Asyura, Judi Online & Pornografi

Asyura, Judi Online & Pornografi
S. Makin Rahmat

Oleh S. Makin Rahmat – Ketua Serikat Media Siber Indonesia Jatim

ALHAMDULILLAH, Memasuki Tahun Baru 1446 Hijriyah, masih diberikan sehat wal afiat, rejeki barokah. Semoga dulur-dulur juga demikian, masih diberikan kesempatan peduli dengan sesama, bisa menjalankan ibadah di bulan yang dimuliakan (arba-atul hurum).

Dari aktifitas al faqir sendiri merasa bingung dan gumun dengan berbagai-bagai kejadian belakangan ini. Mulai kasus ketagihan judi online sampai istri (Polwan) tega membakar suaminya sendiri juga seorang Polri. Berikutnya tragedi skandal pembunuhan Vina Cirebon mulai terkuak ada rekayasa, hingga tren mulai anak hingga orang dewasa keranjingan game dan pornografi.

Jujur, sebagai santri embongan yang ajek berinteraksi dengan sesama jalanan, tidak tabu bercengkrama kehidupan berbau kriminal, mulai teman ketagihan narkoba, berprofesi pencopet, penggarong, hingga dituduh koruptor, jaringan kriminal krah putih (pencoleng uang rakyat).

Jujur saja, perbedaannya tipis-tipis, mereka juga melakukan salat, terkadang ikut puasa, dan berusaha tidak merugikan karib. Kalau pun berbuat jahat, hanya faktor terpaksa, terlilit masalah ekonomi.

Yang tidak habis pikir adalah pengendalian diri, termasuk al faqir yang sering ‘sengaja’ salah jalan. Bila Allah SWT bukan Maha Pengampun, tentu berjimbun manusia terseok-seok menyesali perbuatan jahatnya. Sadar atau tidak, setiap terjadi pergeseran Amaliah tidak sesuai kodrat, maka muncul penyimpangan dan merugikan diri sendiri, keluarga serta masyarakat.

Bulan Muharram merupakan kesempatan istimewa berhijrah (berpindah), berkeyakinan dengan niat dan ikhtiar untuk berubah ke arah yang lebih baik, kembali ke khittah manusia diciptakan Sang Khalik tiada lain, yaitu beribadah (melakukan aktifitas) yang menguntungkan diri sendiri, orang lain dan sesama.

Mengapa, kalian tidak berpikir bahwa saat ikut kecanduan judi (online), harapan untuk menang atau kaya hanyalah dimiliki bandar. Pernahkah terpikir sebagai manusia berakal saat kita keranjingan atau ketagihan tontonan pornografi, syaraf energi positif kita terbelenggu oleh halusinasi. Maka tidak bakal memperoleh puncak organsme. Hanya fatamorgana yang memabukkan.

Nikmat apa yang engkau rasakan? Padahal, kita semestinya tahu, nabi Adam AS yang diciptakan pada 10 Muharram (Asyura) adalah penduduk surga. Hingga diturunkan ke bumi oleh Allah SWT sebagai sanksi atas pengaruh pasangan hidup ibu Hawa dan nafsu keinginan hingga memakan buah kuldi yang dilarang oleh Allah Azza wajalla.

Wes ngene ae dulur, bahasa embongan, Gusti Allah luwih ngerti, wes Maha Paham terhadap manusia, termasuk bumi dan seisinya.

Kalau kalian memang maniak judi, tanyakan kepada hati nuranimu, bukan nafsumu. Apa pantas mendapatkan keuntungan hanya dengan ongkang-ongkang saja. Begitu juga kalian yang ketagihan pornografi, hingga gejolak nafsumu tak terkendali.

Seumpama itu menjadi contoh, uswah, mengapa di saat nabi genting menghadapi tokoh dan kaum kafir di Mekah, tidak memohon langsung kepada Allah untuk menghukum manusia durjana. Sehingga meringankan tugas dakwah Baginda Rasulullah SAW, manusia terkasih.

Ternyata, Allah dengan “kun fayakun” (jadilah , maka itu pun jadi) membikin kisah lain, ada perjuangan panjang dan mendebarkan. Rasulullah harus bersembunyi di gua Tsur, melalui rute berkelok-kelok sebelum sampai ke Yasyrib (nama kota sebelum Madinah). Sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq pun merasa khawatir dan ketakutan hingga muncul doktrin firman Allah: La takzan innallaha ma’ana (Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita).

Penggalan QS At-taubah ayat 40 ini, seharusnya menjadi sandaran kita saat mengalami goncangan hidup, ujian dan cobaan. Doa nabi Adam, nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Baginda Rasulullah semua melalui pergolakan dan momentun tahun baru 1446 ini, kesempatan emas untuk mendapatkan kompetensi sebagai hambaNya yang tidak gampang putus asa. Yakinlah, bahwa Allah Maha Suci yang di tanganNya Kekuasaan atas segala sesuatu dan kepadaNya-lah, kamu dikembalikan. Wallahu a’lam bish-showab. (*)