Oleh : Dr H Muhtadi.MHi
Mengapa masih banyak orang Islam di sekitar kita yang belum mampu berpuasa, banyak warung setengah rahasia, atau secara terang-terangan berjualan di siang bolong yang ramai pembeli dengan sedikit ada rasa malu (dengan ditutup selambu).
Ada pula yang tanpa rasa malu sama sekali, padahal mayoritas pembelinya bukan musafir, bukan orang sakit, bukan wanita menyusuhi atau hamil, bukan pula wanita haid yang boleh berbuka dengan meng-qodo” (menggati) puasanya dihari lain.
Umat Islam seharusnya bergembira dan berlomba-lomba meningkatkan ibadahnya di bulan Ramadhan yang dilipat gandakan pahalanya dari bulan-bulan sebelumnya. Bulan yang penuh maghfirah (ampunan), rahmat (kasih sayang), dan pembebasan dari api neraka, bulan di mana pintu sorga di buka, pintu neraka di tutup, dan setan dibelenggu.
Bulan pertama kali al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dan khususnya bulan yang di dalamnya terdapat Lailatul Qadar (satu malam lebih baik dari 1000 bulan).
Jika dikatakan mereka belum tahu hukum berpuasa Ramadhan, itu juga kemungkinan yang sangat kecil, mengingat semakin banyaknya dakwah Islamiyah di berbagai tempat dan media sosial. Mudah dijangkau dan di akses oleh masyarakat lintas profesi dan generasi.
Demikian ini, mungkin mereka tidak terbiasa puasa sejak usia dini, Nabi Muhammad saw telah bersabda yang artinya “ Perintahlah anak-anakmu sekalian untuk melakukan shalat ketika berusia 7 tahun, dan berilah sanksi untuk dipukul (yang tidak membahayakan) jika di usia 10 tahun belum juga melakukannya (HR; Imam Bukhari, Maktabah Syamilah, Shahih Bukhari, juz 8, halaman 98).
Sungguhpun usia 7 atau 10 tahun itu belum baligh (yang merupakan awal diwajibkannya shalat atau puasa), perintah shalat dan di usia dini, akan lebih bermakna sebagai bentuk pembelajaran dan pembiasaan, baik dari segi bacaan-bacaan dan syarat rukunnya shalat atau yang lainnya.
Batas baligh bagi laki-laki usia 14 atau 15 tahun atau sudah mimpi basah, dan usia 9 tahun bagi wanita atau sudah haid sebelum usia tersebut. Hadith di atas menunjukkan betapa pentingnya bagi orang tua mengadakan pembelajaran dan pembiasaan sebelum usia baligh.
Pelatihan, pembiasaan, dan penanaman untuk melakukan shalat (juga berlaku untuk puasa) sejak usia dini, jauh lebih mudah dibanding setelah mereka usia 14 atau 15 tahun, karena belum banyak dipengaruhi oleh bahaya pergaulan bebas, pengaruh budaya modern, dan media sosial yang semakin mengkhawatirkan.
Hal ini berbeda dengan perintah zakat karena ada syarat mempunyai harta satu nisab, dan haji karena ada syarat istithaah (mampu).
Padahal jika ditinjau secara medis Dr. dr. Dedi Soebardja, Sp.A (K), menyebutkan bahwa latihan berpuasa sebenarnya dapat dilaksanakan saat sang anak sudah dapat bersosialisasi dan membedakan mana yang boleh dan mana yang tidak.
Banyaknya generasi muda yang nakal, tidak mau shalat dan tidak mau berpuasa, atau bentuk kenakalan yang lain, belum tentu disebabkan karena kesalahan anaknya ansih, namun kemungkina juga disebabkan oleh kelalaian orang tuanya.
Agar generasi muda kelak lebih baik dan tangguh, mampu berpuasa di bulan Romadhan, maka di usia sekolah ini pula, para orangtua dapat memberikan stimulus atau rangsangan untuk menguatkan mental bagaimana menahan rasa lapar dan dahaga walaupun hanya setengah hari.
Pola hidup disiplin juga akan lebih siap diterapkan pada anak usia sekolah, usia di ambang remaja awal ini, relatif lebih mudah menerima terhadap pengarahan, sering didengarkan oleh anak-anak. Dan yang tidak kalah pentingnya jika orang tua tidak sekedar memerintah, tapi juga harus ikut berpuasa sebagai tauladan bagi putra putrinya.
