Wajah Demokrasi kembali yang Cantik dengan gincu memerah, bedak tebal memutih, dan alis hitam tebal menghias, senyum terus ditebar walau mendapat serangan sangar … kembali menjadi pemenang
Wajah Demokrasi
kembali ke masa masa lalu, ketika penguasa mengarahkan suara dengan atau tanpa sengaja, berharap semua tiarap mengikuti jejak setapak dengan taat
Wajah Demokrasi adalah wajah pemilik mahkota kembali seperti masa orde waktu itu, siapa saja seperti pasukan terlatih bersama sama mengikuti perintah walau sesungguhnya tidak sama.
Wajah Demokrasi
mewarnai pesta demokrasi terbesar ketiga di dunia, ketika 200 juta lebih pemilih terdaftar, berbondong bondong memilih Presiden dan Wakil Presiden, memilih wakil rakyat dari pusat sampai daerah. Menitipkan amanat dengan penuh hikmat, walau hanya sekedar memberi hormat.
Wajah Demokrasi telah berubah dan tidak mampu diubah ubah. Ketika pasangan calon “dilawan” justru merangkul menjadi kawan. Ketika menjadi pemenang justru belajar sabar menjaga marwah para pembenar .
Wajah Demokrasi
kembali seperti masa sama itu, wajah menguasa berkuasa, uratan senyum pemilik tahta selalu bermarwah, diam tanpa makna di antara sumpah serapa para dewa, mampu mengubah rupa dunia.
Wajah Demokrasi telah berubah kembali seperti tidak pernah terjadi reformasi.
Wajah Demokrasi telah mengubah pesta demokrasi menjadi pesta rakyat memberi arti kepada penguasa negeri.
Wajah Demokrasi
adalah wajah suci bersinar aura terang benderang untuk menjaga keutuhan anak negeri, menjaga kelanjutan pembangunan seluruh pelosok negeri, berjanji membawa negeri milik sah ibu pertiwi ke tingkat tertinggi. (*)
*) Artikel ini sudah tayang di Koran Transparansi edisi 74