Keistimewaan Bulan Suci Ramadlan “Nuzulul Qur’an”

Kajian Ramadlan, Diasuh Univ. Darul Ulum (Undar) Jombang (9)

Keistimewaan Bulan Suci Ramadlan “Nuzulul Qur’an”
Dr. H. Sahal Afhami, S.H., M.H.

Oleh : Dr. H. Sahal Afhami, S.H., M.H.

Salah satu keistimewaan kedua bulan Ramadhan adalah diturunkannya Kitab Suci Alloh Al-Qur’an yang terkenal dengan istilah “Nuzulul Qur’an” atau ditulis dengan “Nuzulu al-Qur’an”.

Al-Qur’an merupakan salah satu dari 104 (seratus empat) Kitab Suci Allah yang diturunkan di bulan Ramadhan, yaitu 60 (enam puluh) Kitab Suci diturunkan kepada Nabi Syits (anak Nabi Adam as. setelah Qobil dan Habil wafat. kata Ibnu Ishaq: Nabi Adam as menjelang wafatnya mengajarkan ilmu dan ibadah kepada anaknya, Syits beberapa waktu siang dan malam dan memberitahukan bahwa akan terjadi angin topan (Hasyiah I’anatu Al-Thalibin:4).
Berikutnya 30 (tiga puluh) Kitab Suci diturukan kepada Nabi Ibrahim as. di awal bulan Ramadhan,10 (sepuluh) Kitab Suci diturunkan kepada Nabi Musa as. dan jg Kitab Suci Taurat pada tanggal 6 Ramadhan setelah 700 (tujuh ratus) tahun dari Kitab Suci yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim as., Kitab Suci Zabur diturunkan kepada Nabi Daud as. pada tanggal 12 Ramadhan setelah 500 (lima ratus) tahun diturunkannya Kitab Suci Taurat kepada Nabi Musa as., Kitab Suci Injil diturunkan kepada Nabi Isa as. pada tanggal 18 Ramadhan setelah 1.200 (seribu dua ratus) tahun diturunkannya Kitab Suci Zabur kepada Nabi Daud as., dan terakhir Kitab Suci Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhaammad SAW. pada tanggal 27 Ramadhan setelah 520 (Lima ratus dua puluh) tahun Kitab Suci Injil (Durratu Al-Nasichin: 7-8).
Dari 104 Kitab Suci Allah itu yang wajib diketahui hanyalah 4 (empat) Kitab Suci yaitu Kitab-kitab Suci Taurat, Zabur, Injil, dan Qur’an.

103 (seratus tiga) Kitab Suci Allah itu maknanya dikumpulkan di dalam Al-Qur’an, makna Al-Qur’an dikumpulkan di dalam Surat Al-Fatihah, makna Surat Al-Fatihah dikumpulkan di dalam Basmalahnya Surat Al-Fatihah, makna basmalahnya Surat Al-Fatihah dikumpulkan di huruf Ba’ nya Basmalah, dan makna ba’nya masmalah dikumpulkan di titiknya Ba’ nya Basmalah yang mempunyai arti: “bii kaana maa kaana wa bii yakuunu maa yakuun”. Terjemahan bebas: “denganKu apa yang telah ada dan denganKu pula apa yang sedang atau akan ada”.

Menurut pendapat sebagian Ulama’ bahwa makna basmalah ada di ba’ nya basmalah dimaksudkan bahwa penghambatan itu hanya kepada Tuhan (wushulu Al-abdi ilaa Robbi), dan bahkan sebagian Ulama’ menambahkan makna ba’ nya basmalah ada di titiknya ba’nya basmalah, yang artinya “Aku adalah titik tersebut” (Ana Nuqthotu al-wujud) (I’anatu Ath-Thalibin, juz:1:4).

Kata-kata tersebut, yang pertama menggunakan fi’il madhi “kaana” yang mempunyai arti “telah atau sudah dilakukan”, sedangkan yang kedua menggunakan fi’il mudhari’ “yakuunu” yang mempunyai arti “sedang atau akan dilakukan”.

