Pada kesempatan yang penuh barokah ini, kita patut bersyukur kepada Allah Azza wajalla tetap diberikan kesehatan, keselamatan dan kesempatan untuk menghirup udara kehidupan, di hari Jum’at yang mubarok, sayyidina ayyam serta di bulan Muharram yang mulia.
Tanpa mengurangi nilai-nilai persahabatan dan persaudaraan, beberapa jemaah japri terhadap tulisan pembuka tabir kehidupan terhadap keistimewaan salat. Bagaimana jika seseorang ajek (hanya mementingkan) salat, tanpa mengindahkan kebutuhan keluarga. Dengan bahasa lain, melalaikan ikhtiar dan bekerja?
Mohon izin, Al faqir dengan keterbatasan ilmu, pengetahuan dan masih terus mengaji kepada para guru, perkenankan berjimbun kisah dan fakta, dari salat yang berisi permohonan, dzikir dan doa merupakan wasilah, sebagai kunci pembuka tabir-tabir kehidupan.
Kisah seorang Bupati di luar Jawa yang merasa terpanggil untuk mengayomi masyarakat sebagai Umaro’. Setelah konsultasi dengan seorang ulama, beliau diperintah untuk Istiqomah salat berjamaah lima waktu tidak boleh terputus selama 40 hari dengan takhiyatul masjid dan takbiratul ula (takbiratul ihram di rakaat awal).
Tentu kita tidak perlu berdebat terhadap dasar dan sandaran amalan tersebut. Yang jelas, perintah salat berjamaah tepat waktu adalah tuntutan Rasulullah. Kesabaran, ketekunan dan ketaatan kepada ulama, guru dan tokoh panutan menjadikan simpul kuat komunikasi, sinkronisasi program hablum minallah wahablum minannas.
Pengakuan Bupati ini, dirinya mulai merasakan hubungan kuat ulama, Umaro’ dan umat saling bersinergi. Kekuatan anggaran, modal pengetahuan, ketrampilan dan program pembangunan merupakan inspirasi seorang pemimpin menjadikan rakyatnya terbebas dari lapar dan ketakutan.
Faktanya, daerah yang awalnya minus, kondisi masyarakat jauh dari sejahtera, ternyata dibukakan kekuatan dahsyat. Sumber alam dan etos kerja warganya mengangkat derajat wilayah menjadi kawasan bisnis luar biasa.
Ini hanya sekilas kisah, tentu berjuta-juta kisah yang luput dari mata penglihatan dan batin kita. Karena setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak.
Bahkan sangat merugi, jika ada seseorang hanya berpangku tangan, tanpa berusaha dan bekerja. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
*كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت*
“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Daud).
Salah satu bentuk tanggung jawab itu adalah dengan berikhtiar dan bekerja.
Sebab dengan bekerja seseorang akan mendapatkan penghidupan yang baik, tentu menambah ketekunan beribadah, memberikan rasa nyaman keluarga dan lingkungan.
Di dalam Al-Qur’an ada banyak ayat-ayat yang menganjurkan kita untuk bekerja keras. Sesuai Allah ﷻ berfirman:
*وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ*
“Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS At-Taubah: 105).
Dalam surah yg lain, Allah ﷻ berfirman:
*فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ*
“Apabila telah ditunaikan salat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS al-Jumu’ah: 10).
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah juga bersabda:
*لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ*
“Sungguh seorang dari kalian yang memanggul kayu bakar dengan punggungnya lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya atau menolaknya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Bekerja keras dengan kemampuan kita secara skill, pengetahuan dan sarana penunjang merupakan wujud ikhtiar untuk dirinya agar derajat sebagai hambaNya tidak tersia-siakan. Inilah cara tauladan yang dicontohkan para Nabi. Dari Al Miqdam, bahwa Rasulullah bersabda,
*مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ*
“Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari hasil usaha sendiri, dan sungguh Nabi Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri)” (HR. Bukhari)
Saudara seiman dan seagama. Semoga Allah mengangkat derajat ketakwaan kita, selain dari ketaatan dan ilmu kita, juga ladang bumi tempat kita berpijak sebagai Khalifah (pemimpin) menunjukkan keutamaan bekerja, bekerja , bekerja dengan mencari nafkah yang halal merupakan simbiosis mutualisme untuk keluarga, anak keturunan kita dan masyarakat. Semoga bermanfaat. (*)