Xinjiang Tower, Beijing (WartaTransparansi) – Abdur Raqib Tursuniyaz tidak sendirian dalam acara yang dihadiri misi diplomatik dari Suriah, Bahrain, Aljazair, Palestina, Yordania, Senegal, Chad, Mali, dan Bangladesh itu.Ada tiga wakilnya di jajaran Deputi Presiden Asosiasi Islam Xinjiang (XIA) yang juga mendapat kesempatan yang sama dengan Raqib.
Mereka adalah Muhtarim Sherip, yang juga imam Masjid Yanghang Urumqi, Mamat Jumah (imam Masjid Idkah Kashgar), dan Bai Fusheng (imam Masjid Nianzigou Urumqi).
Hanya Oubul Hasan Deputi Presiden XIA, yang juga khotib Masjid Jamik Hotan, menyapa tamu asingnya itu melalui fasilitas saluran video dengan menggunakan bahasa Uighur.
Dari Beijing, Hotan memang jaraknya cukup jauh. Butuh enam sampai tujuh jam penerbangan dari Beijing menuju kota yang berbatasan dengan India dan Pakistan itu. Hampir sama dengan Beijing-Kashgar –yang juga membutuhkan waktu tempuh penerbangan enam jam lebih.
Para pengurus teras XIA dan imam masjid di kotanya masing-masing itu memaparkan situasi keumatan yang stabil dalam beberapa tahun belakangan seiring dengan makin memudarnya pengaruh radikalisme, ekstremisme, terorisme, dan separatisme di daerah paling barat daratan Tiongkok itu.
“Di Xinjiang, agama tidak hanya dihormati dan dilindungi, melainkan juga pemerintah daerah membangun fasilitas pendidikan keagamaan seperti XII (Institut Agama Islam Xinjiang) untuk membantu masyarakat memahami agama lebih baik lagi,” kata Bai Fusheng.
Lembaga pendidikan yang dia maksudkan itu tersebar di delapan kota di Xinjiang dengan jenjang pendidikan dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi, yang setiap tahun meluluskan 1.000 orang lebih.
Terlepas dari itu semua, yang menarik perhatian adalah Resepsi Idul Fitri di Xinjiang Tower pada Kamis (13/5).
Peristiwa tersebut sangat langka di China. Para pemuka agama Islam dari daerah terluar yang sempat beberapa kali mengalami konflik horisontal itu diberikan tempat terhormat di forum resmi.
Bahkan, pentolan Partai Komunis China (CPC) Daerah Otonomi Xinjiang, seperti Xu Hairong dan Li Hui, tidak menyampaikan sambutan apa pun. Hal yang tidak lazim terjadi pada acara resmi di China yang hierarki politik dan pemerintahannya didominasi orang-orang dari partai penguasa tersebut.
Dalam catatan WartaTransparansi-Beijing, otoritas China yang terakhir kali menggelar resepsi peringatan hari besar Islam dengan mengundang misi diplomatik asing adalah pada Idul Adha tahun 2018.
Tempatnya pun sama, di Xinjiang Tower, hotel dan restoran sekaligus kantor perwakilan Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang, yang sangat megah di kawasan Sanlihe, Beijing.
Bedanya, pada Resepsi Hari Raya Idul Adha tidak banyak kata sambutan yang diberikan oleh jajaran pengurus Asosiasi Islam China (CIA).
Namun tamu yang diundang lebih banyak, bahkan misi diplomatik dari Indonesia pun hadir dalam Resepsi Hari Raya Idul Adha –di kalangan umat Islam China dikenal dengan sebutan Guerban Jie– tiga tahun lalu.
Pada Resepsi Idul Fitri Kamis siang itu, para imam dari Xinjiang juga leluasa mengucapkan “Bismillahir Rahmanir Rahim” dan “Assalaamu’alaikum wa Rahahmatillahi wa Barakatuhu”.
Sapaan bernuansa Islami yang sangat jarang terdengar di forum-forum resmi yang dihadiri beberapa pejabat teras Partai Komunis dan pejabat Kementerian Luar Negeri China.
Satu lagi, pada Resepsi Hari Raya Idul Fitri atau Kaizhai Jie Kamis siang itu tidak ada bir, wine, atau minuman keras lainnya di atas meja jamuan makan.
Bahkan di penghujung acara, juga tidak ada ritual bersulang bersama para tamu undangan seperti yang terlihat saat resepsi Guerban Jie tiga tahun lalu.
Seorang diplomat dari Timur-Tengah diberi kehormatan untuk memotong bagian daging kambing oven, menu favorit masyarakat Xinjiang, di penghujung acara tersebut.
Di sela-sela acara berlangsung, diputar pula video yang menayangkan aktivitas etnis minoritas Muslim Uighur selama bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri di Xinjiang.
Tayangan video itu memperlihatkan beberapa orang berbondong-bondong ke masjid untuk melaksanakan shalat Magrib dan buka puasa bersama di rumah salah satu keluarga etnis Uighur.