Miris Haji

Miris Haji

Tak heran jika kemudian ada harapan agar Presiden Joko Widodo turun tangan dalam urusan haji ini. Sebab, persoalannya tidak hanya masalah kuota, tetapi Pemerintah Arab Saudi juga mempersoalkan jenis vaksin yang dipakai calon haji kita.

Vaksin Sinovac banyak digunakan di Indonesia, ternyata belum disertifikasi oleh WHO. Sementara Pemerintah Arab Saudi melarang jemaah calon haji masuk ke negaranya bila vaksinnya tidak memiliki sertifikat dari WHO.

Pemerintah Arab Saudi hanya mengakui vaksin Pfizer, Astrazeneca, dan Moderna. Sementara kita di Indonesia pakai Sinovac.

Nah, karena itu, agar Pemerintah Arab Saudi mengakuinya, maka sepantasnyalah Pemerintah Indonesia mendesak negara produsen Sinovac untuk mengurus sertifikasinya ke WHO.

Selama Sinovac belum mendapatkan sertifikasi dari WHO, maka Indonesia tak perlu bermimpi untuk bisa memberangkatkan jemaah haji. Entahlah. Namun, di sinilah agar Presiden Jokowi sebagai otoritas tertinggi dituntut untuk turun tangan. Melakukan lobi. Sehingga nantinya ada kepastian bisa tidaknya jemaah calon haji kita berangkat menunaikan ibadah haji.

Kemudian, juga tergantung dari bagaimana ‘perjuangan’ Indonesia dalam ‘menekan’ pihak Sinovac agar bisa segera memperoleh sertifikat WHO. Mengingat closing date bandara di Arab Saudi hanya tersisa waktu 50 hari saja. Kalau ini berhasil, skenario selanjutnya, bagaimana persiapan dan mitigasi bila terjadi pembatasan kuota jemaah.

Semoga ada jalan keluar dari persoalan ini. Pemerintah Arab Saudi bisa segera memberikan keputusan soal kuota. Kalau Kalau pun kemudian Pemerintah Arab saudi tetap pada keputusannya, maka pemerintah wajib memberikan penjelasan kepada masyarakat. Sebab, ini bisa jadi yang kedua kalinya Indonesia tak bisa menyelenggarakan ibadah haji. ***