Oleh Mujianto – Alumni IPNU Kabupaten Blitar Periode 2000-2003
Sudah hampir 1,5 tahun PCNU Kabupaten Blitar tidak ada yang ngurus, karena memang tidak ada pengurusnya, sejak 19 Fabruari 2023 Pengurus lama menyatakan demisioner, termasuk lembaga dan lajnahnya.
Lembaga – lembaga yang menjadi garda terdepan layanan administrasi publik, semacam LP Maarif NU, LAZISNU, LWPNU, LKNU, LFNU, LPTNU, tidak dapat melayani sesuai fungsinya, bahkan mengalami problematik administratif dan yuridis, yang ini sangat merugikan warga nahdiyin dan masyarakat umum.
Tidak diketahui pasti apa sebabnya, PBNU tidak kunjung menerbitkan SK Pengesahan Pengurus PCNU hasil Konfercab XVIII, padahal semua berkas persyaratan sudah dikirim ke PWNU dan PBNU.
Belakangan PBNU malah menurunkan surat nomor 1677/PB.03/A.I.03.44/99/03/2024 tertanggal 22 Maret 2024 (1 tahun 1 bulan lebih dari Konfercab XVIII), yang isinya pembatalan terpilihnya H. Arif Fuadi dan memerintahkan Pemilihan Ulang (PU).
Sekarang, hampir 1 tahun 6 bulan, bukan waktu yang pendek untuk sebuah layanan administrasi dari lembaga-lembaga yang membutuhkan kepastian administratif, kepastian hukum yang berpengaruh ke masyarakat luas, yang sangat mungkin menghambat program-program NU ke depan, bahkan bisa menurunkan citra dan nama besar NU.
Jika ada yang salah diantara komponen-komponen, PBNU, PWNU, PCNU (lama), Panitia Konfercab XVIII, Individu Terpilih (Rais dan Ketua) dan lain-lain, tentunya bisa dilakukan tabayun, silaturrahmi, penyelidikan.
Yang semua itu untuk Merawat Jagat Membangun Peradaban (sebagaimana slogan 1 abad NU), toh aturan main yang dipakai sama, AD, ART, Perkum, Keputusan PBNU.
Kepada individu – individu yang secara langsung/ tidak langsung terlibat dalam proses Konfercab XVIII Kabupaten Blitar, hingga individu – individu PWNU dan PBNU yang menangani proses pemilihan hingga terbitnya SK Pengesahan pengurus, mari perilaku kita terhadap Jamiyah NU perlu mawas diri, tahu diri, self koreksi (tanya ke lubuk hati yang paling dalam).
Apakah untuk membenarkan diri sendiri tanpa ukuran standar organisasi, yaitu AD, ART, Perkum, Peraturan PBNU dsb, supaya ke vakuman kepengurusan PCNU Kabupaten Blitar segera terisi dan normal kembali, meski setelah normal, masih perlu waktu untuk sosialisasi lagi.
Bagi individu-individu yang merasa bersalah menurut ukuran AD, ART, Perkum, Peraturan PBNU, mudurlah dengan terhormat, ralatlah surat PBNU itu jika salah, mundurlah jika merasa telah dipilih menjadi Ketua.
kemudian diketahui proses dan prosedurnya salah, mundurlah jika terpilih menjadi Rais, kemudian langkah dan kebijakannya tidak benar, merugikan banyak orang, terpecahnya warga nahdiyin.
Hal ini akan lebih baik, lebih terhormat, lebih elegan dari pada dimundurkan oleh Majelis Tahkim, dimundurkan oleh Pengadilan Negeri. Janganlah NU dikorbankan karena ego pembenaran kita sendiri, tanpa merujuk kepada rule organisasi.
Organisasi ini milik semua, bukan milik segelintir orang, sekelompok orang, mari sama-sama berbesar hati, lapang dada demi Jam’iyah NU.
Akan sangat memalukan, jika karena ego dan selisih pendapat ini sampai ke Majelis Tahkim, yang baru dibentuk oleh PBNU, lebih memalukan lagi jika sampai ke Pengadilan Negeri, akibat tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, padahal di NU gudangnya alim ulama, orang sholeh, zuhud dan adil.
Pergi ke Majelis Tahkim atau Pengadilan Negeri adalah hak setiap orang, setiap warga nahdiyin yang hak-haknya di dholimi. Tetapi, akankah itu terjadi ? sangat mungkin.
Yang jelas warga nahdiyin Blitar tidak ingin kekosongan PCNU lebih lama lagi, segera ingin normal kepengurusannya dan beraktivitas demi kemajuan NU untuk Merawat Jagat Membangun Peradaban.
Wallohu’alam.(*)