Ambisi Pemerintah Kota Batu menggenjot wisata mendunia seperti Pulau Dewata Bali terungkap pada pertemuan kelompok kerja (pokja) media Grahadi dengan Sekretaris Daerah Kota Batu ketika menerima kunjungan puluhan pekerja media tersebut ke Kota Apel –julukan Kota Batu.
“Saat ini, kita sedang berjuang untuk terus menjadikan Kota Batu sebagai destinasi wisata yang mampu mendatangkan jutaan wisatawan baik lokal maupun internasional terus meningkat di masa mendatang. Tentunya arah tujuannya menjadikan wisata Kota Bali seperti yang sudah terjadi di Bali,” beber Asisten Pemerintahan Sekdaprov Jatim, Dr H Akhmad Jazuli SH MSi dan Sekdakot Batu, Zadim Efisiansi kepada media yang hadir di Batu.
Sesuai data yang dikumpulkan, hingga tahun lalu sudah ada sekitar 8 juta wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu. Pangsa pasar wisatawan saat ini utama dari berbagai kota dan kabupaten di Jatim. Kemudian wisatawan nusantara dan mancanegara.
Apalagi kelebihan objek wisata di Batu berdekatan jika dibandingkan dengan Pulau Bali yang berjauhan karena berada dalam satu provinsi.
Modal utama Kota Batu untuk berkembang menjadi Kota Wisata yakni hawanya yang sejuk, alamnya yang bagus dan banyaknya destinasi wisata di Kota yang baru di menjadi daerah otonom sejak 2001 ini.
“Sebelumnya, memang kunjungan wisatawan di Kota Batu sangat sedikit. Bahkan, kala itu, Wali Kota Batu berusaha menggenjot wisatawan dengan menghadirkan dan mengundang untuk hadir. Termasuk dukungan pemberitaan media. Kini, sebaliknya kita justru kewalahan menerima kunjungan wisatawan,” tambahnya.
Dengan luas wilayah sekitar 200 KM persegi, Kota Batu sendiri memiliki sejarah sebagai kota wisata sejak abad ke-9 atau jaman kerajaan hingga kolonial, Batu sudah dikenal sebagai tempat peristirahatan. Prasastinya berupa candi diketahui di Desa Songgoriti. Di bawah candi di desa itu ada pemandian air panas dan air dingin. Kemudian di jaman kolonial Belanda ada namanya selecta. Jaman Pemerintahan Kolonial itu ada tempat-tempat peristirahatan yang dipilih termasuk Selecta.
Upaya Pemkot Batu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas destinasi dilakukan dengan berbagai program kegiatan. Batu yang 55 persen merupakan hutan, 22 persen pertanian dan 20 persennya dikelola membuat mereka memiliki modal yang bisa diandalkan. “Di Batu, kita sudah menganjurkan setiap desa harus memiliki destinasi wisata yang bisa ditonjolkan. Sementara saat ada lebih dari 60 objek wisata yang layak menjadi andalan,” katanya.
Tentu selain destinasi, faktor pendukung seperti infrastruktur, hotel, rumah makan, dan wisata kuliner termasuk oleh-oleh diharapkan bisa mendukung tekad Batu menjadi kota wisata mendunia. Ada bandara Kota Malang, jalan tol maupun sarana pendukung lainnya membuat mereka mampu mengembangkan diri.
Sekdakot Batu menambahkan ada tiga penopang utama perekonomian di Kota Batu. Diawali dari daerah pertanian, peternakan kemudian berkembang menjadi tempat kunjungan wisata dan penopang berikutnya UMKM. Hasil pertanian tidak dijual mentah seperti dulu. Kini olah yang menjadi oleh-oleh bagi wisatan seperti kripik pisang, kripik apel dan sebagainya.
Karena lahan pertanian hanya 22 persen, sehingga juga muncul peternak khususnya sapi perah hampir 10 ribu ekor. Sapi potong 3 ribu ekor.
Seperti di Dusun Brau lebih banyak sapinya dari pada warganya. Sehingga dusun ini jadi penghasil susu yang sangat terkenal. “Karena perkembangan jaman, beberapa desa tempat menjadi homestay.
Penduduknya bisa menjadikan rumahnya sebagai home stay. Di Dusun Brau sendiri, pegolahan susu cukup bagus. Dari sapi perah ini bisa dihasilkan berbagai olahan seperti keju, permen susu. Sementara olahan daging cukup banyak untuk stok olahan kuliner. Misalnya bakso untuk memasok hingga Malang Raya,” bebernya.
Batu awalnya sendiri memang kota pertanian. Karena saat itu 70 persen warganya petani. Kemudian dibentuk Among Tani sebagai penghargaan kepada petani. Pasar Besar Kota Batu dapat bantuan kementerian PUPR sebesar hampir Rp 2 miliar. Yang menempati gratis. Sehingga pasarnya dinamakan pasar besar Among Tani. Kemajuan Batu termasuk wisatanya semuanya dari petani.
Jazuli menambahkan, keberadaan Wisata Kota Batu tidak lepas adanya kluster-kluster. Selama ini seperti kluster Desa Sumber Brantas yang telah dikenal sebagai salah satu desa terindah di Kota Batu. Desa ini juga sering disebut sebagai kaki langit karena terletak di ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut. Di lokasi ini terbentang tanaman sayur mayur.
Kota Batu sendiri identik dengan buah apel seperti ditunjukkan di Desa Tulungrejo yang memiliki potensi sebagai kota penghasil Apel. “Ada 217 ribu jiwa yang mayoritas adalah petani. Ada sekitar 250 kelompok tani di Batu.
Tentunya, selain apel di kluster desa Bulukerto ada potensi penghasil kopi. Wajar jika di Batu berkembang pesat kafe-kafe. Bahkan Wali Kota Batu beberapa waktu lalu melakukan panen kopi di Bulukerto,” jelasnya.
“Menariknya, tanaman kopi ditanam di sela-sela tanaman apel sehingga kopi aromanya seperti apel. Ada juga tanaman kopi ditanam di sela-sela tanaman jeruk yang membuat aromanya seperti buah jeruk,” tambah dia.
Dari 24 Desa di Batu, 22 di antaranya merupakan petani pertanian organik. Selain sayur dan buah-buahan juga menghasilkan berbagai tanaman bunga seperti anggrek. Seperti di desa Gunungsari selain sayuran juga banyak berbagai tanaman bunga yang indah. (*)