Menjawab Trend “Pesantren Kota”

Menjawab Trend “Pesantren Kota”
Prof Akh Muzzaki

SIDOARJO (Wartatranspransi.com) – Peletakan batu pertama pembangunan pusat pendidikan bahasa Arab, nahwu-shorof Madrasatulalsun, Selasa (27/8/2024) dihadiri Rektor UINSA Prof Akh Muzazaki, Dekan Fak Tarbiyah Prof Muhammad Thohir, Wakil Ketua DPRD Jatim Anik Maslahah MPdI, sejumlah alumni santri pria dan wanita, Lurah Pucang Sidoarjo, serta tetangga dan keluarga besar juga keluarga dalem Madrasatulalsun.

Prof Akh Muzazaki menjelaskan bahwa ada trend peningkatan urban,
di beberapa kota besar dengan munculnya griya tanfid, dll yang sejenis. Bahkan menyebut pesantren, tapi hanya mengajarkan Al Qur’an saja. Tidak membekali ilmu alat (nahwu-shorof) dan kitab kuning.”Hal ini membuat orang kota khawatir masa depan anaknya, jika tidak dibekali ilmu cukup, terutama ilmu alat (nahwu-shorof),” katanya.

Alhamdulillah, lanjut Muzazaki, Ilmu alat yang begitu penting dan selesai di tangan Mbah Dung dan Ustad Nasir (Kiai Abdurahman dan Ustad Nasir)

“Trend sekarang ini orang dianggap santri bila hafal Al Qur’an, padahal belum mampu mengakses kitab kuning apalagi ilmu alat,” katanya,

Ia menjelaskan, bahwa pesantren itu ya seperti asrama bukan pesantren, hafal Al Qur’an di pesantren itu belum tentu membuat orang dewasa dalam berpikir agama secara keseluruhan, juga menyelesaikan urusan agama di masyarakat,” katanya.

Oleh karena itu, lanjutnya,
inisiatif Madrasatulalsun membesarkan dan meningkatkan kualitas pengajaran, akan menjadi jawaban bagi orang kota, dan kedua menjawab keresahan kami kami betapa banyaknya orang hafal Al Qur’an, tetapi tidak mencintai negara dan agama serta ajaran yang diajarkan kiai kiai.

Sehingga ke depan, katanya, setelah dua kementerian sepakat bahwa ijazah Pesantren Diniyah Formal bisa masuk ASN, maka peningkatan aktifitas Madrasatulalsun akan semakin menjawab tantangan ke depan.

“Saya punya sejarah dan menjadi bagian dari kemulyaan selama menjadi santri di Mbah Dung dan Ustad Nasir. Dan model seperti ini di Jatim belum ada, apalagi di Indonesia, karena Jatim itu ukurannya Indonesia dalam hal pesantren yang sungguh sungguh dan kreatif,” tandas Prof Muzazaki. (*)