagi penerima.

Dengan memastikan kualitas dan keselamatan darah, mengurangi risiko penularan penyakit, meningkatkan kepercayaan masyarakat, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan. Akreditasi ini menjadi landasan kuat dalam menjalankan tugas mulia dalam menyediakan darah yang aman dan berkualitas bagi mereka yang membutuhkannya.

Nah, apakah semua UDD PMI yang berada di Jawa Timur sudah bersertifikat (terakreditasi) dan bagaimana peran Bidang UDD PMI Jawa Timur? Berikut petikan wawancara bersama dr. Betty Agustina Tambunan, SpPK L, Ketua Bidang Pelayanan Darah/UDD PMI Provinsi Jatim.

Bisa dijelaskan apa peran dan tugas pokok dari bidang UDD PMI Jatim?

Masalah peran mau pun tugas dari bidang UDD PMI Jatim, cukup banyak. Itu meliputi: Memastikan kebutuhan setiap UDD PMI Kab/Kota terpenuhi; Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyatakat; Rekapitulasi penggunaan kantong darah; Rekapitulasi jumlah produksi darah; Rekapitulasi jumlah Pendonor serta DDS 50x, 75x, dan 100x; Rekapitulasi jumlah stok darah harian; Melaksanakan upaya pengelolaan darah sesuai standart UTDP melalui pelatihan bagi teknisi, logistik dan admin.

Ada berapa UDD PMI Kab/Kota di Jatim yang sudah bersertifikat?

Sampai saat ini, UDD yang sudah mendapat Sertifikat Akreditasi ada 19 Kabupaten dan 7 Kota. Sudah sebagian besar. Masing-masing; Kab. Sidoarjo, Kab. Jombang, Kab. Lumajang, Kab. Lamongan, Kota Malang, Kota Surabaya, Kab. Tuban, Kab. Tulungagung, Kab. Pasuruan, Kab. Jember, Kab. Ponorogo, Kota Kediri, Kab. Gresik, Kab. Bojonegoro, Kab. Banyuwangi, Kota Madiun, Kab. Trenggalek, Kota Probolinggo, Kab. Mojokerto, Kota Pasuruan, Kab. Nganjuk, Kota Mojokerto, Kab. Pamekasan, Kab. Ngawi, Kab. Madiun, dan Kab. Pacitan.

Ada juga yang masih menunggu proses sertifikat keluar. Yakni, Kab. Bangkalan (Belum Survei), Kab. Sampang, Kab. Sumenep (Belum Survei), Magetan, Kab. Kediri, Kab. Blitar (Belum Survei), Kab. Malang, Kab. Probolinggo, Situbondo, dan Bondowoso.

Sedangkan untuk UDD CPOB (Cara Produk Obat yang Baik) adalah: Kota Malang, Kota Surabaya, Kab. Lumajang, dan Kab. Sidoarjo.

Apakah ada pengajuan UDD yang baru di tahun 2025?

UDD yang sudah mengajukan di tahun ini adalah Kota Batu. Sekarang sedang dalam proses pendirian.

Dengan jumlah UDD bersertifikat yang ada saat ini, menurut Anda, apakah pelayanan kepada rumah sakit tercukupi?

Saat ini pelayanan darah untuk kebutuhan Rumah Sakit sudah terpenuhi, bahkan dari Jawa Timur ada yang melayani di luar Jawa.

Terkait prosedur pendirian UDD dan sertifikasi UDD?

UDD kabupaten/kota didirikan berdasarkan usulan dari Pengurus PMI, dan harus mendapat rekomendasi PMI Pusat, untuk pengurusan ijin operasional. Di samping itu ada persyaratan yang harus dipenuhi berdasarkan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mengurus ijin operasional UDD. Selanjutnya baru mengurus Akreditasi UDD, dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Kementrian kesehatan.

Bagaimana tingkat kesadaran masyarakat dalam berdonor?

Masyarakat Jawa Timur sudah memiliki kesadaran yang tinggi untuk menjadi pendonor. Hal ini tak lepas dari usaha UDD yang terus mengkampanyekan manfaat menjadi pendonor dan juga aktif melestarikan donor di setiap daerah.

Dalam Permenkes, masyarakat dibebani biaya jika menginginkan darah? Berapa besarannya tiap kantong darah?

Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan saat ini sebesar Rp 490.000,- per kantong darah. Masyarakat pengguna BPJS bila berobat menggunakan BPJS tidak membayar dalam pelayanan transfusi maupun pelayanan kesehatan. Sementara masyarakat yang mendapat transfusi di Rumah Sakit Swasta yang bukan peserta BPJS membayar sesuai tarif RS.

Lantas, apakah kebanyakan masyarakat yang membutuhkan darah di UDD PMI sudah tahu tentang biayanya?

Masyarakat tidak mengambil darah langsung ke UDD PMI. UDD PMI melakukan dropping atau memberikan darah ke Bank Darah Rumah Sakit. Rumah Sakit yang membayar darah tersebut ke UDD PMI sesuai BPPD. Jadi masyarakat membayar ke RS sesuai tarif RS, atau tidak membayar karena peserta BPJS.

Apa yang perlu disampaikan kepada masyarakat tentang pentingnya berdonor dan apa saja syaratnya?

Menjadi pendonor tentunya mendapatkan manfaat baik secara jasmani maupun rohani, di antaranya: Menurunkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, Menurunkan risiko kanker, berkurangnya zat besi yang berlebihan dalam tubuh anda saat melakukan donor darah juga dapat mengurangi risiko terkena kanker, Mendeteksi penyakit serius, dan Membuat lebih sehat secara psikologis dan memperpanjang usia.

Sedangkan syarat menjadi pendonor tentunya sehat jasmani dan rohani, juga syarat berikut: Berusia antara 17 – 65 tahun, Berat badan minimal 45 kg, Kadar haemoglobin lebih dari 12,5 g% sampai 17,0 g%, Tekanan darah sistolik 100-150 mmHg dan diastolik 60-90 mmHg, Suhu tubuh antara 36 – 37,5 derajat celcius, Tidak menderita gangguan pembekuan darah (hemofilia). Di samping itu, dilakukan pengecekan skrining sebelum melakukan donor. (*)

Penulis: WetlyEditor: Amin