Tajuk  

Prahara ketika Hari Raya Ketupat seperti Lepat Luput

Oleh : Djoko Tetuko, Pemimpin Redaksi Wartatransparansi

Prahara ketika Hari Raya Ketupat seperti Lepat Luput
Djoko Tetuko

Tentu saja akan lain, jika malam itu dengan tema Hari Raya Ketupat, dengan model kegiatan yang sama dengan menu makanan sama dan menjaga Prokes sama, dalam rangka menjaga tradisi dan budaya Islam Nusantara, kemudian secara spontan walaupun sudah dipersiapkan memberikan ucapan selamat ulang tahun. Apalagi ditambah doa kesehatan dan keselamatan untuk seluruh anak bangsa.

Prahara memang selalu mengingatkan setelah peristiwa berlalu, kemudian hasil kontemplasi (perenungan), mampu mengambil hikmah dari sebuah kelalaian atau kealpaan menjadi sebuah kesadaran untuk segera menyempurnakan dengan memohon ampunan.

Secara administrasi gara-gara prahara malam Hari Raya Ketupat seperti tinggal kenangan, seperti sudah dilupakan, seperti sudah bukan tradisi dan budaya bangsa, dalam cakupan sangat luas dalam menjaga kemajemukan. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Sabtu (22/5/2021) secara pribadi meminta maaf.

Tentu saja tulisan ini tidak perlu menjelaskan permintaan maaf dan sebab musabab sebuah acara sehingga menimbulkan prahara. Tetapi lebih fokus pada kelupaan karena Hari Raya Ketupat, maka bersegeralah memohon maaf sebagai sebagaimana firman Allah SWT pada surat Al-Imran (ayat 133-134);

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.

Rasulllah SAW bersabda, “manusia yang mulia apabila diberi musibah bersabar, diberi nikmat bersyukur, didzalimi memaafkan”.

Prahara ketika Hari Raya Ketupat Lepat Luput, hanya tinggal kenangan, sebuah peringatan semata. Bahwa sesunggunya meninggalkan tradisi dan budaya kebaikan dalam berbangsa, bernegara, dan beragama, seperti mengingkari nikmat atau kurang bersyukur, sehingga Allah SWT menurunkan “ujian kecil” berupa prahara.