Kita semua tahu bahwa anak kecil agar bisa berjalan, juga perlu berlatih dari langkah ke langkah yang lain, bahkan berani jatuh dan menangis yang didampingi orang tuanya untuk menghindari bahaya yang tidak diinginkan.
Beberapa hari kemudian setelah jatuh bangun, anak dapat dipastikan akan bisa berjalan bahkan kemudian bisa berlari. Demikian pula dalam pembinaan sepiritual, agar terbiasa dan senag melakukannya diperlukan adanya latihan-latihan.
Banyaknya kegagalan dalam pendidikan di sekolah maupun di rumah, sangat mungkin disebabkan oleh tidak adanya pembiasaan, pengawasan, dan suri tauladan dari guru maupun orangtuanya. Jika sudah demikian halnya maka yang akan terjadi di masyarakat adalah maraknya kemaksiatan, kenakalan remaja di mana-mana, dan mereka tidak peduli terhadap perintah atau larangan sang guru, orang tua, dan bahkan tidak mau tahu terhadap perintah Allah SWT.
Masih ingat kata Prof. Dr. Abu Bakar dari Kanada beliau dosen Sains di Kuwait University, beliau hafal al-Quran, menyampaikan dalam khutbah yang artinya “Diantara bencana yang melanda umat Islam saat ini adalah, banyaknya orang Islam yang tidak shalat dan tidak berpuasa”.
Dengan kata lain, semakin banyaknya generasi muda muslim yang tidak peduli dengan ajaran Islam (tidak shalat dan tidak puasa), bisa menyebabkan terjadinya bencana alam yang menimpa dirinya sendiri dan orang lain.
Namun di sisi lain banyak pula anak-anak seusia 7-10 tahun, yang dengan senangnya mampu berpuasa Ramadhan mulai fajar hingga maghrib, dan mereka mampu berpuasa satu bulan penuh. Malam harinya juga ke masjid atau mushalla, untuk melakukan shalat isyak dan taraweh bersama. Juga tadarus al-Quran, dan bentuk kegiatan positif yang lain walaupun terkadang dilakukan dengan senda gurau. Jika di setiap keluarga mampu memperhatikan pesan Rasulullah saw, maka suasana di bulan yang penuh rahmat ini, akan tampak semarak cahaya Ramadhan dan cahaya al-Quran al-Karim.
Suara tadarus al-Quran akan menggema di setiap mushalla dan masjid, bahkan mulai dari pelosok desa sampai di ujung Ibu Kota. Tujuan puasa Ramadhan akan terwujud mendapat predekat muttaqin, yang kemudian masyarakatnya akan mendapat berkah, baik yang datang dari langit maupun dari bumi, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “Jika sekiranya penduduk negri ber-iman dan dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka akan Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan (al-A’raf: 96).
Dari ayat di atas, memberi habar gembira bagi orang-orang yang puasanya berkualitas, bukan saja menahan lapar dan dahaga, melainkan juga menjaga dari hawa nafsu, omongan yang sia-sia, menggunjing, adu domba, dan bedusta. Sebentar lagi akan masuk sepuluh hari terakhir, hari-hari pembebasan dari panasnya api neraka, hari-hari Nabi Muhammad saw, melaksanakan i’tikaf bersama istri dan keluarganya di masjid, bagaimana dengan kita ?
Turunnya lailat al-Qadar, yang sengaja dirahasiakan oleh Allah SWT, agar kita mau bejuang dengan sesungguhnya, Allah SWT juga ingin melihat langkah dan upaya dari hamba-Nya, untuk memperoleh suatu malam lebih baik dari 1000 bulan,
Situasi pandemic karena Covid 19 yang masih menyelimuti kekhawatiran kita, kita sikapi dengan harus berhati-hati dengan memakai protokol kesehatan, namun tidak perlu takut yang berlebihan.
Kita sebagai orang tua tetap berkomitmen untuk mempersiapkan generasi muda kita, putra-putri kita, untuk melatih dan membiasakan berpuasa dari usia 7 – 10 tahun sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kita hidup di era milenial, zaman modern ini, semoga tetap mampu mempertahankan barang kuno yang baik, seperti menghormati orang tua, menghormati guru, shalat berjamaah, membaca al-Quran, dan siap mengadopsi hal-hal baru yang baik dan relevan.
Semoga shalat kita, puasa kita, tahajjud kita, sedekah kita, dan tadarus kita diterima oleh Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal Aalamin. (*)
*) Penulis adalah Dosen Fakultas Agama Islam Universitas darul Ulum Jombang