LAILATUL QADAR

Kajian Ramadhan, Diasuh Univ. Darul Ulum Jombang (15)

LAILATUL QADAR
Dr. H. Sahal Afhami, S. H., M. Hum

Oleh: Dr. H. Sahal Afhami, S. H., M. Hum

Lailatul Qadar atau Lailatu al-Qadar, begitu sebutannya, merupakan suatu keyakinan berupa salah satu malam ganjil sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, yaitu malam diturunkannya Al-Qur’an sebagai mana Firman Allah dalam QS: Surat Al-Qadar : 1, yang berbunyi: innaa anzalnaahu fii lailati al-Qodri, yang artinya sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) di malam qadar.

Allah menyamarkan sesuatu yang diturunkan dengan dhomir “hu” sebagai mana Allah juga menyamarkan Lailatul Qadar. Hal ini merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada hambaNya agar mencarinya dengan sungguh-sungguh, sebab Allah cemburu jika hambaNya hanya berpangku tangan mengharapkan karunia tanpa berusaha untuk mendapatkannya.Salah satu ciri kasih-sayang adalah adanya sifat cemburu.

Mungkinkah Allah cemburu kepada hambaNya—itu adalah mungkin—tetapi harus difahami kecemburuan Allah kepada hambanya sudah barang tentu tidak menggunakan sifat hambaNya tetapi menggunakan sifat Ketuhanannya, yaitu; Allah tidak ingin melihat hambaNya yang dikasihsayangiNya melupakanNya dg santai-santai dan tidur nyenyak di malam Lailatul Qadar dengan memberikan reward berujud keistimewaan-keistimewaan bagi barang siapa yang dapat berbuat yang bernilai ibadah tepat di malam Lailatul Qadar.

Pengertian
Dikatakan Lailatul Qadar. Pertama: sebab dimalam itu ditetapkanya keputusan tentang berbagai perkara, hukum, Rizki, dan ajal. Kedua, sebab dimalam itu diputuskan bermacam peristiwa dan hukum dari tahun ke tahun berikutnya. Ketiga, “al-Qadar” mempunyai arti “al-dhiqu” yang artinya “sempit” karena bumi penuh-sesak dengan malaikat yang turun di malam itu. Firman Allah: tanazzalu al-malaaikatu wa al-ruuhu fiihaa. Yang artinya: para malaikat dan jibril sedang turun ke bumi (QS: Al-Qadar : 4).

Dalam satu riwayat, turunnya malaikat ke bumi untuk mengakui bahwa ketika diciptakannya Nabi Adam, para Malaikat menyatakan kepada Allah, bukan berupa sanggahan sebagai mana kebanyakan dalam tafsir, melainkan untuk mencari tau (lil-isti’lam) sebagai mana kata-katanya dalam Al-Qur’an: qaaluu ataj’alu fiihaa man yufsidu fiihaa wa yasfiku al-dimaa’a wa nahnu nusabbihu wa nuqaddisu laka.

Yang artinya: para malaikat berkata, apakah Engkau akan menjadikan orang di sana yang hanya akan merusak dan menumpahkan darah, sedangkan kami telah memuji dan mensucikanMu (QS: Al-Baqarah : 30), dengan menyatakan bahwa:

1. Kenyataan manusia tidak sama dengan apa yang dikatakannya dahulu;

2. Menyatakan kebenaran perilaku orang-orang yang beriman dengan turun ke bumi untuk memohonkan rahmat dan keselamatan kepada mereka;

3. Mengakui bahwa apa yang dikatakannya dahulu tentang manusia adalah salah;

4. Mendoakan, dan;

5. Memohonkan ampunanNya (Bukhari hadits nomor 1918, Al-Tirmidzy hadits nomor 792).Kecemburuan Allah dengan memberikan sesuatu sebagai daya tarik agar hambaNya tetap dekat dan tidak melalaikanNya.

Jika hamba melalaikannya….. Ingatlah cerita Nabi Ayub karena kecemburuan Allah terhadapnya dg keluarga besarnya yang mulanya mendapatkan kasih sayang Allah dengan harta yang melimpah berupa hamparan tanah sawah dan perkebunan, hewan ternak yang tidak terhitung jumlahnya, dan gedung-gedung rumah anak-anaknya yang menjulang tinggi-tinggi, dan tiap hari berpesta makan-makan dengan memasak sembelihan hewan ternaknya gilir gumanti dari rumah anaknya yang satu ke rumah anaknya yang lain.

Nabi Ayub dg keluarga besarnya lupa karena kesenangan kehidupannya sehingga mengabaikan orang Yahudi tetangga sebelah rumah yang tiap hari membaui masakan keluarga Nabi Ayub, mengeluh dalam hatinya kenapa Ayub makan makanan yang enak-enak tiap hari tetapi tidak pernah ingat tetangganya walaupun tetangga ini orang Yahudi, kata tetangga.

Allah pun mendengar bisikan hati tetangga tersebut, dan Allah jadi cemburu karena Nabi Ayub dianggap jg menduakan Allah karena lupa denganNya sebab kemegahan kekayaan dan kesenangan pesta keluarga setiap hari sehingga lupa tetangganya walaupun si tetangga sebelah itu orang yahudi.