Dari susunan kata yang menggunakan dua model fi’il madhi dan fi’il mudhari’ tersebut memberi pengertian bahwa apapun yang telah ada di dunia ini, tidak hanya di bumi tetapi di jagat raya ini, dan apapun yang akan ada adalah cipta-an (makhluk) Allah atau Allah-lah yang menciptakannya (al-Kholiq).

Seluruh Kitab Suci Allah maknanya dikumpulkan di dalam Surat AL-Fatihah, dan karena itu pulalah Surat Al-Fatihah disebut “Ummu Al-Qur’an”, Ummul kitab”; yaitu tujuh ayat yang diulang-ulang (sab’an mina al-matsani), dikarekan segala bentuk pujian, rasa syukur, dan pengalembono (tsana’) bersumber dari kata “Alhamdulillah”, segala cipta-an bersumber dari kata “Robbi al-Aalamiin”, segala kasih-sayang bersumber dari kata “al-Rahmaan”, segala penyebutan mermohonan maaf dan ampunan bersumber dari kata “al-Rohiim”, segala yang berhubungan dengan pola kejadian di hari kiyamat bersumber dari kata “Maaliki yaumiddin”, segala yang berhubungan dengan petunjuk, do’a, dan permohonan ditetapkannya dalam agama Islam bersumber dari kata “ihdinaa al-shiraatha al-mustaqiim”, segala yang berhubungan dengan sifat dan perilaku orang-orang yang sholih atau baik bersumber dari kata “shiraatha al-ladziina an’amta ‘alaihim”, segala yang berhubungan dengan murka bersumber dari kata “ghoiri al-maghdhubi ‘alaihim”, dan segala yang berhubungan dengan penyebutan mengikuti hawa nafsu dan perbuatan yang bertentangan dengan Syara’ bersumber dari kata “waladldlooolliin”.

Makna Fatihah tersebut dikumpulkan didalam basmalahnya fatihah.
Jumlah huruf basmalah itu ada 19 (sembilan belas) huruf, dan penjaga neraka jumlahnya juga ada sembilan belas penjaga, sebagai mana Firman Allah yang artinya di neraka ada sembilan belas penjaga (QS, Surat Al-Mudatsir:30).
Menurut Ibnu Mas’ud bahwa basmalah tersebut menjadi benteng atau perisei (junnatun) dari sembilan belas penjaga neraka, maka barangsiapa yang ingin diselamatkan Allah dari sembilan belas penjaga neraka tersebut perbanyaklah membaca basmalah (I’anatu Al-Thalibin, Juz:1:4)

Titiknya ba’nya basmalah wujudnya adalah bulat. Ini memberi isyarat bahwa semua cipta an Allah bentuk permulaannya adalah bulat, bumi bulat, matahari bulat, bintang bulat, dan bahkan goresan pena misalnya di kertas yang wujudnya memanjang itu sesungguhnya adalah kumpulan dari bulatan-bulatan sehingga kelihatan garis memanjang.

Kitab Suci Al-Qur’an ini diturunkan di (malam) Lailatu al-Qadar sebagai mana Firman Allah dalam Al-Qur’an QS. Al-Baqarah:185, Al-Qadar:1, Al-Isra’:106, yang masing-masing surat tersebut menggunakan kata-kata “unzila”, “anzalnaa”, dan ” nazzalnaa” yang menurut Ibnu Abbas mempunyai pengertian bahwa Al-Qur’an diturunkan secara gemblengan sekaligus atau global (mujmal) ke Lauchu Al-Machfudz (Ibnu Katsir, Tafsir juz: 8:441).

