Perubahan sangat drastis dan dramatis ialah, peraturan dari ketakmiran Masjidil Haram, yang mensyaratkan bahwa yang boleh masuk masjid di dekat Ka’bah atau wilayah jamaah thowaf, hanya yang berpakaian ihram.
Sehingga akibat peraturan ini, hampir seluruh jamaah pria tidak bisa atau terbatas ibadah dekat Ka’bah. Mengapa? Karena ada tiga hal harus terpenuhi dalam ibadah.
Pertama, bisa saja dengan memakai pakaian ihram sesuai standar syar’i, tetapi sudah pasti membohongi atau masuk katagori perilaku kurang berbudi pekerti luhur.
Kedua, memakai pakaian ihram bukan standar umrah dengan memakai celana dalam atau celana pendek, yang penting dapat mendekat ke Ka’bah walaupun tidak melakukan thowaf.
Ketiga, sengaja melakukan thowaf saja dengan memakai pakaian ihram bukan standar, hanya untuk memenuhi kesunahan masuk Masjidil Haram dengan thowaf atau seperti sholat tahiyatul masjid ketika masuk masjid, termasuk masjid Nabawi di Madinah Al Munawarah.
Tetapi bagi jamaah wanita karena sulit membedakan, memakai pakaian ihram untuk umrah dengan ibadah hanya sholat saja atau hanya thowaf saja. Maka dengan leluasa keluar masuk dekat Ka’bah, bebas tanpa peraturan ketat, dan semua tergantung kemauan dan selera.
Perubahan kebijakan itu sayang hanya sebagian saja. Semestinya di Baitullah Makkah Al Mukaromah, diberlakukan sama seperti di masjid Nabawi Madinah. Setiap jamaah yang thowaf mendaftar di aplikasi sekaligus mendapat kesempatan mencium Hajar Aswad sesuai tasreh khusus thowaf dan mencium batu hitam dari surga itu.
Perubahan demi perubahan memang salah satu cara Allah SWT, mengurangi nikmat di tempat mustajabah atau mustajab. Semoga
Sebagaimana Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, mustajab berarti manjur atau mujarab. Dalam konteks doa, maka dapat dimaknai bahwa permintaan atau permohonan seorang hamba pada waktu tersebut dapat cepat terkabul.