Akhirnya diambillah semua harta kekayaan Nabi Ayub dan keluarga besarnya, dan bahkan kesehatannya pun juga diambil oleh Allah, tinggal sisa keyakinan imannya saja yang masih ada dihatinya. Naudzubillah….itulah akibat kecemburuan Allah sebab kasih-sayangNya.

Oleh karena itu Umat Muhammad agar tidak melalaikanNya dan mau muraqabah (merasa dilihat oleh Allah, dan dengan kesadaran ini mau menjalankan apa saja yang diperintakan oleh Allah) menunggu datangnya Lailatul Qadar dengan sabar tiap malam beri’tikaf (terutama) di masjid untuk mendapatkan kebaikan yang lebih baik dari seribu bulan, atau 83 (delapan puluh tiga) tahun, 4 (empat) bulan, sebagai mana Firman Allah: Lailatu al-qadri Khairun min Alfi Syahrin. Yang artinya Lailatul Qadar lebih baik dari pada seribu bulan (QS: Al-Qadar : 3).

Kepastian datangnya Lailatul Qadar di malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah merupakan kerahasiaan yang hanya Allah yang tahu dimalam ganjil yang keberapa.

Disamping itu hitungan ganjil dan genap juga merupakan kerahasiaan yang hanya Allah Yang Maha Mengetahuinya, disebabkan karena hitungan manusia tidak akan pernah tepat yang sesungguhnya bahwa malam tersebut adalah malam tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadhan, dan bisa jadi tanggal-tanggal tersebut di atas adalah tanggal-tanggal genap 22, 24, 26, 28, dan 30, karena awal puasa tanggal 1 Ramadhan menurut manusia berbeda menurut Allah karena itu sudah tanggal 2 Ramadhan. Atau bisa jadi tanggal 1 Ramadhan tesebut sebenarnya masih tanggal 30 Sya’ban menurut ketentuan Allah.

Disitulah letak kelemahan manusia untuk mengetahui malam tanggal ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, disamping lemah juga karena tidak mengetahui yang sesungguhnya di malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan yang mana tepatnya datangnya Lailatul Qadar dimaksud.

Hal ini merupakan faktor kemanusiaan manusia sebagai makhluk yang tidak mampu menjangkau apa-apa yang dirahasiakan Allah sebagai al-khalik. Apa yang menurut manusia itu malam ganjil ternyata menurut Allah bukan malam ganjil melainkan malam genap, dan begitu sebaliknya. Maka Imam Ghazali dalam ijtihad (penelitian) nya memberi gambaran kapan Lailatul Qadar itu turun tergantung kapan hari pertama puasa tiba:

1. Jika hari pertama puasa hari Ahad atau Rabu maka lailatul qadar jatuh pada malam 29 (dua puluh sembilan) Ramadhan;
2. Jika awal puasa hari Senin maka lailatul qadar jatuh pada malam 21 (dua puluh satu) Ramadhan;
3. Jika awal puasa hari Selasa atau Jum’at maka lailatul qadar jatuh pada malam 27 (dua puluh tujuh) Ramadhan;
4. Jika awal puasa hari Kamis maka lailatul qadar jatuh pada malam 25 (dua puluh lima) Ramadhan, dan;
5. Jika awal puasa hari Sabtu maka lailatul qadar jatuh pada malam 23 (dua puluh tiga) Ramadhan (I’anatu Al-Thalibin, Juz: 2: 257).
Ijtihad Imam Ghazali tersebut sama dengan apa yang disampaikan oleh Abu Al-Hasan Al-Syadzily dalam Hasyiah Al-Shawi ‘Ala Al-jalalainy, Juz: 4: 337). Berbeda dengan kedua Imam diatas apa yang disampaikan oleh Ibnu Qasim Al-Ghazy dalam Hasyiah Al-Bajury, Juz: 1: 304), yaitu:
1. Jika awal puasa hari Jumat maka lailatul qadar jatuh pada malam 29 (dua puluh sembilan) Ramadhan;
2. Jika awal puasa hari Sabtu maka lailatul qadar jatuh pada malam 21 (dua puluh satu) Ramadhan;
3. Jika awal puasa hari Ahad maka lailatul qadar jatuh pada malam 27 (dua puluh tujuh) Ramadhan;
4. Jika awal puasa hari Senin maka lailatul qadar jatuh pada malam 29 (dua puluh sembilan) Ramadhan;
5. Jika awal puasa hari Selasa maka lailatul qadar jatuh pada malam 25 (dua puluh lima) Ramadhan;
6. Jika awal puasa hari Rabu maka lailatul qadar jatuh pada malam 29 ( dua puluh sembilan) Ramadhan, dan;
7. Jika awal puasa hari Kamis maka lailatul qadar jatuh pada malam-malam ganjil setelah tanggal 10 (sepuluh) Ramadhan (Imam Muslim Fi Al-Shahihi, Juz: 1: 306, Al-Hafidz Ibnu Al-Katsir, Jus: 17: 846, Imam Ibnu Khuzaimah, Juz: 8: 106).
Dari berbagai macam ijtihad tersebut tetap saja tidak ada ketetapan secara pasti kapan Lailatul Qadar itu turun.