Dengan diturunkannya Al-Qur’an secara sekaligus di malam yang disebut dengan Lailatu al-Qadar (QS, Al-Qadar:1) atau malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan (‘asyrun min autaari al-akhiiri min ramadhan) memberi keyakinan bahwa turunnya Al-Qur’an bukan di tanggal 17 Ramadhan sebagai mana yang banyak diperingati di belahan dunia termasuk di Indonesia, dan bahkan Syekh Syafiyu Al-Rahman Fury meyakini bahwa turunnya Al-Qur’an bukan di tanggal 27 Ramadhan sebagai mana disebut diatas tetapi diturunkan pada tanggal 21 Ramadhan berdasarkan Hadits Nabi yang menyatakan bahwa Beliau dilahirkan dan diangkat menjadi Nabi pada hari Senin (Hadits Muslim Juz:1: 368, Bukhari Juz:4:284, Sunan Ahmad juz:5:299, Hakim Juz:2:602). Dengan hari Senin pada bulan Ramadhan waktu itu adalah tanggal-tanggal 7, 14, 21, dan 28. Dengan demikian dapat di pastikan bahwa turunnya Al-Qur’an di (malam) Lailatu al-Qadar bukan di tanggal 27 Ramadhan melainkan di tanggal 21 Ramadhan, karena tanggal di sepuluh hari terakhir Ramadhan yang ganjil hanya tanggal 21, sedangkan yang lainnya tanggal 7, 14, dan 28. Walupun tanggal 7 adalah tanggal ganjil tetapi bukan merupakan tanggal ganjil di malam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan karena termasuk sepuluh hari pertama di bulan Ramadhan. Apalagi tanggal 14 dan 28 merupakan tanggal genap, dan bahkan tanggal 14 disamping sebagai tanggal genap dan juga tidak berada di sepuluh hari terakhir melainkan di sepuluh hari hedua bulan Ramadhan. Begitu juga dengan tanggal 28 walaupun berada di sepuh hari terakhir bulan Ramadhan akan tetapi bukan merupakan tanggal ganjil (Syekh Syafiyu Al Rahman Fury, Siratu Al-Nabawi : 58).

Setelah Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus ke Lauchu Al-Machfudz, baru kemudian diturunkan secara berangsur-angsur ke baitu al-‘izzah atau sama’i al-dun-ya.

Pertama-tama diturunkan dari Lauchu Al-Machfudz diterimakan kepada Malaikat Isrofil. Dari Malaikat Isrofil diterimakan kepada Malaikat Mikail. Dari Malaikat Mikail diterimakan kepada Malaikat Jibril, dan baru kemudian dari Malaikat Jibril inilah Al-Qur’an tesebut disampaikan kepada Nabiyyullah Muhammad SAW secara berangsur-angsur selama 23 tahun, 3 bulan, 4 hari.

Ada salah satu hadis panjang yang menerangkan tentang bagaimana Allah di hari kiyamat besok menanyakan amanatNya berupa Al-Qur’an kepada Lauchu Al-Machfudz dengan kata-kata: “hai Lauchu Al-Machfudz, dimana amanatKu berupa Al-Qur’an yang Aku serahkan kepadamu, apa yang engkau perbuat dengannya?” (Yaa Laucha Al-Machfudz, Aina Al-amaanati al-latii auda’tu ‘indaka, ya’ni Al-Qur’an, maa shona’ta bihaa)?. Jawab Lauchu Al-Machfudz: “wahai Tuhanku, aku percayakan kepada Malaikat Isrofil dan aku serahkan kepadanya” (Yaa Robbi wakkaltu bihaa isroofiila wa sallamtuha ilaihi).

