Lestarikan Reog Juga Perlu Dana

Lestarikan Reog Juga Perlu Dana
Ketua DPRD Kabupaten Magetan H. Sujatno, SE, MM

SENIMAN, penggemar , pemerhati dan pemangku kepentingan lainnya sontak kebakaran jenggot ketika negara tetangga Malaysia mengklaim akan mendaftarkan Reog Ponorogo ke UNESCO sebagai warisan budayanya dengan nama “barongan”. Tak terkecuali Ketua DPRD Kabupaten Magetan H. Sujatno, SE, MM. Ia mengaku sangat perihatin dengan kondisi tersebut. Wartawan WartaTransparansi.com/KoranTransparansi berhasil mewawancarai Ketua DPRD Sujatno guna menggali motive gelaran reog di Magetan beberpa waktu lalu, berikut petikan wawancaranya:

WT. Assalamu’alaikum, tetap puasa pak Ketua?

Ketua DPRD : Alhamdulllah, puasa ramadhan belum lowong, semoga ibadah kita lancar.

WT :  Ketua baru saja menggelar Reog Ponorogo. Sebenarnya hal apa yang mendasari kegiatan tersebut ?

Ketua DPRD  :  Pertama kali yang jelas  kita dukung penampilan reog Ponorogo oleh seniman Magetan ini. Apalagi sudah ada upaya reog di klaim oleh negara  Malaysia beberapa waktu lalu. Untuk itu kami mengajak segenap elemen  masyarakat untuk menjaga dan melestarikan kesenian reog diantaranya dengan sering membuat even dengan menampilkanya diruang publik.

WT : Jadi konkretnya maksud dan tujuannya pak dalam pagelaran itu?

Ketua DPRD : Kita bersama harus ikut  menjaga dan melestarikan kesenian reog ini agar tidak punah. Karena kalau kita tidak peduli untuk melestarikan maka negara lain akan mudah mencaplok sebagai hak miliknya. Dan kenyataan hal ini sudah terjadi dengan kesenian reog yang di klaim Malaysia. Maka kepedulian kita sebagai anak bangsa ya harus mempertahankan seni ini juga melestarikan, salah satu caranya dengan menampilkan kesenian reog pada masyarakat.

WT :  Apa harapan pak ketua baik kepada masyarakat juga kepada pemerintah pusat agar kesenian reog tetap lestari dan dan menjadi milik bangsa sebagai budaya asli milik bangsa Indonesia ?

Ketua DPRD.  : Kepada diri saya dan juga pada masyarakat mari kita semua bersama menjaga kesenian asli bangsa ini agar tetap ada dan berkembang. Salah satunya dengan seringnya kita tampil di tengah tengah masyarakat sambil kita edukasi dan menanamkan rasa memiliki pada budaya kita sendiri. Ini merupakan jati diri bangsa yang harus diperjuangkan keberadaannya, Walaupun Reog Ponorogo sendiri merupakan salah satu kesenian yang identik dengan Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Namun kegiatan ini menunjukkan jika seniman reog di Magetan sama rasa dengan seniman reog lainnya.

Seniman reog tidak terima dengan klaim Malaysia karena reog budaya asli Indonesia. Seperti kegiatan malam yang dihadiri ratusan seniman dari puluhan kelompok seni reog Kabupaten Magetan adalah bentuk kecintaan terhadap seni reog yang juga merupakan kesenian asli bangsa Indonesia.

Jadi, kesenian reog Ponorogo harus dilestarikan karena kita sebagai rakyat indonesia harus mensyukuri berbagai jenis kebudayaan yang ada di indonesia,khususnya reog Ponorogo. Reog ponorogo wajib dilestarikan, dari hari ke hari rakyat indonesia semakin  jarang memainkannya, jika sudah begitu dengan cepat bangsa lain bisa saja  mengambil alih dan diakui sebagai kebudayaannya.

Sedangkan kepada Pemerintah kami berharap lebih serius dan sungguh sungguh memperjuangkan agar Seni reog bisa diakui oleh badan Kebudayaan Internasioanal (Unesco), agar tetap menjadi kebudayaan asli bangsa Indonesia dan milik bangsa sebagai jati diri budaya bangsa Indonesia.

Lestarikan Reog Juga Perlu Dana

WT : Menurut pak Ketua, apakah frekuensi gelaran Reog ini sangat kurang ?

Ketua DPRD : Frekuensi gelaran reog diakui ataupun tidak memang perlu untuk ditambah. Caranya bisa menjadi suguhan tamu tamu nasional, internasional, bahkan di festivalkan. Dalam hajatan keluarga atau bersih desa juga perlu di tampilkan. Dengan begitu seniman Reog Ponorogo akan lebih bersemangat. Dan tak kalah pentingnya tampilan Reog harus disesuaikan dengan situasi kekinian.

WT : Adakah Pembinaan untuk Seniman Reog ?

Ketua DPRD : Ini membutuhkan dana, sebab itu Pemerintah harus intervensi dengan menyisihkan anggaran untuk seniman dan merawat perangkat reognya. Tidak hanya reog saja melainkan juga seni dan budaya yang lain. Saya kira Dinas Pariwisata harus melihat ini sebagai potensi devisa daerah. Seniman reog memang tidak bisa menggantungnya hidupnya reog sebagai pekerjaan. Ini hendaknya menjadi perhatian bersama. (rud)