Tandanya Apa?
Datangnya Lailatul Qadar tidak dapat ditetapkan secara pasti, karenanya isyarah tentang Lailatul Qadar itu digambarkan oleh Rasulullah bahwa apabila malam itu malam Lailatul Qadar maka keadaannya “baljah”, yaitu tingkat suhu rendah, tenang dan terang, sinar matahari paginya tanpa radiasi, tidak ada bintang dan meteor yang jatuh ke atmosfir bumi, padahal setiap hari ada 10 (sepuluh) bintang dan 20.000 (dua puluh ribu) meteor yang jatuh ke bumi, tapi malam Lailatul Qadar tidak demikian situasinya, dan malah sebaliknya, teduh, tenang, dan terang penuh cahaya (Ust. Subkhi Al-Bughuri, 2013,

Benarkah NASA Sembunyikan Bukti Empiris Lailatul Qadar). Isyarat Al-Qur’an: Walau fatachnaa ‘alaihim baaban mina al-samaa’i fadholluu fiihi ya’rujuun, laqaaluu innamaa sukkirat abshaarunaa bal nachnu qaumun maschuuruun, yang artinya: dan kalau Kami bukakan salah satu pintu langit, mereka terus-menerus naik ke atas, tentulah mereka berkata sesungguhnya pandangan kami dikaburkan dan bahkan termasuk orang-orang yang kena sihir (QS, Al-Hijr: 14-15).
Pahala Ibadah

Hal tersebut dapat dimengerti bahwa kapan Lailatul Qadar turun adalah wilayah Allah sedang wilayah manusia tetap ikhtiyar untuk dapat menemukan turunnya Lailatul Qadar karena beribadah dimalam Lailatul Qadar lebih baik dari pada ibadah 70.000 (tujuh puluh ribu) bulan, sebagai mana Firman Allah yang berbunyi: Yaa Muhammad a’thaituka wa ummataka Lailatar al-qadri al-ibaadatu fiihaa afdhalu min ibaadati sab’iina Alfi syahrin. Yang artinya: wahai Muhammad Aku telah memberimu dan umatmu Lailatul Qadar wabahwa ibadah didalamnya lebih baik dari pada ibadah tujuh puluh ribu bulan. . Ibadah 70.000 bulan sama dengan ibadah 5.833 (lima ribu delapan ratus tiga puluh tiga) tahun.

Bahkan Rasulullah Muhammad SAW bersabda: rak’ataani fii Lailati al-qadri bi faatihata al-kitabi wa al-ikhlaasha sab’an kaana tsawaabuhu sitta mi’ati alfi syahrin. Yang artinya: dua rokaat dimalam Lailatul Qadar dengan membaca Fatihah dan surat al-ikhlash 7 kali maka pahalanya sebanyak 700.000 (tujuh ratus ribu) bulan. (Durratu Al-Nashichin: 272).

Tujuh ratus ribu bulan adalah sama denga 50.000 (lima puluh ribu) tahun.. 50.000 tahun dalam hitungan manusia adalah lama sekali, tetapi dalam hitungan Malaikat adalah hanya sehari. Firman Allah yang berbunyi: Ta’ruju al-malaaikatu wal ruuchu ilaihi fii yaumin miqdaaruhu khomsiina Alfi sanatin. Yang artinya: Para malaikat dan Jibril naik kepadaNya dalam sehari kira-kira (sama dengan) lima puluh ribu tahun (QS: Alma’arij: 4), dan bahkan Allah menjamin kepada Nabi Muhammad dan Umatnya dengan firmanNya: wa lasaufa yu’tiika robbuka fa tardhaa, yang artinya: dan sungguh, Tuhanmu akan memberimu karuniaNya, maka kamu akan merasa senang (QS: Al-Dhuha : 5). Firman Allah tersebut memberikan jaminan serupa dengan kata-kata: A’thaitu maa tardhaa wa fauqa maa tardhaa, yang artinya aku berikan apa yang kamu sukai dan bahkan diatas apa yang kamu sukai (Durratu Al-Nasihin : 273).

Simpulan
Lailatul Qadar merupakan malam diturunkannya Kitab Suci Allah Al-Qur’an, yaitu malam istimewa yang Allah hadiahkan kepada Umat Muhammad dengan penuh kerahasiaan sebagi bentuk kasih-sayang kepada hambaNya agar terus mencari dengan sabar dimalam sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan, baik di malam-malam ganjil maupun di malam-malam genap dengan i’tikaf (terutama) di masjid sambil melakukan sesuatu yang bernilai ibadah baik berupa shalat, wirid, baca Al-Qur’an, maupun dg hanya duduk diam memohon rahmat, maghfirah, dan ridha Allah agar dikabulkannya apa yang dikehendaki dan bahkan diatas apa yang dikehendaki. Aamiin YRA. (*)

*) Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Darul Ulum Jombang.
*) e-mail: [email protected]