Awal Ramadan Pemerintah dan Muhammadiyah Diprediksi Sama

Awal Ramadan Pemerintah dan Muhammadiyah Diprediksi Sama

MEDAN (WartaTransparansi.com) – Pemerintah telah menurunkan sejumlah pemantau rukyatul Hilal di 86 titik yang tersebar di 34 Provinsi, untuk mementukan awal bulan Ramadan 1442 Hijriyah tahun 2021.

Dari hasil rukyat hilal nantinya menjadi dasar bagi Kementerian agama bersama MUI, ormas agama, BMKG, dan pihak lainnya dalam sidang isbat penentuan awal ramadan.

Di Sumatera Utara ada dua lokasi yang menjadi titik pengamatan hilal yakni di pantai barat Tapanuli Tengah tepatnya di Pantai Barus yang dilakukan oleh Rooftop BMKG Wilayah Sumatera dan OIF UMSU Medan di Gedung pasca Sarjana.

Tim peneliti Observatorium Ilmu Falak (OIF) UMSU, M Hidayat Mpd mengatakan Rukiyatul Hilal adalah proses dalam mengamati visibilitas hilal, yaitu penampakan bulan sabit pertama kali setelah terjadinya ijtimak. Khusus pengamatan yang dilakukan OIF UMSU ada dua titik loaksi yakni di kampus pasca sarjana UMSU, dan menugaskan tim untuk mengamati tim dari Barus yaitu pantai Barat Sumatera.

“Dipilihnya lokasi di pantai Barus karena kondisi di sana lebih ideal untuk mengamati hilal karena berbatasan langsung dengan pantai atau laut bagian barat,” ujar Hidayat, Senin (12/4/2021).

Dikatakan Hidayat, OIF UMSU sejatinya di bawah Universitas Muhammadiyah atau yang bersumber dari organisasi Muhammadiyah, sehingga kriteria metode yang digunakan untuk melihat hilal dengan metode hisab Wujud Al-Hilal. Bahkan,  Muhammadiyah telah menentukan masuknya awal Ramadan tahun 2021 yakni pada Selasa 12 April 2021.

“Metode ini dilakukan dengan tiga pendekatan  yaitu wujud Al-hilal dimana hilal sudah berada diatas ufuk seperti garis horizon yang membatasi antara langit dan bumi. Kedua yaitu matahari telah terbenam, kemudian bulan terbenam. Ketiga Ijtimak Qoblal  ghurub  yaitu bulan telah satu periodisasi mengelilingi bumi dan terjadi sebelum maghrib,” ujarnya.

Sedangkan metode pemantauan yang digunakan oleh pemerintah selaam ini adalah imkanur rukyah 238” dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah. Hilal dianggap terlihat dan keesokannya ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah, apabila Ketika matahari terbenam, ketinggian bulan di atas horison tidak kurang daripada 2° dan jarak lengkung bulan-matahari (sudut elongasi) tidak kurang daripada 3°. Atau Ketika bulan terbenam, umur bulan tidak kurang daripada 8 jam selepas ijtimak/konjungsi berlaku.

“Mayoritas diterapkan di Indonesia yaitu ada imkanur rukyah 238 yaitu digunakan oleh pemerintah. Itu artinya ketika ketinggian hilal sudah di atas 2 derajat, kemudian 3 derajat itu adalah elongasi sudut matahari dan bulan, dan umur bulan sudah 8 jam paska konjungsi atau ijtimak. Jika semua terpenuhi, maka disitu masuk awal bulan kriteria pemerintah,” jelas Hidayat.

“Format lain ada yang menggunakan metode rukyat dengan mengamati langsung, dan jika tidak terlihat maka menjadi 30 hri. Sedangkan Muhammadiyah menggunakan perhitungan hisab wujud Al-hilal. Insya Allah untuk Ramadan tahun ini sepertinya akan sama karena kriteria ketiga tersebut sudah terpenuhi dan memungkinkan hilal akan terlihat,” katanya.