Dari dialog antara Allah dengan Lauchu Al-Machfudz berupa pertanyaan dan jawaban tersebut hampir sama antara pertanyaan Allah dan jawaban Malaikat Isrofil, Mikail, dan Jibril. Hanya kepada Jibril ketika dijawab bahwa amanat itu telah diserahkan kepada kekasih Allah Muhammad SAW. Sontak Allah berfirman kepada Malaikat Jibril: Datangkanlah kekasihKu Muhammad dg lembut. Lalu Allah bertanya kepadanya: hai kekasihKu apakah Jibril telah menyampaikan amanatKu kepadamu?, Nabi Muhammad menjawab: inggih. Lalu Allah bertanya lagi: apa yang kamu berbuat dengan amanatKu?. Nabi Muhammad menjawab: Duh Tuhanku amanat tersebut telah aku sampaikan kepada umatku. Lalu Allah berfirman kepada Malaikat: hai malaikatKu, datangkanlah umat kekasihKu Muhammad Aku akan menanyainya tentang amanatKu. Kemudian Nabi Muhammad memohon dengan menyampaikan: wahai Tuhanku, umatku semuanya lemah tidak dapat hadir di hadapanmu, oleh karena itu aku mohon ijin untuk sowan ke Nabi Adam as.

Setelah diberi ijin lalu Nabi Muhammad SAW berangkat menemui Nabi Adam as. dengan mengatakan: wahai Nabi Adam, engkau adalah bapaknya manusia (anta abu al-basyar), dan aku adalah nabinya (wa ana nabiyyuhum), jika sesuatu menimpa mereka semua maka aku yang susah, karenanya tanggunglah separuh dosa mereka dan aku yang menanggung separuhnya agar mereka selamat dari pertanyaan Allah tentang amanat Al-Qur’an dan perhitungan amal (hisab).
Nabi Adam menjawab: hai Nabi Muhammad aku direpotkan dengan urusanku sendiri dan aku tidak mampu menanggung separuh dosa umatmu.

Mendengar jawaban Nabi Adam as. tersebut, Nabi Muhammad kembali dengan tangan kosong, lalu datang dibawah Arsy dengan meletakkan kepalanya ke lantai sujud menangis dengan tangisan yang keras, dengan merendahkan diri memohon kepada Allah : wahai Tuhanku, aku tidak memohon untuk diriku, tidak untuk Fatimah anak perempuanku, dan tidak pula untuk Hasan dan Husain, tetapi aku memohon untuk umatku.
Lalu Allah menjawabnya dengan lembut dan penuh kemuliaan: wahai Muhammad angkat kepalamu, mintalah tentu kamu diberi, mohonlah syafaat tentu kamu diberi, Aku berikan umatmu apa yang kamu ridho dan bahkan diatas apa yang kamu ridhoi (Durratu Al-Nasichin: 169-170).

Al-Qur’an diturunkan di (malam) Lailatu Al-Qdar. Al-Qur’an salah satu Kitab Suci Allah yang wajib diketahui. Al-Qur’an merupakan amanat Allah kepada Umat Muhammad, adalah kepada kita sebagai Umat Muhammad, agar dapat berperilaku sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan tidak menyalahinya. Konsekuensi penerima amanat sudah barang tentu diakhirnya nanti akan dipertanggungjawabkan atas apa yang diamanatkan, jika benar menjalankannya akan beruntung, dan jika tidak benar akan mendapat kerugian. Untung dan rugi tergantung apa yang kita lakukan sehari-hari sebagai umat Muhammad sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an. Ukuran yang paling ringan kita dapat menjalankan amanat tersebut adalah dengan mudah dan sempat dapat membacanya walaupun se-ayat dua ayat secara rutin sehari-hari, kalau bisa se-miqra’, dan bahkan sangat beruntung bagi yang mampu membacanya rutin serta dapat khatam misalnya dua bulan sekali (sehari setengah juz), atau sebulan sekali (sehari satu juz), apalagi sebulan dua kali (sehari dua juz), dan sangat tidak diharapkan jika sampai setahun tidak pernah khatam juga. Naudzubillah….!!

Semoga kita sebagai umat Muhammad dapat mengemban amanat Allah berupa Al-Qur’an itu dengan bukti bahwa di bulan Ramadhan 1442 H. ini paling tidak kita dapat membacanya dengan rutin, dan syukur kalau memahami maknanya sehingga kita dapat berperilaku sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an. Aamiin YRA. (*)

*) Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Darul Ulum Jombang.
e-mail: [email protected]