Soal Pemilu Serentak, Anggota Komisi A DPRD Jatim: Ini Bukan Setuju Dan Tidak Setuju 

KPU menyisakan banyak masalah

Soal Pemilu Serentak, Anggota Komisi A DPRD Jatim: Ini Bukan Setuju Dan Tidak Setuju 
Anggota Komisi A DPRD Jatim Freddy Poernomo

SURABAYA (WartaTransparansi.com) – Rencana Pemilihan Umum serentak (Pilpres,Pileg dan Pemilukada) yang kini tengah dibahas KPU RI dan  DPR menuai respon pro kontra. Ada yang berpendapat Pemilu serentak menyulitkan pengawasanya, ada juga yang berpendapat lebih efisien dalam sisi anggaran.

Anggota Komisi A (bidang Hukum dan Pemerintahan) DPRD Jawa Timur Freddy Poernomo menyatakan, ini  bukan persoalan setuju atau tidak setuju dengan Pemilu serentak. Dari sisi efisiensi waktu memang benar. Tapi coba dikaji dulu negara mana di dunia ini yang menyelenggarakan Pemilu serentak.

Dari pengalaman Pemilu serentak Pilpres dan Pileg lalu ditengarai banyak menyisakan kecurangan. Selepas Pemilu, juga muncul banyak gugatan.  Lalu apakah kasus kasus yang mumcul itu MK (Mahkamah Konstitusi) bisa menyelesaikan semua sengketa Pemilu dengan rentan waktu yang cepat. Kan tidak, kata Freddy Poernomo kepada media ini di Surabaya, Rabu (8/9/2021)

Soal Pemilu serentak ini mengemuka dan dibahas dalam rapar kerja antara KPU RI dengan DPR RI  tanggal 26 Agustus 2021. Dalam rapat kerja itu ternyata juga banyak memunculkan perdebatan sengit.

Freddy menegaskan, pemilu serentak perlu kajian mendalam terutama ekses yang terjadi pasca coblosan. Misalnya, bagaimana kalau terjadi kegaduhan yang berdampak pada stabilitas negara, stabilitas demokrasi & stabilitas politik.

Mampukah aparatur negara mengatasinya ? Apalagi sistem Pemilu di negara kita masih konvensional, ujar Freddy dengan nada tanya. Wallahu A’lam Bishawab.

Ia menunjukkan, Pilpres & Pileg Tahun 2019, masih meninggalkan PR besar atas kematian 894 petugas KPPS & saksi saksi di TPS. Adakah kajian & Penelitihan atas kematian tersebut. Sampai hari ini KPU RI, belum juga menyampaikan secara tegas, jelas & pasti atas kematian petugas KPPS tersebut.

Sementata berdasarkan hasil senergitas Komisi “A” DPRD Provinsi se Indonesia, akademisi serta pakar politik & demokrasi di Tahun 2016 yang diselenggarakan di Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur, telah merumuskan & menyampaikan rekomendasi usulan terkait Pemilu tingkat Provinsi, dengan pertimbangan provinsi tidak memiliki basis teritorial seperti Kabupaten/Kota.

“Provinsi hanya sebatas koordinatif, pembinaan & pengawasan terhadap Kabupaten/Kota,” katanya.

Ke2, opsi usulan yang disampaikan : Pemilukada kembali dipilih langsung oleh DPRD Provinsi sebagai representasi wakil rakyat, dan/atau dipilih langsung oleh DPRD Provinsi diperluas dengan keterlibatan KDH Kabupaten/Kota & DPRD Kabupaten/Kota se provinsi sesuai wilayah tugasnya masing2.

Amanah UUD 1945 Pasal 18 ayat (4), bahwa Kepala Daerah itu dipilih secara demokratis.

Pertanyaan sederhana, Apakah pemilihan kepala daerah melalui DPRD tidak demokratis ? Dimana yang menyebut pemilu KDH dipilih langsung, ini UU  yang menyebut ? Sedangkan UU kedudukannya dibawa UUD 1945, apakah makna demokrasi, itu masalah teknis & Political Will dari parpol & DPR, ucap Freddy politikus senior.

Pertanyaan yang lain, berapa ongkos & anggaran dibutuhkan didalam penyelenggaraan Pemilu serenta tingkat provinsi.

Pilgub Jatim tahun 2018 usulan KPU Rp1,6 T dari sisi penyelenggaraan, belum lagi ongkos para kandidat KDH, berapa besar ? Dengan kondisi ekonomi saat ini & hutang negara yang cukup tinggi. Sudahkah ada jaminan kwalitas KDH dipilih langsung dalam Pemilukada ?

Freddy juga menunjukkan fakta lapangan,  sedikitnya sudah ada 19 KDH Kabupaten/Kota ketangkap KPK. Secara Nasional ada 131 Bupati/Walikota & 21 Gubernur yang ketangkap KPK. Hal hal semacam ini harus menjadi kajian.

Freddy Poernomo, yang juga dosen dibeberapa perguruan tinggi itu menyatakan, sudah saatnya kita kembali ke demokrasi dengan kearifan Nasional, kearifan Indonesia sebagaimana di amanatkan oleh UUD 1945. (sr/min)