Oleh: S. Makin Rahmat, Santri Embongan, (Penanggung Jawab wartatransparansi.com/ Wartawan Utama)
Setiap peringatan Isra Mi’raj, termasuk tahun 1446 H/ 2025 M, menjadi momen sangat penting bagi umat Muslim di seluruh dunia, untuk muhasabah, instrospeksi menyelami interaksi diri seorang hamba dengan sang Khaliq penguasa alam semesta.
Sebagai muslim tentu bersyukur memiliki warisan mulia, yaitu mukjizat melaksanakan salat wajib lima waktu. Sebagaimana firman Allah SWT di QS Al Isro’ ayat 1: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa.”
Sebelum peristiwa spiritual Isra Mi’raj, Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan suci yang menunjukkan salah satu bukti kebesaran Allah SWT yang sulit dinalar hingga gen-Z sampai gen Alpha. Nabi mengalami masa-masa sulit dan mengemban misi kenabian. Para pensupport yang gigih mendukung dakwah Rasulullah wafat.
Pertama, kehilangan istri tercinta Sayyidah Siti Khodijah Al Kubro pada 10 tahun kenabian atau 619 M. Kedua, tepatnya sebulan lima hari menyusul paman beliau Abu Thalib bin Abdul Muntholib wafat. Goncangan hebat ini dikenal dengan Amul Huzni (tahun kesedihan). Nabi Muhammad juga mengalami pengusiran oleh kabilah Tsaqif saat datang ke Thaif.
Di tengah kedahsyatan ujian hidup, turunlah perintah Allah SWT melalui malaikat Jibril AS untuk menjalani Isro’ Mi’raj. Ganjaran dan pelipur bagi manusia Agung yang membawa Rahmat bagi alam semesta.
Berikutnya bagaimana kita mampu menjemput Mukjizat Salat, bukan sekedar makna Isra’ Mi’raj, Isra’ berarti perjalanan di malam hari dan Mi’raj yang berarti anak tangga. Pertemuan spektakuler Sang Khaliq dengan Nabi Muhammad SAW merupakan garansi menuju kesuksesan hidup, yaitu ‘Mendirikan Salat’.
Kilas balik Isra Mi’raj, adalah cermin perjuangan perjalanan hidup. Bila Baginda Rasulullah menempuh perjalanan ke langit ketujuh atau Sidratul Muntaha dengan berbagai-bagai kejadian sejarah para nabi, didahului perjalanan bersama Malaikat Jibril dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha.