Rocky Gerung & Hidayah

Rocky Gerung & Hidayah
H.S. Makin Rahmat

Hingga saat ini masih viral membicarakan komentar Rocky Gerung. Dengan kepandaian silat lidahnya mampu menghipnotis kelompok yang merasa dibenarkan. Sebaliknya, barisan yang sudah muak dengan celoteh Rocky Gerung, menganggap ucapan sang profesor tidak pantas dan beraroma fitnah.

Selanjutnya menimbulkan polemik, pro-kontra yang mencuat menjadi perdebatan merembet pada persoalan prinsip, keyakinan termasuk membahas tentang hidayah. Semua tahu, bahwa Rocky Gerung bukan muslim, namun diberikan panggung khutbah untuk memberikan hujjah (dalil dan pemikiran) yang dianggap pantas.

Tentu kurang elok terlibat lebih dalam mencampuri perilaku orang lain. Kami tetap yakin dan percaya, bahwa siapa pun ketika menyampaikan statement dan komentar bernada arogan, berbau ghibah, dengan bahasa vulgar sangat tidak patut untuk dijadikan tauladan.

Yakinlah, bahwa setiap perbuatan baik yang kita lakukan tidak lepas dari bimbingan dan hidayah Allah SWT. Maka jika kita telah berbuat baik dan beramal, jangan sombong, menganggap atas inisiatif kita. Tapi hal tersebut terjadi karena ijin dan hidayah Allah.

Setiap perilaku kita sejatinya melewati lintasan-lintasan (khotroh) Allah. Ada empat sumber lintasan Allah yang dilalui manusia.

Pertama khotroh ilahiyah, lintasan yang diilhamkan dan hidayah dari Allah SWT. Ada juga khotroh syaitoniyah, khotroh ini dibisikkan, dihembuskan oleh setan. Berikutnya, khotroh malakiyah, dibisikkan malaikat untuk menguatkan, memotivasi manusia agar terus di jalan Allah. Dan yang terakhir ada khotroh nafsiyah kita sendiri. Khotroh nafsiyah ini sendiri merupakan lintasan yang terbit dari nafsu manusia itu sendiri.

Khotroh nafsiyah berawal dari stimulan-stimulan syahwat yang ada pada sekitar manusia itu sendiri baik yang kita lihat, kita rasakan maupun yang kita alami. Maka tatkala kita bisa menahan dari khotroh nafsiyah maka akan hadir khotroh ilahiyah yang merupakan hidayah Allah. Suatu contoh, jika kita menghadiri sebuah kajian, sebuah majelis ilmu, maka hal tersebut semata-mata terjadi untuk memenuhi ridha dan hidayah dari Allah.

Sesuai firman Allah dalam surat Azzumar ayat 22:
*أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِنْ رَبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ*
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.”

Dalam kajian ayat tersebut sudah sangat jelas yang mana kepahaman, perbuatan yang dilakukan oleh manusia sumbernya adalah di hati. Kita harus yakin Al Qur’an penuh kebenaran bahwa orang jahil itu bukan pada otaknya tetapi pada hatinya.

Setelah iman itu diproses dengan selalu ingat kepada Allah, maka lambat laun hati menjadi sangat terang, ia terasa sekali dengan sangat jelas. Seperti jelasnya hati orang yang mengalami kegelapan, sering dzikir, maka sinar itu semakin menerangi dada (hati) kita.

Jika sinar ini semakin menerangi hati kita, pintu kasyaf itu sudah semakin terasa untuk difahami sebagai tanda ada hubungan batin yang mampu mengintai kehendak Allah. Ilham itu sangat jelas baik fujur dan takwa.

Rejeki itu sangat jelas ketika Allah sudah menunjukkan. Wujud ada hubungan yang baik dengan Allah. Barokah, ilham, riqqah serta rasa tenang adalah suatu keadaan yang bisa dilihat oleh hati manusia yang bersih. Sebaliknya gundah, gelisah dan kemarahan juga bisa dilihat dengan jelas oleh hati kita. Bukan pada otak kita. Dan hati itu mampu berjalan menuju Allah.

Orang-orang yang dadanya dilapangkan untuk menerima Islam, mengamalkan Islam, memperjuangkan Islam dan mempertahankan Islam itu semua merupakan *‘ala nurii robbi* atas cahaya yang diberikan Allah.

Allah Maha Berkehendak, memberikan cahaya hidayah-Nya kepada orang-orang yang dikehendaki saja. Jika suatu saat kita menghadiri suatu majelis, berjalan menuju masjid, maka perlu ditanamkan dalam pikiran kita adalah, “Alhamdulillah, Allah telah memberikan hidayah-Nya kepada kita”.

Dengan adanya hidayah Allah tersebut, maka doa untuk memohon selalu diberikan hidayah Allah merupakan doa yang wajib kita panjatkan. Setiap hari minimal 17 kali. Doa ini selalu kita ucapkan dalam setiap salat yaitu:
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” (Al-Fatihah:6)

Dengan seringnya kita mengucapkan dan melafadzkan ayat tersebut artinya hidayah Allah itu sangat penting dalam kehidupan manusia. Bukan hanya main kalimat dan pandai mengolah kata, tapi masih jauh dari Rahmat, Ridlo dan Hidayah-Nya.

Hidayah ini tidak bisa dibeli, tidak bisa pula dipesan. Hanya Allah yang berhak memberikan hidayah ini kepada hambaNya yang dikehendaki.

Bahkan paman Rasulullah SAW pun tidak diberikan hidayah Allah, meskipun sudah membantu perjuangan Rasul saat penyebaran Islam. Setiap doa Rasul sematkan permohonan tersebut, Rasul tangisi dan mengharapkan bahwa pamannya dapat mengucapkan dua kalimat syahadat. Namun Allah mengatakan kepada Rasul dalam surat Al Qashah ayat 56:
إِنَّكَ لَا تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu (Muhammad) tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”

Begitu pula dalam QS Al Baqarah ayat 272:
لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰىهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ
“Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.”

Semoga di tahun baru Hijriyah 1445, kita semua menjadi insan Kamil, manusia yang berakhlak, yaitu mampu meng-Allah-kan Allah, memanusiakan manusia dan mengalamkan alam. Wallahu a’lam bish-showab. (*)