Tajuk  

Pancasila Potret Toleransi Kemajemukan Beragama

Oleh : Djoko Tetuko, Pemimpin Redaksi Wartatransparansi

Pancasila Potret Toleransi Kemajemukan Beragama
H. Djoko Tetuko Abdul Latief

Indonesia dengan mayoritas penduduk beragama Islam, ketika detik-detik menjelang kemerdekaan Republik Indonesia, menyatakan diri sebagai Negara Republik Indonesia, bukan Negara Islam dan juga bukan negara dengan hukum Islam merupakan toleransi tertinggi dalam berbangsa dan bernegara.

Bahwa agama mayoritas menjadi terdepan dalam berbangsa dan bernegara, juga sudah final. Sehingga setiap kegiatan resmi dengan diawali atau diakhiri membaca doa, maka pembaca doa dari wakil tokoh agama yang mayoritas di wilayah itu.

Sila sila ke-1 Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, juga menjadi kunci pelaksanaan 4 sila lainnya dalam menjaga, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, permusyawaratan dan perwakilan, serta keadilan sosial.

Ulama kharismatik pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’ari, sudah memberikan hasil ijtihad melalui proses sangat spriritual, dengan merestui Pancasila sebagai Dasar Negara, maka Pancasila sejak saat itu sudah menjadi potret toleransi beragama atau toleransi umat beragama.

Peran tokoh bangsa, tokoh masyarakat, tokoh kampung, tokoh agama, mengembalikan kebangsaan dalam kemajemukan, termasuk dalam memupuk toleransi beragama, merupakan kunci menjaga irama kemajemukan dalam beragama.

Sebagaimana harapan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kamis (8/4/2021), saat membuka Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) dan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), di Istana Negara, Jakarta.

Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan berkompromi terhadap tindakan intoleran yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pemerintah juga berkomitmen untuk selalu menghidupkan moderasi beragama dalam kehidupan bermasyarakat.

Kemajemukan dan keberagaman dalam berbangsa, bernegara, dan beragama di Indonesia, sudah tertata dengan baik dan sangat dinamis. Juga mengalami kemajuan dan kemuliaan. Bahkan sudah lebih dewasa dalam beribadah. Hal itu terbukti bahwa pemahaman masyarakat sudah mampu membedakan membudaya dengan ajaran agama, walaupun belum sempurna.