4. Luber; dimaksudkan bahwa zakat, infak, dan sedekah yang dikeluarkan di hari itu merupakan hak orang lain dan dapat memperingan beban orang lain sehingga keseimbangan tatanan hidup didalam masyarakat dapat terjaga dengan baik.
Disatu sisi makna lebaran sebegitunya indah dan dapat dipelihara keberadaannya untuk terus dilestarikan karena nilai-nilai kebaikannya yang nampak. Namun perlu diperhatikan sisi lainya karena masih banyak yang terjebak dikubangan kebiasaan yang sama yang kurang baik dari tahun ke tahun ketika merayakan idul Fitri.
Dihari idul Fitri tersebut banyak terjebak euforia yang ditampilkan kadang lupa ambang batas normal kewajaran. Karenanya perlu menilik
Sabda Rasulullah yang artinya:
Sesungguhnya Iblis meraung-raung di setiap Hari Raya dengan mengumpulkan pasukannya untuk membikin sibuk mereka yang merayakan Idul Fitri dengan kenikmatan-kenikmatan makanan dan minuman yang diharamkan sampai Allah memurkainya (Durratu Al-Nashihin: 264).
Karenanya, bagi orang yang berakal agar selalu mengendalikan hawa nafsunya dari keinginan-keinginan (syahwat) yang terlarang dan selalu melanggengkan ketaatan dengan berbuat dan berperilaku baik seperti melakukan shalat, mengeluarkan zakat, infak, sedekah, membaca tasbih dan tahlil karena dihari Idul Fitri ini Allah mengampuni dosa-dosa yang ada, mengijabahi do’a-do’a yang dipanjatkan, dan melihat dengan kasih sayangNya.
Ada beberapa perbuatan baik yang bernilai ibadah di hari Idul Fitri, yang salah satunya sebagai contoh, yang dilakukan Rasulullah Muhammad SAW terhadap anak yatim yang murung menangis dipagi hari Idul Fitri, dengan bertanya kepadanya:
Kenapa kamu menangis dan tidak ikut bersama teman-temanmu bermain?.
Anak kecil itu tidak tau bahwa yang bertanya adalah Rasulullah. Ia menjawab dengan seenaknya: bapakku meninggal ikut perang Rasulullah, ibuku nikah lagi, dan memakan hartaku. Aku diusir suami ibuku dari rumahku. Aku tidak mempunya pakaian, makanan, dan minuman. Aku melihat teman-temanku semuanya punya bapak, sedangkan aku tidak. Karena itulah aku menangis.
Kemudian Rasulullah menjabat tangannya dengan berkata: apakah kamu mau (Ridha) aku jadi bapakmu, Aisyah jadi ibumu, Ali jadi pamanmu, Hasan Husain jadi saudara laki-lakimu, dan Fatimah jadi saudari perempuanmu?
Anak tersebut terperanjat karena baru tau bahwa yang bertanya itu adalah Rasulullah, sontak dia menjawab: kenapa tidak mau Yaa Rasulallah…..?
Anak tersebut kemudian diajak Rasulullah kerumah, diberi pakaian yang bagus, diberi makanan sampai kenyang, dipersolek dan diberi perfum harum-haruman.
Lalu anak tersebut keluar dengan riang gembira, dan teman-tannya melihatnya kok beda dengan sebelumnya yang murung, menangis, susah dan Kumal. Kenapa kamu sekarang riang gembira, tanya teman-temannya?
Anak tersebut menjawab: bagaimana aku tidak gembira, karena aku tadi lapar sekarang kenyang, tadi compang camping sekarang berpakaian, tadi aku yatim sekarang Rasulullah jadi bapakku, Aisyah jadi ibuku, Hasan Husain jadi saudara laki-lakiku, Ali jadi pamanku, dan Fatimah jadi saudari perempuanku.
Maka teman-teman anak tadi melamun: seandainya (lamunan bentuk “laita”, yaitu melamun yang jauh jadi kenyataan) bapak-bapak kita semua meninggal dalam peperangan yang seperti itu maka kita bisa jadi seperti teman kita ini??? (Durratu Al-Nashihiin: 265).
Semua bentuk kesenangan dihari Idul Fitri perlu diwaspadai jangan sampai tergelincir melanggar batas kebolehan secara syar’i. Sabda Rasulullah SAW yang artinya:
Wajib bagimu memperbanyak bacaan “laa ilaaha ilallah” dan “istighfar” sebab Iblis (semoga Allah melaknatnya) berkata: aku merusak manusia dengan melakulan perbuatan dosa dan maksiat. Kemudian manusia merusakku dengan membaca laa ilaaha illaallooh dan istighfar. Ketika aku mengetahuinyab demikian, maka aku merusaknya dengan mengikuti hawa nafsunhya, dan mereka menyangka bahwa yang mereka lakukan itu benar (Abu Ya’la di dalam Al-Musnad, Juz 1: 123, Imam Thabrany di dalam Al-Dua’: 504 Bilafdzi Mukhtasar, Ibnu Abi Ashim di dalam Al-Sunnah: 6).
Oleh karena itu ada kata-kata indah dan enak didengar yang artinya:
Bukan hari Raya bagi mereka yang hanya mempercantik pakaian dan kendaraannya, sesungguhnya hari Raya adalah diampuninya dosa-dosa mereka.
Bukanlah hari Raya bagi orang yang hanya berpakaian baru, sesungguhnya hari Raya adalah bagi orang yang bertambah ketaatannya (laisa al-iidu Liman tajammala bi al-libaasi wa al-markuubi, innamaa al-iidu ghufirat lahuu al-dzunuub. Wa laisa al-iidu Liman labisa al-jadiid, innamaa al-iidu Liman thaa’atahu taziid).
Semoga Idul Fitri kita di 1442 H. yang masih terkendala bala’ Covid-19 ini menjadi pelajaran yang berharga untuk tidak mengumbar diri secara euforia mendekati ambang batas kewajaran secara syar’i sehingga masih tetap dapat mensyukuri karunia Allahnberupannikmat-bikmat, baik yang diminta maupun yang tidak diminta dengan cara melanggengkan ketaatan, melakukan kebaikan dan kebenaran berupa mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, membaca tasbih dan tahlil agar tetap diampuni dosa-dosa yang ada, diijabahi doa-doa yang dipanjatkan, dan dilihat Allah dengan kasih-sayangNya. Aamiin YRA. (*)
* Penulis asalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Darul Ulum Jombang.
* e-mail: [email protected]