Alissa Wahid Sebut Ada 5 Peran Nawaning yang Perlu Diterapkan di Zaman Sekarang

Alissa Wahid Sebut Ada 5 Peran Nawaning yang Perlu Diterapkan di Zaman Sekarang
Alissa Wahid saat berbicara dalam Halaqah Nawaning Nusantara di Surabaya, Jawa Timur pada Sabtu (11/1/2025)..(foto/nuonline)

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesajahteraan Rakyat (Kesra) Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid menyebutkan bahwa ada lima peran nawaning (putri kiai) yang perlu diterapkan di zaman sekarang.

Hal itu disampaikan Alissa dalam acara Halaqah Nawaning “Madrasah Ula untuk Santri Sadar Pendidikan Seksual dan Sehat Mental yang digelar oleh Nawaning Nusantara di Hotel Harris Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (11/1/2025).

Sebagai Pribadi

Menurut Alissa, Peran utama nawaning adalah memiliki pribadi yang ber-akhlakul karimah. Sebab jika memiliki akhlak yang baik maka akan menjadi uswatun hasanah, berani, berintegritas, dan selarasnya tindakan dan ucapan dengan nilai-nilai agama yang kuat.

“Pribadi yang berakhlak akan menjadi uswatun hasanah, menjadi pribadi perempuan yang berani, yang berintegritas, yang selaras antara pikiran, tindakannya, dan ucapanya, kemudian akan bertindak dengan nilai-nilai agama yang kuat,” ujar Alissa.

Sebagai pendidik dan pengasuh

Alissa menyampaikan bahwa nawaning yang merupakan generasi penerus dzuriyyah pesantren akan memegang kendali pondok pesantren sebagai pengasuh pada 10 atau 15 tahun ke depan.

“Saat ini, para ning atau nawaning ini masih menjadi pendidik, pengajar untuk santri-santrinya tetapi 10 sampai 15 tahun ke depan akan melanjutkan sebagai pengasuh,” ujarnya. Baca Juga Gus Nadir: Nawaning Nusantara Harus Kokoh Spiritual, Mapan Intelektual

Sebagai istri

Alissa menyampaikan bahwa setelah menikah, nawaning mendapat tambahan peran sebagai istrinya gawagis (para gus) dan akan memiliki peran untuk mewujudkan keluarga maslahah An-Nahdliyah yang kokoh serta kuat di dalam keluarganya.

“Mewujudkan keluarga maslahah An-Nahdliyah itu, kalau ada kekerasan maka pilarnya patah semua. Kalau ada kekerasan di keluarga atau di pesantren, pilar yang patah apa?” katanya. “Ya, zawajnya patah, mu’asyarah bil ma’ruf jelas patah, mana ada orang dipukuli pakai musyawarah, jelas tidak mungkin taradhin dan jelas tidak menghormati mitsaqan ghalidzhan-nya,” lanjutnya.

Menurutnya, jika fondasi keluarga maslahah An-Nahdliyah bolong-bolong akan menimbulkan kerusakan dalam kemaslahatan keluarganya.

“Fondasinya bolong-bolong ya muadalah-nya tidak dapat, mubadalah-nya tidak dapat, muawazanah-nya tidak dapat, gimana mau maslahah? Karena nawaning dan gawagis itu akan menjadi relationship goal bagi para santri,” ujar Alissa.

Sebagai penggerak masyarakat

Alissa mengatakan bahwa nawaning menjadi penggerak masyarakat, baik di pesantren maupun di luar pesanten, yang cakupannya lebih besar. “Kalau saat ini kita berbicara di pesantren, ayo sekarang mulai memunculkan diri di konteks dan cakupan yang lebih besar,” katanya.

 Sebagai advokat kebijakan

Alissa mengatakan bahwa dengan perkembangan zaman sekarang, nawaning berperan sebagai advokat kebijakan dalam melindungi santri dan pesantren melalui aturan serta kebijakan yang telah dibuat, contohnya menangani kasus kekerasan. “Kalau pemerintah membuat kebijakan untuk pesantren, ya kebijakannya harus sesuai dengan itu dijalankannya,” ungkap Alissa, di kutip dari NU Online. (ais)