SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Bencana tanah longsor yang menimpa warga Desa Sambirejo, Kec. Wonosalam pada pekan lalu, tepatnya Kamis (23/1/2025), menjadi keprihatinan anggota DPRD Jawa Timur Sumardi.
Bukan saja bencana yang nyaris terjadi pada setiap musim penghujan, namun bencana tanah longsor kali ini menelan korban jiwa dan beberapa rumah warga diketahui mengalami rusak berat.
Sumardi, anggota komisi A (bidang pemerintahan & hukum) DPRD Jawa Timur, yang berangkat dari Dapil Jombang dan Mojokerto, seketika mendatangi lokasi bencana. Bersama anggota DPRD Jombang Arief Sutikno (Fraksi Golkar), Sumardi disambut Kepala Desa Sambirejo Sungkono serta puluhan kepala keluarga yang lokasinya berada di zona merah atau rawan bencana.
“Dalam dialog dengan Kades dan warga setempat, Relokasi paling mungkin bisa dilakukan. Mengingat wilayah ini diakuinya rawan terjadinya longsor karena struktur tanahnya. Namun tawaran relokasi juga tidak mudah,’ Ungkap Sumardi, politikus partai Golkar kepada wartatransparansi.com, Jumat (31/1/2025)
Sumardi mengatakan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait relokasi warga ke lokasi lebih aman, baik itu pemkab Jombang, BPBD, hingga Pemprov Jawa Timur.
“Kami akan terus melakukan koordinasi agar relokasi warga ini bisa dilaksanakan sesegera mungkin. Keselamatan masyarakat tentu yang utama,” tegasnya.
Ia akan memberikan sosialiasi terhadap warga yang berada di lokasi rawan agar nantinya mau berpindah ke tempat yang lebih aman.
“Sebagai wakil rakyat, kami akan hadir dan memberikan pendampingan emosional ke warga jika saat ini solusinya hanya pindah ke lokasi yang aman.
Kepala Desa setempat Sungkono menyampaikan terimakasih atas kunjungan Pak Dewan. Ia merasa tidak sendirian karena anggota DPRD Jawa Timur Pak Mardi dan Pak Arief sudah datang melihat kondisi warganya. Total empat rumah tertimbun longsor dan dua orang dinyatakan meninggal dunia.
Longsoran tanah ini muncul dari atas tebing akibat hujan deras yang mengguyur wilayah setempat. Rumah warga yang berada tepat di bawah tebing terimbas dan tertimbun material.
Sungkono berterimakasih atas kunjungan tersebut dan berharap dukungan terhadap masyarakat desa terus dimaksimalkan oleh seluruh stakeholder terutama motivasi dorongan semangat dalam menghadapi bencana.
“Karena masyarakat tetap ada rasa kurang kepercayaan atau trauma terhadap bencana. Utamanya memberikan penguatan mental agar tidak kembali ke lokasi yang terdampak,” ujar Sungkono.
Sungkono menyatakan tahun 2024 lalu sebelum bencana ini terjadi dan memakan korban, pihaknya sudah mengingatkan warga yang tinggal di area tersebut untuk pindah berdasarkan assessment BPBD Jombang.
Sebab, lokasi rumah warga sangat rawan tertimpa longsor. Total ada 12 rumah yang berada di bawah tebing dan 16 rumah lainnya yang masuk di zona merah.
Dari 28 rumah itu, hanya ada dua orang yang mau direlokasi tahun 2024 dan warga lain menolak.
“Ya, tahun lalu sudah diingatkan, tapi hanya dua warga yang mau relokasi. Harapannya semua rumah warga yang terdata di zona merah mau direlokasi,” katanya.
Saat itu, puluhan warga tersebut berada di pengungsian Gedung Sanggar Seni Desa Sambirejo terutama wanita dan anak-anak.
Sedangkan, kaum lelaki tetap berada di rumah masing-masing di pagi hari karena menjaga hewan ternak, harta benda, dan juga bekerja.
sebab, kondisi cuaca saat ini masih bisa menyebabkan terjadinya longsor susulan.
“Sementara utamanya wanita dan anak-anak kami minta ke pengungsian, kalau yang bapak-bapak malam hari baru ke sini. Tapi kalau turun hujan, segera keluar (dari rumah) dan ke pengungsian. Takut nanti ada longsor (susulan) lagi,” katanya.
Sementara itu, Rini Setyowati, 34 tahun, salah satu warga yang rumahnya berada di lokasi rawan longsor itu mengaku ingin segera direlokasi setelah terjadinya peristiwa longsor yang menyebabkan dua orang meninggal dunia.
“Iya siap (relokasi). Sudah dari tahun lalu tapi orang-orang gak mau pindah. Tapi pas kejadian ini akhirnya jadi mau,” harap ibu 3 anak ini. (*)