WT : Kalau lebih ditingkatkan lagi pada masa-masa mendatang, ada jaminan Indonesia akan mampu bangkit dan memimpin lagi di SEA Games.
ZA : Kalau mengacu pada program DBON, maka konsentrasi membina anak-anak berbakat dan potensi melahirkan prestasi tingkat dunia, baru memetik pada tahun 2032 atau 2034 sekitar 10 tahun dari mulai menjalankan program ini.
Berarti untuk pola pembinaan jangka pendek untuk memperbaiki prestasi di SEA Games atau Asian Games, jika fokus dan sungguh-sungguh konsentrasi cabor nomor perorangan yang potensi menghasilkan medali emas, maka peluang prestasi Indonesia di pesta olahraga multivent, InsyaAllah lebih terbuka dan berpeluang.
WT : Berarti membutuhkan evalusi dan fokus konsentrasi pada cabor nomor perorangan yang punya potensi merebut medali emas.
ZA : Saya kira iya! Dan harus bersama-sama mempersiapkan semaksimal mungkin.
WT : DBON sendiri sudah dilaksakan seperti apa?
ZA : Pemerintah akan membangun
10 sentra pembinaan olahraga di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, NTB, Kalimantan Timur, dan Papua. Selain itu, dia mengatakan, di luar 10 provinsi itu ada juga yang mengusulkan seperti Sumatera Barat yang menyatakan siap untuk menjadi sentra.
Tapi itu program jangka panjang untuk menuai hasil pada tahun 2032 atau 2034.
WT : Kalau jangka pendek untuk multivent
ZA : Bersama sejumlah profesor bidang olahraga dan pakar olahraga, termasuk dari kalangan wartawan olahraga melakukan evalusi dan memastikan fokus pembinaan cabor nomor perorangan yang banyak menyediakan medali.
WT : Untuk cabor beregu apakah?
ZA : Sama, harus sama-sama meningkatkan pola pembinaan untuk merebut medali emas. Sebab di cabor nomor beregu itu gengsi tersendiri.
WT : Kembali ke DBON Prof
ZA : Sekarang ini
untuk sementara sentra pembinaan olahraga ditempelkan langsung di perguruan tinggi, terutama yang memiliki fakultas keolahragaan. Hal itu supaya anak-anak yang dibina di sentra ini pendidikannya tetap terjaga, dan pengawasan terhadap mereka terpantau. Juga ada SDM yang secara profesional dan proporsional terus memantau setiap berkembangan atlet yang terpilih dalam pembinaan di sentra itu.
WT : Karena DBOK memang program jangka panjang untuk gengsi prestsi Indonesia di mata dunia?
ZA : Iya betul. Dalam sentra itu direkrut anak-anak rata-rata usia 12 tahun. Lulusan SD masuk SMP. Sekolahnya tidak boleh terlantar. Didukung perguruan tinggi yang memiliki Labschool. Misalnya UNJ (Universitas Negeri Jakarta), itu punya fakultas keolahragaan, punya lab sport science, punya penginapan tempat latihan, dan labschool.
WT : Untuk KONI Provinsi?
ZA : KONI Provinsi dan Kab/Kota sama? Mendukung program pembinaan nasional, baik cabor perorangan maupun beregu.
Tentu saja beriringan dengan DBON konsentrasi pada cabang olahraga yang berpotensi melahirkan prestai sekurang-kurangnya SEA Games.
WT : Apa bisa disatukan dengan DBON?
ZA : Sekarang belum. Masih menyesuaikan sesuai fokus dan konsentrasi pola pembinaan untuk kepentingan jangka pendek yang memungkinkan berprestasi.
WT : Kembali ke DBON, berarti sentra pembinaan akan menjadi kunci?
ZA : Harapannya seperti itu, karena di sentra pembinaan ada pelatih olahraga, ada dokter yang mendampingi, psikolog yang mendampingi, ahli gizi yang mendampingi, dan penanggung jawab asrama. Sementara atlet hanya latihan dan latihan, pertandingan dan pertandingan.
Para atlet hanya latihan dan belajar. Sehari-hari belajar dan sekolah serta latihan sesuai cabor, makan dan uang saku anggaran pemerintah pusat.
WT : Targetnya?
ZA : Target dari pembinaan melalui program DBON adalah untuk mempersiapkan juara olimpiade di masa yang akan datang. Sebab, untuk menyiapkan atlet berprestasi harus memiliki minimal 10 ribu jam latihan atau 10 tahun.
WT : Selamat dan sukses Prof. Semoga sepakbola juara dan mempersembahkan medali emas
ZA : Aamiin …(*)
Laporan Djoko Tetuko dari arena SEA Games Kambodia